41. Urgensi

41.9K 5.5K 360
                                    

"Makasih," ucap Ara pada Rafa yang menyerahkan segelas minuman ke padanya.

"Mama apa kabar, Ra?" tanya Dafi.

"Mama baik, Om. Sibuk kerja kayak biasanya, tapi sehat."

"Om kamu? Adiknya mama kamu siapa namanya?"

"Om Farel? Om Farel sekarang tinggal di Berlin, Om. Dia nikah sama orang sana. Kata Om Farel itu teman kuliahnya dulu."

"Oh, Farel udah nikah. Udah punya anak?"

Ara mengangguk.

"Udah, namanya Evelyn sama Rio."

Dafi mengangguk mendengar cerita Ara. Ara ternyata sudah sangat berubah. Selain fisiknya yang kini jadi remaja, Ara juga tampak lebih percaya diri. Dafi ingat jika dulu Ara termasuk pemalu dan tidak banyak bicara kecuali pada orang-orang yang memang dekat dengannya.

"Kamu kenapa nggak pernah bilang kalau satu sekolah sama Ara?"

"Rafa juga baru tahu tadi. Satu angkatanku kan anaknya banyak, nggak mungkin aku bisa langsung kenal semuanya. Iya, kan?"

Ara tersenyum dan mengangguk.

"Ara juga baru tahu tadi kalau Rafa sekolah di sana."

"Harusnya kita tahu dari awal, ya, Ra. Kalau gitu kan aku semangat sekolahnya."

"Rafa sekarang nakal banget. Kamu jangan dekat-dekat Rafa, takut ketularan nakal."

"Papa apa-apaan, sih?"

Ara tertawa kecil mendengar pertengkaran ayah dan anak itu.

"Ara kemarin udah sempat ketemu papa, ya?"

"Om Arsen?" tanya Rafa yang dijawab Dafi dengan anggukan.

"Dua mingguan yang lalu."

"Baru dua minggu yang lalu?" Dafi melirik tajam ke Rafa. "Baru dua minggu mama dipanggil ke sekolah, terus sekarang papa dipanggil lagi? Kamu tuh emang kelewatan."

Rafa memutar bola mata kesal mendengar omelan Dafi yang tidak berhenti dari tadi. Dafi menoleh kembali ke Ara.

"Kata Arsen kamu langsung pergi, ya? Kok nggak ngobrol dulu sama papa? Padahal papa nyariin, lho."

Gerakan Ara mengunyah chicken strip berubah memelan. Arsen mencarinya?

"Nggak, Om, takut ganggu papa sama anaknya."

"Anaknya Om Arsen?"

Rafa memberi tatapan bingung ke Dafi.

"Anaknya Om Arsen selain Ara siapa, Pa?"

Dafi tersenyum simpul. Dia tampaknya mulai bisa menghubungkan benang merah ini.

"Ara langsung pergi karena ngira papa lagi sama anaknya, ya?" Dafi tergelak, membuat Ara bingung. "Waktu itu, yang kamu lihat di supermarket sama papa kamu itu Karin adiknya Rafa."

Kalimat Dafi membuat air muka Ara berubah.

"Karin?"

Dafi mengangguk.

"Mungkin kamu lupa soalnya baru sekali ketemu sama Karin waktu dia bayi. Kemarin itu nggak ada yang bisa jemput Karin, makanya papa yang jemput sekalian diajak main."

"Jadi papa nggak punya anak lagi?"

"Nikah lagi aja belum, gimana mau punya anak?"

"Kalau Tante... Mamanya Ara namanya siapa, Pa?"

"Tante Anye."

"Kalau Tante Anye udah nikah lagi? Maksudnya kamu udah punya adik?"

Ara menggeleng.

Fam-ilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang