2--Trustworthy

3.1K 293 10
                                    

🔞

"Lo ngapain?"

"Lo juga ngapain?"

Tanyaku dan Doy bergantian saat kami sama-sama berdiri di halaman depan markas. Seolah menjawab pertanyaan kami, Yayan datang dengan mobilnya lalu berhenti di hadapan kami berdua.

Ia turun dan membuka pintu belakang mobil. "Mbak Jess, Mas Doy, biar saya antar ke Den Jay." Katanya begitu sopan. Kental dengan logat Jawa di setiap ucapannya.

Aku dan Doy bertukar pandang, bingung, namun kami tetap menuruti perintahnya.

Meskipun kami seringkali bekerja dalam tim, namun ada saat-saat tertentu di mana Jay memberi kami misi individu atau misi solo. Aku bisa menebak kalau aku dan Doy akan atau sedang melakukan misi yang berbeda. Ku putar kembali adegan pembicaraannya dengan si ketua genk berwajah menyebalkan tadi secara privat. Aku dan Juan tidak diberi ultimatum apapun, jadi kupikir itu hanya bagian Doy saja.

Kami sampai di kantor Jay tiga puluh menit kemudian. Aku baru merasakan badanku yang sangat lelah dan butuh istirahat. Alhasil aku terus menguap dan mungkin jumlahnya hampir mendekati seratus kalau aku berniat menghitung.

Doy masuk lebih dulu dan aku menunggu di luar ruangan. Tak lama setelahnya aku masuk. Aku dan Doy berdiri menghadap Jay, ia sedang duduk di mejanya sambil memegang segelas white wine yang hampir ludes.

Yayan meletakan tas di hadapan kami, membuka risletingnya sedikit agar kami bisa melihat apa yang ada di dalamnya.

"Sebelum misi berikutnya dimulai dua hari lagi, saya mau kalian mengantar ini ke salah satu klien spesial. Datanya nanti Yayan kirim. Selagi Tenara dan Kuniandra mengecek arrival, kalian berangkat aja."

"Oke, Bos." Jawabku dan Doy bersamaan.

"Dan Jessamine, kamu harus...tampil menawan. Lebih menawan dari ini." Jay menuding tubuh dan wajahku dengan gelas wine-nya. "Klien saya maunya kamu yang antar. Ardoyne cukup jadi supir dan temani Jessamine sampai selesai."

Aku mengumpat dalam hati. Cukup benci dengan misi semacam ini. Kalau bukan karena itu misi penting, mana mau aku mempertaruhkan diri untuk digoda om-om tua bangka. Jay melihat keresahanku, tapi dia tidak berbuat banyak. Sudah jadi resiko pekerjaan.

"Untuk gaunnya, Yayan akan antar besok siang."

Aku dan Doy mengangguk mengerti. Kemudian aku teringat dengan Juan. Kalau aku dan Doy bisa bekerja bersama, kenapa tidak sekalian satu tim saja?

"Juan gimana, Bos?"

Jay menyeringai, "Udah ada misi sendiri. Detektif Hatta dan Jon benar-benar merepotkan."

Jay memutar tubuh sehingga sekarang memunggungiku dan Doy. Aku bertukar tatap dengan Doy, seolah bertelepati. Masalah baru.

"That's enough, you're dismissed."

Kemudian aku dan Doy keluar ruangan. Meninggalkan Jay yang masih memutar-mutar gelas wine-nya dengan santai.

Kami menyusuri koridor yang dipasangi lukisan pada tembok. Menyadari bahwa Jay baru saja menggantinya dengan yang baru. Aku penasaran apa dia membelinya secara langsung atau secara daring. Entahlah. Mungkin secara daring, dia kan tidak punya banyak waktu luang?

Aku agak terkejut saat Doy tiba-tiba meraih tas dari genggamanku, bermaksud membawanya. Aku membiarkan ia melakukannya, meskipun sebenarnya tidak masalah kalau aku saja yang menenteng. Kami langsung menuju mobil yang segera mengantar kami ke markas bersama Yayan.

"Good night, Doy." Ujarku, sebelum masuk ke kamar. Badanku benar-benar mulai letih dan butuh istirahat. Waktu menunjukkan pukul 02.00 dini hari, sungguh malam yang panjang.

Mad CityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang