50--Talk Me Down

657 49 10
                                    

WHO MISS ME?????? No? Then who miss Doy and Jess?
But...



Jessamine

Sebelum benar-benar melangkah maju, aku mengambil waktu dan ruang sejenak. Mencuri kesempatan untuk menyiapkan diriku sepenuhnya. Kami sedang dalam pelarian. Tentu kami akan butuh banyak tenaga untuk menghadapi apa yang sedang menghadang.

Aku masih skeptis dengan kata 'safe house' yang mereka gunakan untuk mengartikan tempat ini. Markas para member Dream Club.

Seumur hidup, aku selalu dalam keadaan sigap dan waspada. Meskipun sedang dalam mode stand by dan rehat sejenak dari pekerjaan, aku tidak benar-benar melakukannya. Saat di mana ku gunakan kadar kelengahan dalam jumlah yang banyak adalah saat sedang berdua dengan Doy.

Saat itu adalah satu-satunya waktu yang kugunakan untuk mengabaikan dunia dan seisinya. Benar kata orang, ketika sedang bersama, dunia serasa milik berdua. Dan aku sangat beruntung karena bisa merasakannya bersama Doy.

Dan entah kapan aku bisa merasakannya lagi. Kupikir itu tidak akan terjadi dekat-dekat ini. Entah karena kami tidak punya kesempatan, atau karena keadaan Doy juga belum pulih. Aku tidak mungkin memintanya untuk mengeluarkan banyak... tenaga.

Lagipula, banyak yang perlu kami berdua lakukan lebih dulu selain itu.

Membaur dengan member Dream Club atau hanya sekadar mendengarkan ocehan Marc dan Taeyong perihal Jay, misalnya.

Aku masih tidak mengerti dengan semua yang terjadi. Maksudku, aku mengerti dan memahami apa yang sedang terjadi. Aku hanya tidak habis pikir dengan kejadian yang menimpa kami. Marc dan Taeyong terus mengoceh tentang rencana Jay untuk menjatuhkan Wirajuda atau apa lah sejenisnya. Bagaimana bisa aku percaya begitu saja? Bagaimana bisa kami percaya mereka berdua?

"Kalian semua harus percaya kalau kami berdua ada di pihak Jay dan menentang Wirajuda. Lagipula Jay jauh lebih waras daripada si kakek tua bangka itu." Ujar Marc, mencela eksistensi Prasasti.

Jay, waras? Waras dari mananya? Semua kegilaan ini, yang dengan terang-terangan dibuat oleh Jay, jelas bukan suatu kewarasan.

Tanpa sadar aku mendengus, membuat mereka semua menoleh padaku, namun aku tidak peduli dan mengabaikan mereka. Seharusnya bukan aku saja yang berpikir demikian. Karena memang tidak begitu kenyataannya.

"Please, guys. It's absolutely useless to questioning our trustworthy. It's always been Jay. He's our best friend." Taeyong menambahi.

Kalau dipikir-pikir lagi, sebenarnya memang tidak ada gunanya mempertanyakan motif Marc dan Taeyong yang sudah sangat jelas, yaitu memihak Jay apapun yang terjadi. Sedikit banyak aku percaya dengan apa yang mereka katakan. Hanya saja dalam diriku tumbuh krisis kepercayaan yang akhir-akhir ini semakin meninggi dan lumayan merepotkan. Hal itu membuat langkahku menjadi lambat, karena aku harus banyak berpikir dan mempertimbangkan banyak hal.

"I trust you, guys." Ten menimpali. Aku bertatap mata dengannya, sementara ia hanya mengangkat bahu acuh tak acuh. Meskipun terkesan enteng, kupikir dia sungguh-sungguh mengenai itu. Barang sedikit. Kemudian Kun mengikuti langkah Ten untuk mempercayai mereka.

Aku memilih diam, tidak ingin menunjukkan bahwa aku percaya atau tidak terhadap mereka. Juan sama tidak tertariknya sepertiku dan hanya duduk diam di sebelahku, begitu juga dengan Leon dan Winnie.

Yang mengejutkan, semua member Dream Club yang ada di sana, menyetujui apa yang Marc dan Taeyong katakan.

"Kami juga percaya, Jay sering cerita tentang kalian berdua kepada kami semua. Kalian berdua seperti saudara yang tidak Jay miliki. 'More than just best friends' kalau berdasarkan ucapan Jay." Jenewa mewakili, diikuiti oleh member lain yang mengangguk-anggukan kepala sependapat.

Mad CityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang