12. Barang-barang (f)

43.2K 4.1K 49
                                        

"Mohon maaf, nih, lo mau sampai kapan di sini? Nggak ada kerjaan?"

Davi menggelengkan kepala melihat Arsen yang tiduran di sofa ruangannya. Sudah setengah jam lebih pria itu ada di sana. Yang ia lakukan hanya melamun sambil melempar dan menangkap bola tenis yang ia bawa entah dari mana.

"Kerjaan gue udah beres."

"Terus harus banget di ruangan gue? Pergi sana! Ke simpenan lo, kek."

Arsen melirik Davi sinis.

"Sorry, gue lupa lo udah mutusin Anye."

Davi berdehem pelan. Dia kemudian mengambil beberapa lembar kertas di mejanya.

"Tapi gue masih nggak habis pikir kenapa lo tiba-tiba mutusin dia."

"Gue udah tunangan sama Yasmin."

"Lo bisa nolak, Sen."

"Pernikahan gue sama Yasmin bukan pernikahan sembarangan. Lo kan tau sendiri orang tua gue udah ngerencanain ini dari lama."

Davi menghela nafas pelan.

"Gue paham sih lo punya banyak cewek dan sering gonta-ganti karena lo tahu ujung-ujungnya ya tetep bakal nikah sama Yasmin. Tapi kayaknya baru kali ini lo sampai galau."

Arsen memutar bola tenis di tangannya. "Gue nggak galau," ucapnya pelan.

"Kalau nggak galau balik ruangan lo sana!"

Davi berusaha menarik tangan Arsen, namun segera ditepis.

"Lo apa-apaan, sih? Lagian gue di sini diem nggak berisik. Lo kalau kerja kerja aja!"

"Kehadiran lo di sini bikin gue enek, tau nggak. Gue jadi nggak fokus, Sen."

Davi berusaha menarik lagi tangan Arsen. Bukannya menepis, Arsen malah balas menarik tangan Davi hingga Davi hampir terjatuh. Kini, Davi berada di atas tubuh Arsen. Tangan Davi menahan ke sofa agar tubuh mereka tidak saling bersentuhan.

"Permisi, Pak."

Mendengar suara dari pintu, Arsen dan Davi menoleh. Mereka buru-buru mengubah posisi saat menyadari keberadaan Tata di pintu. Tata sendiri tampak memperlihatkan wajah terkejut, tidak percaya dengan apa yang baru ia lihat.

"Maaf, Pak. Tadi saya udah sempat ketuk.  Nanti aja saya ke sini lagi."

"Eh nggak usah," ucap Davi. Davi menendang pelan kaki Arsen agar berpindah dari sofa.

"Silahkan duduk, Ta. Kamu yang minta ketemu sama saya, kan?"

Tata dengan canggung duduk di sofa bekas Arsen. Pria itu sendiri kini telah beralih ke kursi kerja Davi. Dia masih memainkan bola tenisnya.

"Kamu mau ngobrol soal apa?"

Tata melirik ke Arsen, ragu-ragu untuk lanjut bicara.

"Udah, biarin aja dia. Anggap dia nggak ada," ucap Davi membuat Arsen melirik sinis.

"Emm... Saya mau tanya soal Anyelir, Pak."

"Anyelir?"

"Iya, Anyelir yang satu divisi sama saya."

Davi menoleh sedikit ke Arsen sebelum kembali ke Tata. Di belakang sana, Arsen terdiam menggenggam bola tenis. Entah kenapa dia penasaran kenapa nama Anyelir disebut.

"Kamu mau tanya soal apa?"

"Anye keluar kenapa, ya, Pak? Setahu saya dia nggak ada masalah atau apapun, tapi tiba-tiba keluar. Dia juga nggak pamit ke saya. Bahkan semua barang-barang dia masih ada di meja."

Fam-ilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang