"Lihat."
"Nggak usah."
Arsen dan Anye menjawab berbarengan. Anye melirik Arsen.
"Lihat aja boleh, Dok," ujar Anye.
Dokter Nindy tersenyum dan menggerakkan alat USG.
"Coba tebak, ada monasnya nggak ya?"
Mata Arsen memperhatikan layar dengan saksama. Adanya tali pusat membuat Arsen kesulitan melihat.
"Selamat, ya, Nyonya Anye, anaknya perempuan, nih."
"Perempuan?" tanya Arsen.
"Iya, perempuan. Pasti nanti cantik kayak ibunya."
Anye yang tersenyum lebar saat mendengar jenis kelamin anaknya tidak terlalu mendengar ucapan Dokter Nindy. Dia hanya merasa bahagia. Perempuan, itu berarti Anye bisa mendandani dengan pakaian cantik, menyisir rambutnya, dan memperlakukannya seperti putri raja. Akan tetapi, itu juga berarti tanggung jawab Anye menjaga anaknya nanti sedikit lebih berat.
Setelah Dokter Nindy memberi beberapa wejangan, Arsen dan Anye keluar dari ruangan. Mereka berjalan berdampingan menuju mobil. Selama perjalanan, Anye tak henti tersenyum sambil mengelus perutnya.
"Nendang lagi, ya?" tanya Arsen.
"Nggak, kok. Cuma seneng aja ketemu adek lagi, terus tahu kalau dia perempuan."
Arsen membukakan pintu mobil untuk Anye. Dia kemudian berjalan ke sisi pengemudi dan memasuki mobil.
"Kamu emang mau perempuan?" tanya Arsen saat mobilnya mulai meninggalkan halaman rumah Dokter Nindy.
"Nggak juga, sih. Tadinya pengin anak cowok biar bisa jagain aku, tapi pengin cewek juga biar bisa dipakaiin baju yang lucu-lucu."
"Anak bayi emang bisa jagain kamu?"
"Maksudnya kalau udah gede."
"Bukannya anak cowok kalau udah gede malah sukanya ngelawan, ya? Pergi sampai malem, dibilangin ngebantah, terus suka nekat ngelakuin hal-hal nggak bener."
"Kayak kamu?"
Arsen melirik Anye dan berdehem pelan.
"Ya nggak aku juga. Aku mana pernah ngelawan kata-kata mamaku."
Anye berkedip pelan. Dia menatap Arsen dengan tatapan seolah tak percaya. Saat Arsen membelokkan mobilnya, barulah Anye tersadar. Mereka kini telah memasuki jalan menuju area parkir sebuah mall.
"Kok belok?"
"Ada yang lupa aku bawa buat terbang besok."
***
Sikat gigi. Hal yang Arsen bilang lupa bawa ternyata hanya sikat gigi.
"Ini yang kamu lupa bawa?"
"Aku udah bawa, tapi udah aku pakai dan sekarang di rumah kamu."
"Nggak, maksudku kamu kan bisa pakai sikat gigi hotel."
"Kamu lupa kalau aku nggak suka pakai sikat gigi selain merek ini?"
Anye menggeleng pelan. Dia berjalan melewat troli yang didorong Arsen. Anye berhenti di depan rak sabun. Sepertinya sabun cuci piring di rumah telah habis.
"Kamu mau belanja sekalian?"
"Boleh?"
"Kenapa nggak boleh?"
"Nanti kamu kemaleman."
"Nggak, ini juga masih sore, kan."
Mendapat izin dari Arsen, Anye mulai memilih belanjaan. Tidak terlalu banyak, hanya beberapa peralatan rumah tangga yang sekiranya akan segera habis. Mereka lalu ke kasir begitu Anye berkata jika semua yang ia butuhkan telah masuk ke troli.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fam-ily
General FictionAlasan Arsen menikahi Anyelir adalah kehadiran bayi mungil yang masih merah itu. Jika tidak ada dia, mungkin Arsen telah melupakan Anye dan mencari perempuan lain. Namun Arsen lupa bahwa kehadirannya bukan hanya dibutuhkan di mata hukum. Arsen lupa...