🔞🔞🔞🔞
Bertahun-tahun sejak menatap mata hitam pekatnya yang menenangkan, baru kali ini aku benar-benar sangat ingin melihat matanya lagi sesegera mungkin.
Sudah tiga hari mata itu tidak terbuka. Seharusnya aku bisa tenang dan percaya kalau dia tidak apa-apa. Namun saat Renjana memberitahuku bahwa di bagian belakang kepala Doy mengalami benturan akibat reruntuhan, aku tidak bisa tinggal diam.
Seharusnya Doy bilang kalau dia ada rasa sakit di bagian belakang kepalanya! Sial!
Sudah tiga hari juga kami tinggal di tempat yang disebut Dream Club ini.
Kalau mereka mengatakan bahwa mereka adalah Mad City versi terbaru atau versi kedua, tentu saja salah besar. Karena mereka tidak seperti kami sama sekali. Sangat jauh berbeda, bertolak belakang dan tidak bisa disamakan. Dalam arti yang baik.
Mereka punya identitas, disekolahkan ke sekolah umum, bertemu dengan orang lain, menjadi manusia pada umumnya. Menikmati apa yang dilakukan oleh orang-orang dan menjadi bagiannya.
Hal yang sama di antara kami hanyalah karena kami sama-sama gelandangan yang dipungut Wirajuda dan diberi kehidupan.
Oh! Dan pelatihan khusus bersama para trainer juga seperti kami. Meskipun tidak intens, mereka tetap melakukannya setelah sekolah atau saat libur. Karena pendidikan mereka otomatis menjadi yang utama.
Pertanyaan mendasar terbesit di dalam benakku, dan baru kutanyakan beberapa waktu lalu kepada Jem setelah makan pagi.
"Kalau kalian semua sekolah, artinya ada wali murid, dong?"
"Iya." Jawabnya begitu kalem.
"Siapa yang jadi wali murid kalian? Nggak mungkin orang Wirajuda, kan?"
Ia tidak menjawabnya langsung, hanya tersenyum sedikit dan menundukkan kepala. Berjalan beberapa langkah menuju balkon di depan kami. Aku mengikuti gerakannya dan berdiri sejajar.
"Pak Yayan wali kami."
Aku mengangguk singkat. Entah kenapa aku sempat terpikir kalau Yayan mungkin saja wali mereka, dan memang benar adanya.
Selain kesibukan di dalam Wirajuda, Jay punya kesibukan di luar juga. Ini hasilnya.
Berhari-hari aku memikirkannya. Bagaimana untuk mencerna semua yang terjadi. Bagaimana menyambungkan semua teka-teki yang tidak kuketahui. Bagaimana mendapat kesimpulan yang tidak bisa kumengerti.
"Kalian pernah bertemu Prasasti Wirajuda?"
Jem menggenggam kedua tangannya sambil bersandar pada balkon. "Kami tidak tahu beliau." Ia menoleh ke arahku, menatap mataku lekat-lekat. "Karena beliau tidak tahu kami."
Fakta lain yang mengejutkan.
Aku mengangguk mengerti, meskipun aku tidak benar-benar mengerti. "So, you guys are a secret project?"
"Sort of."
Aku ingin tahu lebih banyak, tetapi Jem harus berangkat kuliah dan aku harus kembali menemani Doy di kamar perawatan.
Dari mereka bertujuh, hanya Gisu yang masih berada di bangku SMA. Lainnya sudah masuk kuliah. Canero baru masuk tahun ini, sementara Jem, Jenewa, Hecca, Renjana dan Yanoe berada di tahun kedua kuliah.
Aku menghela napas pelan. It must be fun to have such life.
Kutatap wajah Doy yang masih belum sadarkan diri, raut wajah tenang dan tanpa kesakitan. Ekspresi yang selalu kudapati setiap kali tiba-tiba terbangun di malam hari dan menemukannya terbaring di sisiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mad City
General FictionI survive, nothing else matters. Until I see her. --Ardoyne OC x Ardoyne 🔞 melloizt©2019 melgerit©2023