51--Our Way Back

271 28 10
                                    

Jessamine

Terlalu lama jauh dari sosoknya, membuatku hampir melupakannya. Meskipun rasanya tidak mungkin aku bisa melupakannya begitu saja, namun aku pernah terbiasa hidup tanpa kehadirannya, maka aku berakhir mengesampingkannya untuk mementingkan hal-hal mendesak.

Doy terlelap saat aku masuk ke dalam kamar. Renjana bilang kalau Doy meminta obat penghilang rasa sakit saat kepalanya mendadak pening dan nyeri di pahanya menyerang. Alhasil sekarang dia tidak sadarkan diri.

Waktu berlalu cukup lambat.

Karena sejak dia bangun saat itu, barulah malam kemarin.

Mulai sekarang aku harus terbiasa lagi dengan kehadirannya yang tepat berada di sisiku.

Setelah apa yang dia perbuat.

Setelah apa yang terjadi pada kami berdua.

Setelah berbulan-bulan penuh kekosongan.

Aku merenung. Meraih pergelangan tangannya yang penuh dengan memar akibat kejadian tempo hari. Kulitnya terasa hangat di telapak tanganku.

Apakah kami bisa kembali lagi seperti dulu?

Haruskah kami kembali lagi seperti dulu?

Entahlah.

Aku tidak tahu apa jawabannya, meskipun sedikit banyak aku tahu apa yang mungkin bisa terjadi. Selain aku yang pernah terbiasa hidup tanpanya, di sisi lain dia juga pernah terbiasa hidup tanpaku. Kami pernah hidup tanpa kami, dan itu yang membuat jarak di antara kami berdua akan semakin terasa.

Kemunculannya kembali setelah berbulan-bulan menghilang, membuatku terkejut tanpa sempat bersiap-siap, persis seperti kepergiannya.

Maka aku menyimpulkan, mungkin tidak mudah bagi kami berdua untuk terbiasa bersama lagi.

Atau mungkin juga aku tidak perlu memikirkannya, karena aku tidak yakin kapasitas isi kepalaku bisa menampung semua informasi yang harus kuolah akhir-akhir ini.

Waktu berlalu cukup lambat.

Mengingat hanya beberapa hari kemarin sejak kejadian di dalam kurungan. Kini kutelurusi memar-memar yang masih tertinggal pada kedua lenganku, yang sama seperti miliknya. Saksi bahwa aku telah melalui banyak hal hanya untuk bisa berdiri di sini sekarang.

Untuk bisa bersama lagi dengannya.

Ketukan pintu terdengar di belakang punggungku. Aku tidak sempat menjawab dan atau melihat siapa yang membukanya begitu saja tanpa permisi. Renjana dan Canero sering melakukannya sehingga tebakanku hanya di antara mereka berdua, untuk mengecek keadaan Doy dari kejauhan tanpa benar-benar perlu untuk masuk ke dalam kamar dan kemudian pergi.

Aku masih menunduk memandangi memar di tanganku di bawah cahaya remang-remang di samping ranjang Doy saat kudengar ia menggeram lirih, terbangun. Aku langsung sigap dan duduk lebih dekat padanya.

Ia membuka kedua matanya dan menemukanku di sisinya. Ia mengedipkan matanya beberapa kali, mencoba mengupulkan nyawa.

"Jess..." lenguhnya lirih, sambil sedikit mengulurkan tangan padaku. Ada perasaan ragu sebelum akhirnya kuraih tangannya, namun juga ada perasaan lega yang melanda hatiku.

"Kebangun ya?"

Doy membutuhkan beberapa waktu untuk bisa menjawabku. "Nggak, kok. Udah waktunya bangun aja." Ucapnya parau.

Seketika aku langsung meraih segelas air putih yang sudah disediakan oleh Gisu di meja di samping ranjang beberapa waktu sebelumnya. Lalu ia mencoba untuk bangkit dari tidurnya, kugenggang tangannya erat-erat untuk membantunya duduk.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 08, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mad CityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang