🔞INI SERIUS GUYS, DI BAWAH 18 TAHUN JANGAN DI SINI YA🔞
***
"Tolong minggir. Kami nggak ingin ada keributan." Kata Doy sopan namun tegas.
Mereka mendengus dan meludah sembarang. "Gara-gara lo, temen kita jadi mati! Dan kalian harus menanggung akibatnya, terutama that lil chick!" Tangannya menunjukku lurus-lurus.
Mereka maju, kami mundur. Masih berusaha untuk tidak melakukan perlawanan. Namun mereka menerjang kami dan kami bertiga menghadapi mereka yang berjumlah tujuh. Halah, mainnya keroyokan!
Doy memberiku isyarat untuk naik, tapi aku terlalu sibuk menghantam mereka dengan siku dan popor pistolku. Hidung mereka yang menyerangku berdarah, kemudian mengumpat hebat.
Setelah menyambar tas berisi separuh hidupku di bagasi mobil, aku berlari ke dalam gang, mencari jalan untuk naik ke gedung berlantai tinggi. Mencari pandangan yang tepat.
Dua orang mengikutiku. Shit, mereka mengeluarkan pistol mereka dan menarik pelatuk. Mereka benar-benar ingin aku mati.
Satu tembakan meleset, dua tembakan masih meleset. Sebelum mereka mengarahkan pistolnya padaku lagi, aku telah melumpuhkan mereka lebih dulu. Sangat, sangat, tidak perlu sebenarnya membunuh mereka. Tapi aku tidak punya pilihan lain, mereka yang memulai.
Aku mendapatkan pandangan setelahnya, mencari keberadaan Doy dan Juan. Juan telah melumpuhkan lawannya, ia kemudian berjalan gontai menuju Doy yang masih kewalahan menghadapi tiga orang. Dua lawan Doy berlari ke arah gedung yang kudiami, Doy mengejarnya, sementara yang lain berhadapan dengan Juan.
"Woy anjing!"
Aku bersiap menanti mereka menghampiriku. Namun ku dengar suara erangan Doy bergema di lantai bawah. Anjing! Aku berlari secepat mungkin ke lokasinya. Menemukan tubuhnya yang terengah-engah saat melempar tubuh lawannya yang tertancap pisau di dada. Ia mengambilnya kembali dan membersihkannya sembarang dengan baju mayat itu.
Selagi sibuk dengan pisaunya, aku melihat seseorang menerjangnya dengan sebilah pisau. Aku terkesiap saat menemukan Doy kini berada di pelukan si orang tadi. Ia mengarahkan pisau ke leher Doy, membawanya menjauh dariku. Sementara aku membeku, tanganku terulur, pistolku mengarah padanya.
"Ini nggak selese begitu aja. Kita seneng bisa punya alasan nyerang Wirajuda, terima kasih buat kalian tentu aja." Dia tertawa garing. Matanya langsung melotot padaku, ia semakin mendekatkan pisaunya pada leher Doy. "Taroh!" Serunya, menyuruhku meletakkan pistolku.
Aku mengangkat tangan tanda menyerah, lalu meletakkan pistol di lantai.
Aku dan Doy saling tatap, dalam hati aku memperkirakan potensi kemenangan kami. Pria itu menyerang orang yang tepat. Ini akan lebih mudah karena dia bersama Doy sementara aku jauh darinya. Berkelahi dalam jarak dekat tidak pernah menjadi keahlianku. Aku tidak begitu mahir bela diri tangan kosong. Doy masternya.
I've said that.
Maka saat si pria itu lengah sedetik saja, Doy langsung bisa memanfaatkan kesempatan itu dengan baik. Doy menyerang tangan yang memegang pisau, lalu menendang pisau yang terjatuh jauh-jauh. Aku mengambil lagi pistolku dan mengarahkannya pada pria itu. Namun begitu sulit karena ruangan sangat minim cahaya, matahari juga belum terbit dan mereka masih berkelahi tanpa henti.
Aku berkonsentrasi, memperhatikan mereka dengan saksama. Aku tidak boleh meleset. Meleset tidak pernah ada dalam kamusku. Lagi pula, aku tidak diizinkan meleset, atau aku justru akan melukai Doy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mad City
General FictionI survive, nothing else matters. Until I see her. --Ardoyne OC x Ardoyne 🔞 melloizt©2019 melgerit©2023