18--Gunshot

893 152 10
                                    

🔞🔞🔞🔞🔞

Aku bisa mendengar suara erangan yang terus menerus memecah keheningan di ruang utama markas. Aku mencoba untuk mengabaikannya, meskipun begitu sulit.

Byur!

"Jawab, bangsat!" Teriakan Valen membahana ke seluruh ruangan, sementara orang di depannya megap-megap karena air yang mengguyur wajahnya. "Ini yang terakhir. Gue nggak main-main." Valen mendekat pada Si Rambut Putih, bertatap muka dengannya begitu dekat, mencengkeram kedua sisi kursi yang sedang ia duduki. "Siapa atasan lo?"

Si Rambut Putih terkekeh mengejek, aku bisa melihat kegigihannya untuk tutup mulut. Aku bisa menebak apa yang ia pikirkan, terlalu kentara. Dia tidak akan menyerah dan memberikan nama yang Valen inginkan. Karena mungkin, aku menebak kalau dia memang tidak punya jawaban atas pertanyaan Valen.

Dari matanya aku bisa melihat kematian yang sudah menghadang. Valen mulai geram, lalu menamparnya keras-keras. Ini pertama kalinya. Sejak tadi hanya aku dan Winnie yang mewakilinya. Jelas kalau kesabarannya mulai habis ia akan terjun langsung.

Ia mengibaskan tangannya, merasakan perih yang mulai menjalar di telapak tangan.

"Jess?" Panggilnya, kemudian aku maju mendekat padanya. Menodongkan pistol dan menarik pelatuk di pelipis mata Si Rambut Putih.

Aku bertatap mata dengannya, berharap untuk terakhir kali saja dia bisa memberi Valen jawaban. Mengapa dia harus mengganggu misi Juan pada awalnya, lalu menyerang kami tiba-tiba tanpa alasan pasti. Matanya menatap mataku garang, dalam sekelebat waktu aku membaca apa yang ada di pikirannya. Kemudian aku menelengkan kepala.

Ada sesuatu.

Ku raih kalung emas yang melingkar di lehernya, sepenuhnya tertutup di balik kaos berlapis jaket kulit. Ku ambil bandul yang terpasang di sana dan membuka isinya. Si Rambut Putih seperti sengaja melakukannya supaya aku bisa menemukan apa yang dia sembunyikan.

"Bos." Kataku, memberi barang yang ada di genggamanku pada Valen. Selembar foto yang dilipat kecil-kecil, memunculkan sesosok perempuan berambut hitam panjang. Wajahnya tidak begitu jelas karena bekas lipatan.

Valen mengamati foto itu. "Kayaknya gue pernah tahu. Leon, Winnie?"

Mereka berdua datang mendekat pada Valen dan memberi mereka foto itu, kemudian mengamatinya lekat-lekat.

"Siapa?"

Leon dan Winnie berdiskusi singkat, "Ini cewek terakhir yang Bos Jay minta."

Jay yang duduk di kejauhan langsung menegakkan kepala. Kulihat Yayan berdiri menegang di belakangnya. Aku saling bertatapan dengan teman-temanku yang berdiri tepat di samping Yayan. Aku melihat sekilas pada Doy, namun aku langsung mengalihkan tatapan saat dia menoleh ke arahku.

"Jay?"

Jay mendekat pada Valen, mengamati foto yang ada di genggamannya. Dia berpikir sejenak, kemudian angkat bicara. "She's dead. I killed her." Katanya terus terang.

Si Rambut Putih menggeram dan langsung melontarkan sumpah serapah, sambil berteriak memekakan telinga. Ia menerjang orang terdekat dari posisinya, yang mana adalah Valen, kini tumbang ke lantai. Leon dan Winnie langsung mengangkat Si Rambut Putih dari badan Valen, ia mengaduh kesakitan. Kakinya sempat tertindih kayu kursi yang Si Rambut Putih duduki.

"Anjing! Bangsat! Berani-beraninya lo bunuh adek gue! ANJING!!!"

"Lo yang anjing! Goblok!" Ujar Valen, meraih tangan yang kuulurkan untuk membantunya berdiri. "Jay habisin dia!"

Jay memberi Valen tatapan penuh pertanyaan. Aku bisa membaca kalau dia tidak setuju dengan ucapan Valen. Lebih karena dia tidak mau mengotori tangannya karena hal semacam ini. Tapi toh dia sudah membunuh adiknya. Tangannya sudah terlanjur kotor.

Mad CityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang