37. Hilang

51.2K 5.5K 676
                                    

Terhitung sudah hampir empat bulan ini Anye tidak bertemu dengan Arsen. Sejak hari di mana Anye meminta berpisah, Arsen tiba-tiba saja menghilang. Pria itu tidak dapat dihubungi, memilih menyerahkan segala urusan ke pengacara. Saat Anye memutuskan keluar dari rumah pun, Arsen juga tidak muncul. Sempat Anye dengar dari Mbok jika pria itu pulang. Namun tiap kali Anye datang, Arsen selalu pergi.

Dafi mau tidak mau menjadi sasaran Anye. Dia berulangkali ditanyai soal keberadaan Arsen meski berulangkali pula mengatakan tidak tahu. Anye tahu jika Dafi sebenarnya menyembunyikan keberadaan Arsen. Entah apa alasannya, yang jelas ini membuat Anye kecewa.

Anye sebenarnya sempat hampir luluh beberapa waktu lalu. Malam ketika Arsen datang dan tidur di sebelah Ara, ketika pria itu sayup-sayup terisak pelan, Anye benar-benar merasa akan luluh. Seakan dia bisa memaafkan semua kesalahan Arsen dan memulai semuanya dari awal. Sayangnya sikap Arsen selanjutnya membuat Anye bertanya-tanya.

Arsen tidak sedikitpun bertanya tentang keadaan Ara yang baru keluar dari rumah sakit. Seenaknya menghilang saat rumah tangganya dalam tebing kehancuran. Anye juga tidak kuasa melihat Ara yang beberapa kali menanyakan keberadaan Arsen.

"Sampai ketuk palu aja dia nggak muncul. Mbak Anye yakin dia dateng?" tanya Farel sedikit ketus.

"Kata Dafi hari ini Arsen di rumah. Lagian besok kita ke Swiss, kasihan Ara kalau nggak sempat ketemu ayahnya."

Farel hanya menggeleng pelan. Ia membangunkan sosok Ara yang berada di gendongannya.

"Kita kenapa ke rumah, mama?" tanya Ara.

"Kita mau ambil barang-barang Ara yang belum sempat dikemasi. Nanti Ara pilih mau bawa apa aja ke rumah kakek sama nenek," jawab Farel.

Ara yang masih menunjukkan wajah mengantuk mengucek matanya, lalu meminta turun. Mereka bertiga lalu berjalan masuk ke rumah yang hanya dijaga Mbok Iyem dan anaknya itu.

Mata Anye menelisik seluruh ruangan dan tidak menemukan kehadiran Arsen. Ah, ataukah Dafi berbohong? Anye juga tidak melihat mobil Arsen di depan.

"Ara sama Om Farel ke kamarnya Ara dulu ya. Ara ambil barang-barang yang mau Ara bawa."

Ara mengangguk. Dia menggandeng tangan omnya menuju kamarnya. Sementara itu, Anye berjalan ke kamarnya dan Arsen. Nafas panjang Anye hembuskan saat melihat punggung dua pria di balkon. Salah satu punggung itu sangat Anye hafal.

Dafi dan Arsen seperti tengah meributkan sesuatu ketika Anye berjalan ke balkon. Dafi berdecak melihat sosok Anye, lalu mempersilahkan Anye mendekat. Dafi kemudian pergi setelah menepuk pundak Arsen.

"Kamu dari mana aja?"

Arsen yang sedang merokok tidak menjawab pertanyaan Anye.

"Kamu pergi dan nggak pulang-pulang. Setiap aku ke sini..."

"Kamu juga pergi, kan?"

Arsen menghisap rokoknya dalam. Tatapan sinis ia berikan untuk Anye.

"Aku cuma ngerasa nggak seharusnya aku di sini padahal kita lagi proses cerai."

"Aku juga ngerasa gitu."

Tangan Arsen mengetukkan rokok ke pinggiran balkon untuk menghilangkan abu.

"Kamu bahkan nggak datang ke pengadilan."

"Cerainya tetap berhasil, kan?"

"Kamu nggak nemuin Ara setelah dia keluar dari rumah sakit."

Arsen menoleh ke Anye. Ditatapnya Anye dengan tatapan singkat.

"Sorry," ujar Arsen lirih, hampir tidak terdengar.

Fam-ilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang