"Gue titip, ya."
Arsen memandang sinis kotak besar berwarna merah muda di tengah ruangannya. Entah dapat ilham dari mana Dafi menitipkan mainan itu padanya.
"Ini buat hadiah ulang tahun anak kakaknya Citra. Kalau gue bawa pulang, pasti dibongkar duluan sama Rafa."
"Ini kan mainan cewek, masa anak lo mainin."
"Bukan masalah cowok atau cewek, Sen!" Dafi yang duduk di hadapan Arsen menggerakkan tangan, berusaha menunjukkan keseriusannya. "Rafa itu keponya nggak ada akhlak. Mending kalau dia buka buat dimainin. Kalau sampai ketahuan, pasti dibuka, diacak-acak terus nggak bisa dipakai lagi. Gue nggak mau tekor, dong. Cuma sampai Jumat aja, Sen."
Arsen mengurut dahinya perlahan. Masalahnya mainan itu berupa rumah-rumahan boneka yang super besar. Tidak mungkin jika mainan itu ia taruh di ruangannya berhari-hari. Jika ditaruh mobil, pun, Arsen rasa juga tidak mungkin.
"Lo cukup simpen di rumah lo aja. Hari Sabtu gue ambil ke rumah lo."
"Nggak dibungkus?"
"Dibungkus? Lo kira lemper? Nggak usah, deh, bungkus-bungkus. Pokoknya besok Sabtu gue ambil di rumah lo. Sekarang gue mau pulang dulu. Bye! "
Arsen memanggil Dafi dengan nada kesal, namun tidak dihiraukan karena lelaki itu telanjur keluar dari ruangannya. Dia hanya bisa menatap nanar kotak berisi mainan itu.
Dengan susah payah, Arsen membawa benda itu ke mobilnya.
"Wah, buat anaknya, ya, Pak?" tanya seorang satpam. Arsen hanya tersenyum sebagai respons.
Helaan napas lega Arsen keluarkan begitu dia sampai di sebelah mobilnya. Kotak setinggi pahanya itu ia angkat dan ia masukkan ke bagian penumpang. Rasa kesal kembali mencuat karena kotak itu cukup mengganggu Arsen dalam menyetir. Kalau bukan karena Dafi sialan itu yang meminta, Arsen mana mau.
Arsen sampai di rumah sekitar pukul setengah sebelas malam. Belum tengah malam, namun lampu ruang tengah telah diganti dengan lampu yang lebih redup. Arsen tebak anak dan istrinya telah terlelap.
Selama beberapa saat Arsen sempat terdiam di ruang makan. Ia berpikir di mana akan meletakkan kotak milik Dafi itu. Sebuah ruangan di dekat tangga menjadi pilihan Arsen. Ruangan itu adalah kamar tamu yang tidak pernah digunakan. Arsen langsung naik ke kamar setelah memastikan titipan Dafi aman.
Setelah mandi dan memakai baju santai, Arsen tidak langsung tidur. Ia duduk di pinggir ranjang, di sisi lain dari yang ditiduri istrinya. Anye telah terlelap dengan selimut membungkus hanya sampai pinggang.
Mata Arsen langsung memindai tubuh di hadapannya itu. Ada sedikit kantung mata di wajah Anye. Tulang selangka Anye juga entah kenapa terlihat lebih jelas. Arsen menebak bahwa Anye telah kehilangan beberapa kilo.
Sadar malam makin larut, Arsen segera memosisikan tubuhnya di bawah selimut. Tampaknya pergerakan Arsen membuat Anye tersadar. Wanita itu setengah membuka matanya. Ia lalu merentangkan salah satu tangan ke atas saat menyadari keberadaan Arsen di depannya.
Perlahan, Arsen mendekat ke tubuh Anye hingga kepalanya menempel ke leher Anye. Anye lalu menurunkan tangan hingga Arsen secara sempurna berada di pelukannya.
Arsen selalu suka saat Anye memluknya begini. Jika masih tersadar, biasanya rambutnya akan dimainkan atau dielus, menimbulkan efek nyaman yang membuat Arsen mengantuk.
Sejak dulu Arsen selalu suka bau Anye di bagian sana. Mulai dari bau body mist murahan sebelum mereka menikah; bau minyak telon dan bayi yang didapat dari Ara, bahkan bau apek karena keringat ketika Anye sakit dan tak mamph beranjak untuk mandi. Arsen selalu suka semuanya. Seolah-olah bau tubuh Anye mengandung nikotin sampai dia terus mencandu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fam-ily
قصص عامةAlasan Arsen menikahi Anyelir adalah kehadiran bayi mungil yang masih merah itu. Jika tidak ada dia, mungkin Arsen telah melupakan Anye dan mencari perempuan lain. Namun Arsen lupa bahwa kehadirannya bukan hanya dibutuhkan di mata hukum. Arsen lupa...