"Gue cuma nggak siap aja sama afeksi dari dia tiba-tiba. Semua kerasa cepet banget, Sa. Baru minggu lalu gue nampar dia dan benci setengah mati sama orang itu. Masa iya sekarang langsung kayak gini?"
"Nggak siap bukan berarti nggak mau, kan?"
Kalimat dari seberang telepon membuat Anye mendesah pelan. Asa, tetangganya sebelum pindah, adalah satu-satunya orang yang bisa Anye ajak bicara sekarang. Tidak mungkin Anye bercerita pada Farel atau orang tuanya tentang Arsen.
"Kalau lo emang mau, terima aja. Gue kan pernah bilang cepat atau lambat ini bakal kejadian. Dari semua cerita lo tentang Arsen, kayaknya nggak ada indikasi lo nggak cinta lagi sama dia."
"Kalau gue beneran masih cinta, nggak mungkin kan gue pacaran sama Kevin."
"Iya, sih. Lo sama Kevin juga udah jauh. Tapi Nye, nggak ada salahnya coba lagi. Gue lihat di ig-nya Ara dia sering jalan sama mantan suami lo. Berarti beneran udah berubah, kan?"
"Nggak tahu, deh. Beneran berubah atau cuma modus."
"Modus atau nggak tapi kan dia bikin Ara happy. Lagian kalau modusin ibunya Ara juga apa salahnya."
"Apa, sih?"
"Beneran! Nggak ada salahnya mulai dari awal lagi. Kata lo Arsen sebenarnya orang baik, kan? Terus ganteng lagi."
"Lo aja belum pernah ketemu udah bilang ganteng aja."
"Kan gue lihat fotonya. Eh udah, ya, anak gue nangis."
"Oke, bye, Sa."
Anye menekan tombol merah di layarnya, lantas menghela nafas. Nggak siap bukan berarti nggak mau. Memang kata siapa Anye mau?
"Mama."
Anye menoleh ke pintu kamarnya.
"Kenapa, Kak? Mau tidur sama mama lagi?"
Ara yang berdiri di depan pintu menggeleng pelan.
"Ara besok ternyata ada latihan buat robotik, Ma. Bareng sama temen Ara berangkat ke sekolahnya."
"Yah... Berarti Ara nggak jadi bantuin mama, dong."
Beberapa waktu lalu, Ara memang berjanji untuk membantu Anye membereskan buku-buku dan setumpuk pakaian yang belum sempat tersentuh sejak mereka pindah. Anye tidak puas jika hanya menyuruh seseorang tanpa menatanya sendiri, sedangkan dirinya cukup sibuk sampai harus tetap bekerja di hari libur.
"Mana mama udah bilang Mbak Novi buat libur, lagi."
"Emm... Ara sih udah minta tolong orang buat bantuin mama, katanya mau, kok."
"Minta tolong siapa? Mbak Novi?"
"Bukan."
"Terus siapa?"
Ara mengusap tengkuknya sendiri.
"Ara?"
"Minta tolong papa. Papa udah ngeiyain, katanya besok nggak ada acara."
Anye menghela nafas.
"Ngapain minta tolong papa?"
"Emangnya kenapa? Papa juga tenaganya lebih banyak dari Ara. Kalau ditunda terus nanti keburu numpuk buku-buku sama bajunya mama."
"Udah deh, besok mama kerjain sendiri aja. Lagian mama nggak ada kerjaan, jadi bisa fokus beresin barang-barangnya."
"Beneran?"
"Iya, kamu tidur sana!"
***
"Kalau yang ini langsung digantungin aja?"Anye yang sedang melihat isi sebuah buku menoleh ke samping. Arsen berdiri dengan membawa beberapa baju yang digantung dengan hanger dan dilapisi plastik pelindung. Sepertinya itu gaun-gaun pesta yang jarang Anye kenakan.
![](https://img.wattpad.com/cover/207956526-288-k574828.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Fam-ily
General FictionAlasan Arsen menikahi Anyelir adalah kehadiran bayi mungil yang masih merah itu. Jika tidak ada dia, mungkin Arsen telah melupakan Anye dan mencari perempuan lain. Namun Arsen lupa bahwa kehadirannya bukan hanya dibutuhkan di mata hukum. Arsen lupa...