Arsen mendorong piring berisi cumi asam pedas yang ia pesan. Setelahnya, Arsen mengambil sendok dan garpu, mengelapnya dengan tisu, lalu meletakkan di piring tadi. Anye di depan Arsen hanya terdiam melihat itu.
"Masih suka cumi asam pedas, kan?" tanya Arsen.
"Sen, kita mau ngobrol serius bukan pacaran. Aku kan udah bilang nggak usah pesen makan."
Arsen hanya tersenyum tipis mendengar keluhan Anye.
"Kamu minta ketemuan jam makan siang, jadi wajar dong kalau aku pesan makan."
Arsen mencampur spaghetti miliknya, lalu melirik ke Anye yang masih diam.
"Oke kalau nggak mau sambil makan kita bisa ngomong dulu. Apa yang mau kamu omongin sampai dateng ke kantorku?"
"Ara marah sama aku. Udah dua hari dia diemin aku dan nggak mau dibujuk."
"Karena kamu marahin dia kemarin? Emm... Mau aku bilangin Ara biar nggak marah lagi?"
"Sen, ini nggak sekadar cuma bikin Ara berhenti marah."
Anye menurunkan kaki kanannya yang semula bertumpang ke kaki kiri.
"Ara lulus SMP masih beberapa tahun lagi. Iya kalau SMA kita pindah, kalau nggak? Pasti masih bertahun-tahun kita ketemu satu sama lain. Kita nggak bisa kayak gini sama sekali, Sen."
Arsen mengangguk pelan.
"Finally"
"Finally apa?"
"Ya... Akhirnya kamu sadar. Kita emang bisa kayak gini terus, Nye. Aku juga mau nebus kesalahanku dengan deketin Ara tanpa perasaan nggak enak ke kamu."
Anye terdiam sesaat. Dia menghela nafas sebelum kembali berbicara.
"Semua maunya gitu, kan. Oke aku nggak akan ganggu kamu sama Ara lagi. Selama ini aku pikir Ara akan nggak nyaman sama kamu, tapi ternyata nggak. Kalau kalian emang mau dekat bakal aku izinin, tapi aku minta kamu janji sesuatu ke aku."
"Janji apa?"
"Kamu harus janji kamu nggak akan... Bahkan kepikiran pun nggak boleh, buat ngambil Ara dari aku."
Arsen yang semula duduk tegak kini menyandarkan punggung ke kursi. Ditatapnya Anye yang tengah memberi tatapan serius.
"Nye... Jadi ini yang kamu takutin? Seriously? Kamu ngira aku bakal ngambil Ara dari kamu? Kamu ibunya..."
"Kamu masih ayah Ara di mata hukum. Aku nggak tahu kan kalau ternyata kamu mau minta hak asuh Ara dari aku. Aku tahu kamu, Sen. Pernikahan kita aja bisa kok kamu urus waktu itu, apalagi sekadar hak asuh."
Arsen menyandarkan kedua tangannya ke meja.
"Nye, aku sayang sama Ara dan aku nyesel ngebuang bertahun-tahun perkembangan dia. Aku mau terus di samping Ara, tapi bukan berarti ngambil hak asuh dia dari kamu. Aku juga tahu gimana sayangnya kamu ke Ara dan Ara ke kamu."
"Ara yang pernah kamu perlakuin nggak baik aja bisa deket sama kamu dalam waktu singkat. Dia bahkan berani pergi tanpa izin ke rumah kamu, Sen. Bukan nggak mungkin kan kamu bisa ngebujuk dia buat tinggal sama kamu?"
"Kamu beneran mikir gitu? Alright, aku janji nggak akan berusaha atau bahkan kepikiran ngerebut Ara dari kamu. Kalau perlu kita bisa bikin perjanjian hitam di atas putih."
"Aku..."
"Sekarang kamu yang harus janji ke aku."
"Janji apa?"
"Kamu nggak perlu terus menerus ngingetin aku soal kesalahanku dulu. Aku nggak memperlakukan Ara dengan baik, aku dulu egois, aku sempat lepas tanggung jawab, semuanya aku inget, Nye. Aku tahu aku udah ngelukain kamu sama Ara, tapi dengan kamu terus ngomongin itu, entah sengaja atau nyindir, hati aku juga sakit."

KAMU SEDANG MEMBACA
Fam-ily
Genel KurguAlasan Arsen menikahi Anyelir adalah kehadiran bayi mungil yang masih merah itu. Jika tidak ada dia, mungkin Arsen telah melupakan Anye dan mencari perempuan lain. Namun Arsen lupa bahwa kehadirannya bukan hanya dibutuhkan di mata hukum. Arsen lupa...