Arsen mengambil sebuah balok berwarna kuning dan menaruhnya di atas tumpukan balok lain. Kini tumpukan baloknya jauh lebih tinggi dari milik Ara. Ara melihatnya menekuk wajah.
"Yah... Punya Ara lebih pendek."
Arsen melirik Ara dan tersenyum tipis.
"Kalau gitu kamu taruh lagi, dong."
"Tapi nanti jatuh," ucap Ara yang berusaha menumpuk baloknya lagi.
Arsen membuat tumpukan baru. Tumpukan balok pertamanya sudah terlalu tinggi dan mustahil ditambah lagi.
"Red, yellow, emm... Turqus?"
Ara mengernyit melihat salah satu balok. Kegiatannya mengabsen balok-balok itu terhenti karena lupa nama warna salah satu balok.
"Turquoise, Ara," ujar Arsen meralat.
Ara menoleh ke Arsen.
"Oh iya, itu."
"Udah diajarin warna, ya, di sekolah? Biasanya cuma disebut hijau atau tosca aja, sih. Guru kamu yang ngasih tahu nama turquoise?"
Ara menggeleng.
"Kemarin dikasih tahu Om Farel. Kata Om Farel, baju yang Ara pakai kemarin warna turquoise," jawab Ara dengan sedikit tersendat saat menyebutkan warna hijau pirus itu.
"Oh, gitu."
Arsen bergerak mengambil balok yang lebih besar. Ia ingin membuat istana.
"Kemarin Ara ke tempat nenek Sari sama Mama sama Om Farel. Papa tahu?"
Arsen tidak merespons karena fokus pada baloknya.
"Ara main sama teman-teman. Terus kejar-kejaran sama Om Farel juga."
Tangan Arsen meletakkan balok panjanh untuk pilar.
"Om Farel dorongin ayunan Ara, terus Om Farel..."
"Ara!" Arsen memejamkan matanya sejenak untuk menahan diri. Meski sebenarnya percuma karena Ara telanjur kaget dengan sentakan Arsen. "Bisa nggak kamu berhenti ngomongin Om Farel? Kalau lagi sama papa jangan ngomongin orang lain. Nggak sopan."
Ara yang semula bermain balok dengan posisi tengkurap perlahan mendudukkan diri. Ia menunduk sambil memegang erat balok di tangannya.
Arsen menghela nafas dan berdiri. Gerakannya tak sengaja membuat susunan balok yang ia bangun roboh setengah.
"Kamu main sendiri aja nggak apa-apa, kan?"
Ara mengangguk pelan tanpa menoleh ke Arsen.
Arsen melangkah keluar dari kamar Ara dan menuju kamarnya sendiri. Anye tampak sedang menata pakaian ke almari saat Arsen masuk. Anye menelan ludah. Entah kenapa sejak kemarin rasanya Arsen mendiamkannya.
"Mas," panggil Anye membuat Arsen menoleh.
Anye menggantungkan jas Arsen ke almari. Ia lalu berjalan menghampiri Arsen. Tangan Arsen sibuk dengan arlojinya.
"Aku mau ngomong sesuatu sama kamu.
"Ngomong aja," ujar Arsen.
"Aku mau ngomong soal Farel..."
Ctak!
Anye terkesiap karena Arsen langsung meletakkan arlojinya begitu saja ke nakas. Arsen memejamkan mata dengan rahang mengeras. Anye sedikit mundur mendengar reaksi Arsen.
"Kenapa? Mau cerita soal kamu yang seneng-seneng sama dia di panti asuhan?"
Anye mengernyit.
"Kamu tahu dari mana?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Fam-ily
General FictionAlasan Arsen menikahi Anyelir adalah kehadiran bayi mungil yang masih merah itu. Jika tidak ada dia, mungkin Arsen telah melupakan Anye dan mencari perempuan lain. Namun Arsen lupa bahwa kehadirannya bukan hanya dibutuhkan di mata hukum. Arsen lupa...