🔞
Siang hari, Yayan mengantar gaun sesuai dengan ucapan Jay semalam. Ia tidak bilang kalau Doy harus menggunakan tuksedo, namun Yayan mengantarnya sekalian.
Jadwal dan tempat pertemuan juga sudah dikirim oleh Yayan.
Paradise City, Floor 14, 19.00. Under TYL Reservation.
Aku dan Doy sudah bersiap-siap. Hanya kami berdua yang masih bertahan di markas. Ten dan Kun menjemput barang di Tanjung Priok. Juan sedang solo. Sementara Winnie dan Leon memang paling jarang di markas, mereka selalu menghabiskan banyak waktu di luar, tuntutan pekerjaan.
Aku sedang menata rambut saat Doy masuk ke dalam kamar meminta bantuan untuk memasangkan dasi. Ia menyibakkan rambutku ke belakang punggung. "Nggak dipotong?"
"Hmm." Aku hanya bergumam memberinya jawaban. I really like your long hair. Suara itu tiba-tiba menyembul dari permukaan ingatanku. "Lagi kepingin panjang. Kenapa?"
"Nggak apa-apa, kelihatannya ngerepotin."
"Awalnya iya, tapi sekarang udah biasa kok."
"Kebiasaan liat lo rambut pendek, pas panjang rada beda." Ujarnya, sedikit menengadah saat tanganku sibuk di depan kerah kemejanya.
"Lebih bagus yang mana?"
"Mm, personally, I like the short one. Tapi semuanya bagus buat lo."
Aku tersenyum mendengar jawabannya.
***
Kami berangkat sesaat setelah petang. Aku tidak tahu siapa yang akan kami temui malam ini, tapi mungkin kami pernah bertemu sebelumnya. Mengingat dia yang memintaku untuk mengantar pesanannya secara langsung.
Mungkin klien dari Manado yang kutemui empat bulan lalu, atau dari Bali sebulan lalu. Sejauh yang kuingat impresi mereka terhadapku cukup baik. Bisa saja mereka ingin bertemu lagi denganku. Meskipun aku tidak begitu suka terlalu terikat dengan klien, rasanya tetap senang mengetahui bahwa kreditku lumayan di mata mereka.
Aku dan Doy sampai di lantai 14 di Paradise City tepat waktu. Tempat itu cukup berbeda dengan Madison High City−Mad City. Bukan perumahan elite seperti yang lainnya. Hanya seonggok gedung pencakar langit berisi om-om hidung belang dari berbagai negara untuk berjudi setiap malam dan karaoke plus-plus. Tipikal budak para Wirajuda.
Paradise City terkenal dengan pelayanannya yang baik dan terpercaya. Maksudnya, orang-orang yang bisa masuk ke Paradise City bukan orang sembarangan. Semua punya peran penting dalam negara ini. Sebuah rahasia yang bukan lagi rahasia. Bisa kubayangkan uang tutup mulut yang Wirajuda gelontorkan sampai Paradise City bisa berjalan sebesar ini.
Doy membantuku membawa tas berisi pesanan klien kami. Aku berjalan lebih lambat dari biasanya karena memakai sepatu hak tinggi. Rasanya aneh tidak merasakan logam dingin di balik sepatu boot-ku, meskipun kali ini letaknya agak naik sedikit, di kedua pahaku. Tapi sepatu hak tinggi juga bisa jadi alternatif untuk pertahanan diri.
Meja reservasi TYL.
Aku menemukannya di tengah ruangan. Mataku membulat saat mendapati Jay juga duduk di sana, bersama seseorang dengan rambut abu-abu berkuncir. Ah, TYL.
"Jessamine." Sapa laki-laki berkebangsaan Korea itu setibanya aku di meja mereka. "I'm so glad to finally meet you again."
"Taeyong Lee, Sir." Dengan canggung aku membalas pelukan yang tak bisa kutolak. "It's good to see you too."
"Ah, just Taeyong, okay?"
"Okay. T-Taeyong." Ujarku ragu-ragu takut tidak sopan. Ia hanya tertawa renyah mendengar ucapanku yang canggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mad City
General FictionI survive, nothing else matters. Until I see her. --Ardoyne OC x Ardoyne 🔞 melloizt©2019 melgerit©2023