Anye keluar dari kamar mandi dengan gerakan pelan. Di belakangnya, Arsen yang sedang memakai kemeja ikut menyusul. Anye langsung bernafas lega saat melihat putrinya masih terlelap. Ia pun menghampiri ranjang dan duduk di samping Ara.
"Masih tidur, kan?" tanya Arsen.
Anye mengangguk. Tangan perempuan itu lalu mengelus rambut Ara yang berantakan hingga ke wajah. Seperti biasa, dahi gadis itu telah berkeringat, membuat rambutnya menempel di sana. Padahal Anye sudah menyalakan pendingin ruangan, tapi tetap saja begitu.
Anye menaikkan kedua kakinya ke ranjang. Ia berbaring di sebelah Ara sambil memeluk tubuh bocah itu. Arsen melihat itu dan meletakkan jasnya ke kasur.
"Capek?"
Arsen mengusap pipi Anye pelan.
"Ngantuk."
"Nggak jalan-jalan lagi?"
"Ara juga masih tidur. Nanti kalau dia bangun terus habis dia mandi mungkin jalan-jalan lagi."
Arsen berjalan memutari kasur. Ia naik ke ranjang di sisi berlawanan dari Anye. Arsen berbaring menghadap Anye dan Ara.
"Kamu nggak dicariin? Kamu kan di sini kerja."
"Udah aku bilang hari ini nggak ada schedule. Emang dikasih jatah buat istirahat juga. Tadi pagi cuma keliling doang lihat tempat."
Anye mengangguk pelan. Ia terdiam saat Arsen perlahan merapatkan tubuhnya ke Ara yang berada di tengah. Arsen tampak mengendus pelan, lalu menatap Anye.
"Kenapa? Anaknya bau keringat, ya?"
Arsen menggeleng pelan.
"Ara udah nggak bau bayi," ucapnya lirih.
Anye tergelak pelan.
"Hari ini aja dia udah lima tahun, masa mau bau bayi lagi?"
"Tapi seingetku dia masih bau bayi."
Arsen menatap Ara yang terlelap. Ia tampak sangat tenang dan nyaman. Pipi Ara menggembung karena gadis itu mengerucutkan bibir dalam tidurnya.
"Kalau hari ini Ara ulang tahun, berarti nggak lama lagi hari ulang tahun pernikahan kita, ya?"
Anye mengangguk pelan. Selain hari ulang tahun Ara, hari jadi pernikahan mereka juga salah satu yang selalu Arsen lupakan. Mungkin pria itu memang tidak pernah mengingat hal-hal esensial seperti ini.
Kamar yang mereka tempati menjadi hening tidak lama kemudian. Anye sudah terlelap sementara Arsen juga beberapa kali memejamkan matanya. Ia lelah setelah berjalan mengelilingi kebun binatang dan setelah sesi dewasanya bersama Anye di kamar mandi tadi. Sayangnya, Arsen tidak bisa terlelap dengan nyaman karena masih memakai kemeja dan celana bahan.
Erangan dari Ara membuat Arsen terjaga. Ia mengamati Ara yang bergerak pelan. Mata Ara perlahan terbuka. Ara mengedipkan matanya beberapa kali. Ia lalu bergerak duduk. Arsen berusaha tidak tertawa melihat Ara yang duduk dengan wajah bingung.
Ara melihat ke arah Anye, lalu ke arah Arsen. Ia tampak semakin bingung melihat kehadiran Arsen di sampingnya.
"Mau ke mana? Mau pipis?" tanya Arsen pelan.
Ara menggeleng. Ia masih menatap Arsen, lalu tiba-tiba saja menjatuhkan dirinya di atas tubuh Arsen. Arsen sedikit terkejut saat kepala Ara mendarat di dadanya. Tangan mungil gadis itu memeluk tubuh Arsen. Dapat Arsen rasakan hembusan nafas Ara yang telah kembali terlelap.
Ujung bibir Arsen naik sebelah. Tangannya bergerak untuk memeluk tubuh Ara. Perlahan tangannya yang di punggung Ara memberikan elusan pelan. Tanpa sadar perlahan Arsen ikut terlelap menyusul Anye dan Ara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fam-ily
Narrativa generaleAlasan Arsen menikahi Anyelir adalah kehadiran bayi mungil yang masih merah itu. Jika tidak ada dia, mungkin Arsen telah melupakan Anye dan mencari perempuan lain. Namun Arsen lupa bahwa kehadirannya bukan hanya dibutuhkan di mata hukum. Arsen lupa...