28. Hotel

48.5K 5.6K 262
                                    

Anye mengamati Arsen yang telah memegang pegangan koper. Sebuah jaket menggantung di tangan Arsen yang bebas. Arsen akan langsung berangkat ke bandara untuk urusan pekerjaannya.

"Kenapa?" tanya Arsen.

Sejak mengemasi kopernya semalam, gelagat Anye sedikit aneh. Ia beberapa kali melirik ke Arsen dan seakan ingin mengatakan sesuatu. Arsen juga melihay raut kecewa dari wajah Anye.

"Ada yang mau kamu omongin? Kamu marah karena aku pergi tiba-tiba?"

Anye tersenyum tipis dan menggeleng.

"Kalau kamu nggak bilang, aku perginya jadi nggak tenang."

"Emm... Kamu ngerasa ada yang ketinggalan, nggak?"

Arsen melirik kopernya. Semalam ia sempat mengecek barang-barang yang disiapkan Anye. Sepertinya tidak ada yang tertinggal. Arsen kemudian menggeleng pelan.

"Atau ada sesuatu yang kamu ingat, mungkin."

Arsen kembali menggeleng, membuat Anye tersenyum kecut.

"Kalau Mas Arsen beneran peduli sama Ara, seenggaknya dia pasti inget, kan? Mungkin Mas Arsen bakal titip kado atau apa ke Mbak Anye."

Ucapan Farel kembali terngiang di kepala Anye. Tadinya Anye setuju, berharap jika mungkin suaminya akan menitipkan kado mengingat belakangan ia dan Ara mulai sering berinteraksi. Sayangnya, Arsen sama sekali tidak menunjukkan bahwa ia mengingat ulang tahun Ara. Anye sempat menduga jika hal ini terjadi, tapi tetap saja ia kecewa.

"Kalau gitu berarti nggak ada apa-apa. Soalnya kamu bilangnya mendadak, jadi aku takut kalau ada yang lupa aku pack."

Anye dan Arsen berjalan keluar kamar. Ini masih terlalu pagi untuk Anye memasak, jadi Arsen meminta agar ia tidak memasak. Arsen bisa sarapan di bandara tadi.

"Mama," panggilan kecil membuat Anye dan Arsen yang telah menuruni tangga menoleh.

Anye tersenyum pada Ara yang tampak acak-acakan. Baju tidurnya bahkan naik hingga perutnya terlihat. Anye merentangkan tangan dan memberi isyarat agar Ara menghampirinya. Ara yang paham berjalan pelan hingga masuk ke gendongan Anye.

Setelah melihat Anye menggendong Ara, Arsen melanjutkan langkahnya menuruni tangga.

"Ara kenapa udah bangun? Kan masih gelap."

Arsen hanya melirik saat mendengar Anye berbicara pada Ara.

"Mama mau pergi?" tanya Ara dengan suara sediki serak.

"Nggak, mama nggak pergi."

Anye menurunkan baju tidur Ara agar anak itu tidak kedinginan. Ara yang masih berada di gendongan Anye melirik ke Arsen. Diamatinya koper yang Arsen bawa. Ara mengerucutkan bibir, lalu meletakkan kepalanya di pundak Anye.

"Ara masih ngantuk, ya? Tidur lagi aja."

Arsen menatap Ara yang ternyata masih terjaga. Ara menatap Arsen sendu. Arsen beberapa kali pernah mendapat tatapan ini dari Ara. Dan kalau boleh jujur, Arsen tidak suka dengan itu.

"Mas, taksi online-nya udah nunggu di luar."

Arsen mengangguk. Ia menyeret kopernya ke luar. Di belakang Arsen, Anye yang menggendong Ara berjalan mengikuti.

"Aku berangkat dulu, kamu hati-hati di rumah," pamit Arsen.

Anye mengangguk dengan senyum tipis. Arsen memasukkan kopernya ke bagasi mobil. Setelah itu, ia menyempatkan diri mengecup pelipis Anye. Arsen melirik ke Ara yang kepalanya masih menempel di dada Anye. Tangan Arsen perlahan naik dan mengacak rambut Ara.

Fam-ilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang