Dikara Putri Arsena. Itu nama yang akhirnya Arsen berikan. Sangat sederhana dan terkesan tidak kreatif, tapi Anye menyukainya. Mungkin karena ada nama Arsen terselip di sana.
Arsen baru kembali ke rumah sakit sore harinya. Tidak hanya sendiri, Arsen datang bersama dua orang lain di belakangnya. Anye langsung terkejut melihat dua orang yang wajahnya tidak asing.
"Pak Dafi?"
"Eh, santai aja jangan panggil Pak."
Seorang wanita di sebelah Dafi tersenyum pada Anye.
"Selamat ya, Nye," ujar Citra dengan senyuman.
"Mbak Citra yang bagian pemasaran, kan?"
Dafi sangat mungkin ada di sini karena dia sahabat Arsen, tapi Citra? Tidak selesai keterkejutan Anye atas kedatangan Citra, Anye kembali dibuat terkejut kala melihat perut buncit Citra.
"Anaknya Dafi," ucap Citra seperti mengetahui arti tatapan Anye.
"Gue sama Citra nikah nggak lama setelah lo resign. Terus belum lama nikah langsung positif."
"Ya ampun, maaf aku nggak tahu."
"Santai, kali, Nye."
Arsen yang semula berdiri di dekat ranjang Anye kini melangkah ke sofa. Sementara itu, Citra mendekat ke boks bayi. Ara sedang terlelap di sana.
"Ya ampun lucunya."
Citra tersenyum menahan gemas. Bayi mungil itu tampak sangat nyenyak di dalam boks. Dadanya naik turun dan bibir merahnya sedikit terbuka.
"Namanya siapa?" tanya Dafi.
"Ara."
Arsen melirik ke Anye. Mereka belum memutuskan nama panggilan untuk bayi mereka. Ah, Ara juga tidak buruk.
"Bentar lagi giliran aku, nih," ucap Citra sembari mengelus perutnya.
"Kemarin pas USG anak kita cowok, kan, Sayang?"
"Iya."
"Bisa nih dijodohin sama Ara."
Arsen berdehem mendengar celetukan Dafi.
"Jangan ngomong sembarangan, deh."
"Mana tau, Sen. Kan lumayan kalau gue punya menantu anak sahabat gue sendiri. Ini si Ara masih kecil juga udah cantik banget."
"Nggak mau gue besanan sama lo."
"Kamu kapan boleh pulang?"
Pertanyaan Citra membuat Anye mengalihkan perhatian dari Dafi dan Arsen yang masih berdebat.
"Kata dokternya mungkin besok atau lusa. HBku agak rendah terus harus diawasi dulu katanya."
"Tapi nggak bahaya, kan?"
Anye menggeleng.
"Nggak, kok. Nggak jauh banget dari batas normal."
"Terus udah disiapin di rumah peralatan baby-nya? Masih ada yang kurang nggak? Tadi aku sama Dafi mau beli kado, tapi takutnya kamu udah punya. Kan kalau double sayang."
"Udah ada semua. Lagian apartemenku bakal penuh banget kalau ditambahin peralatan bayi lagi."
"Apartemen?" Dafi mengerutkan dahinya. Ia menoleh ke Arsen. "Jadinya kalian mau tinggal di apartemennya Anye?"
Arsen terdiam. Di bertukar pandang dengan Anye. Anye yakin jika Arsen telah bercerita sesuatu pada Dafi.
"Kalau Citra kapan lahirannya?" tanya Anye mengalihkan pembicaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fam-ily
Ficção GeralAlasan Arsen menikahi Anyelir adalah kehadiran bayi mungil yang masih merah itu. Jika tidak ada dia, mungkin Arsen telah melupakan Anye dan mencari perempuan lain. Namun Arsen lupa bahwa kehadirannya bukan hanya dibutuhkan di mata hukum. Arsen lupa...