28--Bittersweet

908 125 4
                                    

Terakhir kali yang kuingat, aku belum pernah bertemu dengan Jon dan Hatta secara resmi. Tapi, memangnya ada yang pernah bertemu dengan mereka secara resmi? Aku meragukannya.

Selain itu, aku tidak tahu siapa saja yang telah mendapat misi rahasia dan bersangkutan dengan mereka berdua. Kalau Jay mengatakan hanya aku, dia dan mereka berdua yang tahu misi ini, kemungkinan besar belum ada lagi yang ia perkenalkan kepada mereka.

Aku pernah menembak mereka sekali. Ditambah dengan menendang tubuh bongsor Jon saat terkapar di tanah beberapa waktu lalu. Tidak terasa sudah berminggu-minggu terlewat sejak kejadian itu.

Aku tidak yakin apa mereka mengingatku atau tidak. Sebab aku menembak mereka dari kejauhan dan mereka tidak sempat menemukan keberadaanku di kegelapan.

Terlebih saat pada akhirnya aku mengenakan sedikit make up sebagai penyamaran. Kutempel beberapa bercak hitam buatan di bawah kantong mata. Tidak lupa memasang kacamata bulat dan melepas ikat rambutku supaya semakin berantakan. Kumasukkan ikat rambut yang Jay berikan ke dalam saku celana.

Aku langsung tahu jawabannya saat aku masuk ke dalam kantor dan bertanya pada petugas resepsionis yang membiarkanku masuk begitu saja saat mengetahui siapa yang mengirimku. Wah, benar-benar luar biasa. Wirajuda telah membuat mereka tak bisa berkutik.

Salah satu petugas mengantarku sampai ke ruangan Jon dan Hatta. Saat aku masuk, mereka berdua hanya menatapku penuh tanda tanya.

Jelas tidak mengenali siapa aku sebenarnya.

"Ada yang bisa dibantu?" Tanya Jon begitu ramah, tidak terlupa suaranya yang lembut dan senyum lebar mengembang di pipi.

Aku mengangguk sekali untuk menyapa, disusul dengan ajakan Hatta yang terdengar sangat manis. "Silakan duduk." Ia menunjuk bangku yang berada di tengah ruangan, bahkan ia sempat menarik kursi yang akan kududuki.

Dalam hati aku tertawa. Aku bertaruh mereka tidak akan melakukannya kalau tahu siapa aku.

Saat akhirnya kami duduk di meja bundar dan aku berhadapan dengan mereka berdua, aku membuka suara. "Saya dapet titipan." Kataku, menyodorkan amplop yang sedari tadi ada di genggamanku.

Mereka melongok ke atas meja. Hatta meraihnya dengan satu tangan dan bertukar pandang dengan Jon. Saat mereka membuka amplop itu dan mempelajarinya, raut wajah mereka berubah drastis. Sesuai prediksiku.

"Oh... Jadi lo yang namanya Jessamine." Ujar Hatta mengintimidasi.

Belum-belum dia sudah nyolot. Namun entah kenapa itu membuatku terhibur. Berbeda dengan ekspresi yang ditunjukkan oleh Jon. Ia terlihat waspada dan mengamatiku dengan terang-terangan. Matanya menyipit, bibirnya mengerucut, menandakan bahwa ia sedang berpikir keras.

Kalimat yang ia lontarkan berikutnya sukses membuatku tertawa. "Kata Jay lo anak buahnya yang paling cantik. Kenapa aslinya kayak gembel?"

Kututup wajahku dengan kedua tangan, menahan tawa supaya tidak meledak.

Oke, ini mengejutkan karena tanpa kami ketahui mereka dan Jay sudah terdengar akrab seperti teman dekat. Mungkin selama ini Jay banyak menghabiskan waktu bersama mereka.

Aku bersandar pada tempat duduk, menyilangkan tangan di dada memandangi Jon dan Hatta yang entah kenapa membuatku ingin tertawa. "Bos gue nggak salah. Karena gue cuma satu-satunya anak buahnya yang cewek, makanya gue paling cantik."

Jon mendesah, "Ya nggak gini juga."

Sudut bibirku menurun. "Semengecewakan itu?"

Jon mengangkat bahu sambil lalu, "Surprise me then."

Mad CityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang