**mohon dibaca saat sedang tidak puasa**
🔞🔞🔞🔞
Geneva
Jay meraih kotak obat kemudian menyembunyikannya di bawah meja. Aku melihat wajahnya yang penuh harap dan entah kenapa aku melakukan apa yang dia inginkan.
Aku melompat dari sofa dan berlari ke atas ranjang. Aku berteriak keras sambil melempar bantal, guling, selimut, seprai, selang infus, lampu tidur, mengacak-acak isi laci dan berlari ke arah pintu.
"Di mana Kak Ardo?!!!" Ku gedor pintu depan dengan kencang, berusaha seperti orang yang ingin melarikan diri. "Balikin Kak Ardo!!! Di mana Kak Ardo??! Aku mau ketemu sekarang juga!!! Di mana Kak─"
Pintu tiba-tiba menjeblak terbuka, membuatku terkejut karena sedang ditengah aksi menggedor-gedor sebelumnya. Saat kulihat sosok yang berdiri di bingkai pintu, tubuhku bereaksi lain. Aku terjengkang dan terduduk di atas lantai. Matanya menemukanku dalam keadaan demikian lalu wajahnya langsung berubah sumringah.
"Wah, kelihatan sehat, nih."
Suaranya membuatku kembali pada masa-masa itu. Masa-masa kejam yang ia lakukan padaku. Itulah mengapa tubuhku bereaksi demikian terhadapnya. Aku mulai merasakan napasku yang pendek-pendek dan gemetar di seluruh tubuh. Aku tidak bisa mengontrolnya.
Kenapa jadi begini?
Saat ia berjongkok untuk berhadapan denganku dan berusaha untuk lebih dekat, aku berteriak histeris dan mundur perlahan menjauh darinya. Aku tidak punya pilihan selain mengesot sampai mentok pada tembok yang dingin.
Valen terlihat terhibur sementara aku memandanginya horor.
"Nggak mau! Nggak mau!" Teriakku. Aku sangat tahu teriakan ini bukan rekayasa seperti sebelumnya dan entah kenapa aku sangat berharap Jay mendengar keputus-asaan dalam suaraku. Aku menoleh padanya, menatapnya penuh arti dan aku sangat berharap dia menangkap sinyal darurat yang kukirim padanya. Tetapi fokusku terbagi dengan posisi tangan Valen yang hampir menyentuh kulitku. Valen sepenuhnya mengabaikan teriakanku.
Ingatanku semena-mena membawa kembali seperti apa rasanya disentuh pada seluruh tubuh oleh Valen. Bagaimana ia mencengkeram kedua kakiku dan berlutut di antaranya. Mimpi buruk yang selalu ingin kulupakan.
Jay, please help me...
Rapalku dalam hati.
"I told you, Len." Suara berat menghalangiku dan tangan Valen yang berusaha menyentuhku. "She's insane."
Valen berhenti tepat setelah Jay berucap, ia akhirnya berdiri dan merapikan setelan jasnya. "Yeah, I can see that. You look so busy." Matanya menyapu seluruh ruangan yang berantakan dan kembali menatapku dengan tatapan mengintimidasinya. Aku langsung mengalihkan wajah dan tidak ingin menatapnya lebih lama.
"Ngapain dateng tanpa kabar?" Ujar Jay, yang mengejutkan adalah ada nada tidak senang di sana. Maksudku, biasanya dia terdengar datar dan mencoba untuk terlihat biasa saja. Tetapi kali ini dia menunjukkan keberatannya.
"Ngecek, kali-kali bisa dimanfaatin. Tapi ternyata sama aja kayak kakaknya, sampah." Aku yakin dia memandangiku dengan raut wajah jijik meskipun aku sedang tidak melihatnya. "Dan juga... You should get out from here! Ayah bilang buat pindahin si lonte ini ke pusat. Biar nggak repot dan cepet ngurusnya. Lagian ngapain sih lo biarin dia di tempat pribadi lo. Anyway, whatever. Potensi dia lumayan, Jay, gue mau dia bisa jadi duit, makanya lo harus pindah secepatnya."
Apa dia bilang? Anjing benar memang manusia satu ini. Berani-beraninya memanggilku lonte??!! Dan berpotensi? Dasar otak sinting!!!
"I'll take care of it." Ujar Jay singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mad City
General FictionI survive, nothing else matters. Until I see her. --Ardoyne OC x Ardoyne 🔞 melloizt©2019 melgerit©2023