38. Janji

45.6K 5.5K 430
                                    

Anye berdiri di dekat pintu masuk sebuah kafe yang disewanya hari ini. Anye, Farel, dan Ara baru pulang ke Indonesia hampir lima bulan yang lalu. Sengaja Anye pulang agar dapat merayakan ulang tahun Ara di Indonesia. Ara yang sudah mulai bersekolah kembali mengundang teman-teman sekelasnya.

Anye kini tinggal di kota berbeda dari rumahnya dengan Arsen dulu. Dia mendapat tawaran pekerjaan dengan posisi yang baik di sini. Kedua orang tuanya juga membantu banyak hal, termasuk menyediakan rumah untuknya tinggal bersama Ara. Nanti ketika libur musim panas, mungkin orang tuanya baru akan menyusul pulang.

"Masih lama, ya, Ma?" tanya Ara.

Gadis bergaun princess lengkap dengan mahkotanya itu mengernyit penuh tanya.

"Mungkin bentar lagi. Kamu main sama teman-teman dulu sana," pinta Anye.

Ara menurut, lalu berlari ke ujung kafe yang dihias sedemikian rupa. Sejak bangun pagi, Ara sudah berkicau tentang kehadiran seseorang. Siapa lagi kalau bukan Arsen?

Anye mutlak tidak berhubungan lagi dengan Arsen usai perceraian mereka. Lebih tepatnya, Anye merasa tidak ada hal yang harus dia bicarakan dengan Arsen. Arsen juga tidak repot-repot menghubungi Anye terlebih dahulu. Selama ini, hanya Ara yang rutin bertukar kabar dengan Arsen. Mulai dari mengirim pesan hingga video call, Ara tampak senang hati melakukannya. Terkadang Anye hanya mengintip di balik pintu kamar Ara, mencoba mendengar isi pembicaraan mereka.

Berdasarkan apa yang Anye dengar, pembicaraan Ara dan ayahnya tidak jauh-jauh dari cerita kegiatan Ara. Ara bahkan sudah mengenalkan semua teman-teman barunya pada Arsen. Beberapa kali Ara mengucap meminta bertemu, namun Arsen selalu beralasan sibuk. Baru minggu lalu pria itu akhirnya berjanji akan datang ke pesta ulang tahun Ara.

"Mau dimulai kapan, Mbak? MC-nya nanyain, tuh."

Farel menyenggol lengan Anye.

"Sebentar nunggu Arsen dulu. Ara dari kemarin udah semangat bilang ayahnya mau datang."

Farel hanya mengangguk meski dalam hatinya tengah julid. Berdasarkan hemat Farel, sebenarnya Anyelah yang lebih excited akan kehadiran Arsen. Sikap Anye memang tampak tidak peduli, namun bagaimana mata Anye berbinar tiap membicarakan Arsen yang akan datang membuat Farel menyimpulkan hal lain.

"Itu mobilnya Dafi udah datang," ujar Anye membuat Farel menoleh.

Di parkiran kafe, sebuah mobil hitam terparkir di bagian kiri. Tidak lama kemudian, pintu-pintu mobil terbuka dan beberapa orang keluar dari sana. Anye tersenyum sampai akhirnya menyadari jika hanya ada empat orang yang keluar dari sana.

"Rafa!"

Ara yang semula sibuk bermain mandi bola langsung berlari menghampiri Rafa. Kedua bocah itu berpelukan setelah sekian lama tidak bertemu. Anye menatap mobil, harap-harap jika ada orang lain keluar dari sana.

"Ini adiknya Rafa, ya?" tanya Ara antusias. Ara memegang lengan bayi yang digendong oleh Citra.

"Iya, Ara, namanya Karin."

"Wah! Adiknya lucu, ya!"

Ara meremas jari-jari gembul Karin. Bocah itu kemudian menoleh ke Dafi.

"Papa mana, Om?"

Dafi yang ditanya hanya tersenyum. Dia lalu menyerahkan sebuah kado berukuran cukup besar pada Ara.

"Ini kado dari papa. Katanya, papa sayang banget sama Ara dan berdoa supaya Ara bisa jadi anak yang baik."

"Mas Arsen nggak datang?" tanya Anye.

"Iya, Nye. Hari ini tiba-tiba aja ada meeting sama klien penting. Dia juga minta maaf soalnya nggak bisa datang."

Fam-ilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang