47. Izin

39.4K 5K 267
                                    

Anye tersenyum melihat Ara yang menghabiskan makanan di piringnya. Melihat anak makan dengan lahap adalah salah satu kebahagiaan seorang ibu. Jujur Anye tidak mau Ara memiliki pandangan buruk terhadap tubuhnya apalagi sampai melakukan diet ekstrem.

"Hari ini bekalnya pakai sup buntut sama sambal. Mama udah masukin wortelnya banyak. Kamu suka wortel, kan?"

Ara tersenyum dan mengangguk.

Usai Anye menutup rapat kotak bekal Ara, Anye melirik ke Arsen. Pria itu sudah datang sejak tadi karena ingin mengantar Ara ke sekolah. Tampaknya Arsen sedang cukup sibuk karena beberapa kali melihat ke layar ponselnya.

"Mas Arsen mau aku bawain bekal sekalian?"

"Hm?"

Arsen mematikan layar ponselnya, lantas menoleh ke Anye dengan kerutan di dahi. "Kenapa, Nye?" tanya Arsen lagi.

"Mau aku bungkusin sup buntutnya juga? Mumpung aku masak banyak."

"Nggak, eh, iya." Arsen menggeleng. "Maksudnya... Tadi kamu nanya apa?"

Anye menatap Arsen bingung. Memang ucapannya kurang jelas?

"Aku masak sup buntut banyak pagi ini, kalau kamu mau aku bikinin bekal sekalian."

"Nggak, tadi kamu nggak ngomong gitu."

"Ngomong gitu."

Anye menoleh ke Ara yang juga mendongak menatapnya.

"Mama tadi ngomong gitu, kan, Ra?"

Ara mengangguk.

"Tuh, Ara juga dengar."

Arsen mengangguk, tapi dengan senyuman tertahan di bibir.

"Oke kalau kamu ngerasa cuma ngomong itu. Emm... Boleh, deh. Kayaknya nanti ada rapat mepet sama jam makan, mungkin aku nggak sempat keluar cari makan."

Anye berjalan menuju almari tempat menyimpan perkakas. Dia mengambil kotak makan lain berwarna biru tua. Anye memasukkan sup buntut ke bagian yang khusus kuah, anti tumpah dan semoga saja benar-benar tahan panas seperti iklannya. Setelah selesai memasukkan nasi, sambal, juga bawang goreng, Anye menutup kotak tadi dan memasukkannya ke dalam tas berwarna senada.

"Papa nggak malu ke kantor bawa tas bekal kayak gitu?" tanya Ara yang sedang menghabiskan jus buahnya.

"Nggak, kenapa harus malu? Lagian kan mama udah susah-susah bikinin."

"Nggak susah juga, kan tinggal masukin. Bukan yang aku ngeluarin banyak effort. Kebetulan aja aku masaknya banyak."

Arsen mengedikkan bahu. "Oke, kamu nggak repot bikinnya. Tapi makasih, ya."

"Kita berangkat sekarang, ya? Udah jam segini."

"Oke."

Arsen berdiri dan membawa tas bekalnya. Ara yang belum memakai kaos kaki meminta Arsen terlebih dulu ke mobil karena dia harus mencari kaos kaki.

"Buruan ambil kaos kakinya," ujar Anye melihat Ara yang malah diam di meja makan.

"Ma, Ara mau ngomong sesuatu, deh."

"Apa? Keburu ditungguin papa, lho."

"Ih, sebentar aja," ujar Ara sembari bergelayut pada tangan Anye. "Minggu depan Ara mau pergi sama teman-teman Ara."

"Ke mall?"

Ara menggeleng.

"Mau nonton konser, Ma. Paling sampai jam sebelas doang."

Anye mengernyit penuh selidik. "Kamu sikapnya belakangan manis ternyata ada maunya, ya?"

"Ih, mama! Boleh, ya? Nanti ada kakaknya Aysha juga yang nemenin. Kalau mama ngizinin nanti pulang sekolah Ara mau pergi buat cari outfit nonton konser."

Fam-ilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang