🔞🔞🔞🔞
Kulihat Valen berlari ke arah kami dari kejauhan. Jay langsung merangkul Neva yang kini tengah berteriak memanggil nama Doy dan berusaha mengejar kami. Ia melingkarkan tangannya di leher Neva dan merapatkan badannya, menempelkan mulut ke telinganya yang kemudian membuat Neva meronta habis-habisan.
"KAK ARDO!!!! JANGAN TINGGALIN NEVA!!!!"
Jay melambaikan tangan padaku di sela-sela usahanya menahan perlawanan Neva. Kami saling pandang untuk terakhir kali sebelum tembok di hadapan kami akhirnya benar-benar menjadi pemisah. Aku tidak mengerti dengan ekspresi yang dia buat saat itu. Dia marah, khawatir, tetapi juga tidak berdaya. Aku melihat kepasrahan dalam raut wajahnya.
Semua yang ia katakan sebelumnya terdengar sangat bertolak belakang. Aku tidak tahu dari mana untuk memulai memahaminya.
Kun dan Ten menahan badan Doy kuat-kuat supaya tidak berusaha menghampiri Neva yang ada di seberang reruntuhan dan menyuruhnya untuk diam. Teriakannya tidak kalah dengan suara yang dilontarkan Neva. Aku masih di tengah-tengah ketidaktahuan yang sangat menyiksaku.
Suara Doy yang terus memanggil nama Neva membuat Ten geram.
Kemudian kudengar suara tamparan.
"DOY! DOY! Diem!" Ucap Ten, cukup mengejutkanku yang kini berdiri kaku di ambang pintu besi. Ten memegang kedua sisi kepala Doy, sementara Kun memeluk badannya supaya berhenti bergerak. "Diem dulu! Sekarang kita harus kabur dulu dari sini. Jay udah susah payah bikin kita kabur, jangan sampe kita ketangkep!"
Mata Doy yang basah karena menahan amarah menatap Ten tidak mengerti, begitu pula denganku. "Neva di sana, Ten! Neva gue!"
"Iya, iya, gue ngerti. Tapi dia sama Jay di sana. Dia di tangan yang tepat. Sekarang kita harus pergi dulu dari sini!" Raut wajah Doy tidak menampakan kepeduliannya untuk mendengarkan Ten, dan ia mengerti akan hal itu. "Kalo lo nggak percaya sama Jay, lo bisa percaya sama gue yang percaya sama Jay. Gue serius."
Badan Doy tidak lagi menegang. Kakinya langsung merosot karena kehilangan tenaga saat peluru bersarang di paha kanannya. Melihat darah itu mengalir deras, aku langsung mencari sesuatu untuk menahan aliran darah di kakinya. Kusobek ujung kemejaku dari ujung sampai ke ujung, kemudian mendekat pada Doy dan mengikat pahanya kuat-kuat di atas luka.
Kun mengambil ponsel dari saku celananya, memberitahu kami peta digital, "Ini tujuan kita sekarang. Harus gerak cepet dan jangan sampe ketangkep."
"Dari mana kalian dapet itu?" Tanyaku penasaran.
"Dari Jay."
Dan jawabannya memperbanyak pertanyaan yang berjejalan di dalam kepalaku. Persetan lah! Karena aku percaya pada Ten yang percaya pada Jay, jadi aku ikuti saja permainan mereka.
Tanpa membuang waktu lebih banyak kami akhirnya pergi dari sana. Memasuki terowongan sambil memapah Doy yang tidak bisa berjalan dengan sempurna dengan pergerakan cepat. Aku memimpin di depan untuk memberi kami cahaya, Doy merangkulkan tangannya pada Kun dan Ten yang membantunya berjalan.
Cukup lama sampai akhirnya kami menemukan ujung terowongan setelah berjalan tiga puluh menit. Kami melihat cahaya dan aku bernapas lega karena akhirnya keluar dari sana. Aku tidak kuat mendengar suara erangan Doy yang menahan sakit dan terdengar begitu jelas karena ruang terowongan yang sempit.
Kulihat ada mobil jip yang cukup mudah ditemukan diparkir di samping pintu keluar. Penutup berwarna biru tua membuatnya tidak begitu kelihatan, terlebih karena sekarang hari masih gelap, sinar matahari belum siap menyambut kami. Lalu kami segera masuk ke dalamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mad City
General FictionI survive, nothing else matters. Until I see her. --Ardoyne OC x Ardoyne 🔞 melloizt©2019 melgerit©2023