🔞🔞
Kami terbangun oleh suara ketukan pintu pagi hari berikutnya, mendapati Juan cengengesan dan terdengar merasa bersalah karena mengganggu suasana kami. Padahal dia tidak perlu merasa seperti itu sama sekali.
Seharusnya kami berdua yang cukup sadar untuk menempatkan diri di mana seharusnya. Ini markas, ditempati banyak orang, bukan hanya kami berdua saja. Tapi, yah...
"Sorry, Bang." Ucapnya ragu-ragu pada Doy. Aku langsung berlari ke balik pintu di mana Juan tidak bisa melihat keberadaanku dari arahnya. Kuambil pakaianku dan mengenakannya cepat-cepat. "Di bawah ada yang nyariin Jess."
Juan bahkan tidak perlu menanyakan apa aku berada di kamar Doy atau tidak, karena mungkin jawabannya sudah terlalu jelas.
Doy memberinya jawaban dengan mengulet keras-keras. Tanpa mengatakan banyak suara, Doy berbalik menghadapku dan memberiku isyarat untuk segera turun menemui si tamu. Aku menyisir rambutku dengan jari-jariku sembarang. Tidak memedulikan seperti apa tampangku saat ini, aku segera turun.
Aku menemukan sosok Yayan yang baru saja mengucapkan selamat malam kurang dari dua belas jam yang lalu. Rasanya cukup mudah karena aku harus berhadapan dengannya ketimbang dengan bosnya. Yang juga bosku.
"Mbak Jess, selamat pagi." Sapanya, menyunggingkan senyum ramah yang entah kenapa terasa sangat familiar dan hangat. Mungkin karena aku telah mengenalnya dalam waktu yang lama.
"Pagi, Pak. Ada apa ya?"
"Den Jay minta saya buat jemput Mbak Jess dan anter ke kantor pusat."
"Saya?" Tanyaku. Aku tahu ke mana arah perintah ini, jadi aku ingin memastikan lagi kalau seharusnya bukan hanya aku yang ia inginkan untuk datang.
"Iya, cuma Mbak Jess."
Aku hampir menghela napas keras-keras, namun aku menahannya. Cepat atau lambat hal ini akan segera terjadi. Sekali lagi, ini cukup mudah karena bukan Jay sendiri yang menyeretku dan Doy ke kantornya.
Aku hampir berbalik untuk setidaknya berniat membersihkan diri dan mengenakan pakaian yang layak. Namun Yayan melanjutkan, "Sekarang, Mbak." Ujarnya, menyengir lebar karena ia tidak punya banyak pilihan.
Dan aku sangat menyadarinya. Maka dari itu aku hanya mengambil sebotol air dari dalam kulkas dan segera mengikuti Yayan menuju mobil di parkiran. Aku minum setengah botol, dan setengah lainnya kugunakan untuk membasahi wajah. Menyingkirkan kotoran yang mungkin tertinggal setelah bangun tidur, kemudian mengeringkannya dengan tisu yang Yayan ambilkan dari dasbor mobil. Ia juga memberiku beberapa butir permen mint untuk kumakan.
Ugh, aku terlupa membawa ikat rambut yang kuletakan di atas ranjang Doy. Alhasil aku tidak bisa lebih merapikan rambutku dan mengikatnya seperti biasa.
Tidak lama setelah itu kami sampai di kantor. Tanpa memperpanjang waktu, aku langsung menuju ruangan Jay dan menemukannya sedang memegang segelas wine paginya. Berdiri miring antara menghadang sinar matahari yang menembus kaca jendela dan menyambut kedatanganku dari pintu depan.
"You're here."
Aku berdiri canggung setelah masuk lebih dalam ke ruangannya. Aku menegakkan badan dan menggigit pipi bagian dalam untuk meredakan ketegangan yang entah kenapa tiba-tiba menyergapku.
Jay menyadari perlakuanku yang terlalu resmi dan aku langsung menundukkan pandanganku. Ia berjalan mendekat, sangat pelan sampai aku bisa mendengar suara tapak sepatunya menggema di telingaku.
Mungkin aku terlalu dramatis. Mungkin itu hanya perasaanku saja.
Ia melayangkan satu tangannya ke arah wajahku. Refleks aku langsung memalingkan wajah untuk menerima tamparannya. Tetapi bukan itu yang kudapatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mad City
General FictionI survive, nothing else matters. Until I see her. --Ardoyne OC x Ardoyne 🔞 melloizt©2019 melgerit©2023