Hai semuanya! Terima kasih udah ngasih banyak cinta buat cerita ini!
Sebelumnya aku mau ngomong, maaf banget kalau aku update lama dan kalian ngerasa alurnya muter-muter, bosenin, atau apapun itu.
It's okay kalau kalian mau berhenti baca karena ngerasa cerita ini udah nggak jelas. Karena at the end of the day aku nggak bakal bisa muasin semua orang.
Aku bikin cerita ini murni karena punya ide dan mau berbagi kisah keluarga ini ke kalian (bahkan dulu bener-bener nggak aku update sama sekali). Aku happy kalau ternyata ada yang enjoy dan suka, pun mau meluangkan waktu buat baca. Kalau kalian ngerasa makin ke sini alurnya nggak enak dibaca aku sangat nggak apa-apa. Nggak ada pemaksaan buat terus baca. Kan emang wattpad ini buat hiburan. Kalau jatuhnya nggak enjoy nggak perlu dibaca.
Happy reading semuanya ☺
***
"Bisa nggak aku jaga Ara? Serius, Sen? Berani kamu nanya gitu ke aku?"
Dada Anye naik turun menahan amarah. Matanya menatap tajam ke Arsen yang melayangkan pertanyaan paling tidak masuk akal itu. Arsen sendiri diam dengan wajah terkejut. Pipinya terasa panas karena tamparan Anye.
"Kalau aku nggak bisa jagain Ara, kamu pikir Ara bisa sampai segede ini?"
Ara yang ditunjuk Anye melangkah mundur.
"Mama..."
Anye menghela nafas guna meredakan amarahnya. Tapi percuma, ada banyak kata yang meluap dan ingin dia lontarkan untuk Arsen.
"Kamu sendiri bisa nggak jagain Ara? Oh, salah. Kamu pernah nggak jagain dia? Hm? Kamu aja selama ini lepas tangan, kan? Kamu kasih Ara uang habis itu apa? Nggak ada sama sekali. Kamu kabur dari tanggung jawab kamu dan sekarang bisa ngatain aku kayak gitu?"
"Nye, udah."
Giliran Dafi yang menarik lengan Anye mundur. Dafi tidak mau pertengkaran ini jadi semakin besar ketika ada Rafa dan Ara di sini.
"Aku belum selesai, Daf. Temen kamu ini..." Anye menahan isakan yang hampir keluar dari mulutnya. "Aku nikah sama kamu biar Ara nggak bernasib sama kayak aku, tapi nyatanya apa? Bertahun-tahun Ara ngerasa kalau sikap kamu itu karena dia."
"Nye, aku cuma khawatir sama..."
"Aku juga khawatir!" Anye tidak kuasa lagi menahan air matanya. "Kamu pernah nggak, malam-malam lari sambil gendong anak sembilan tahun karena dia demam dan mobil kamu macet di tengah jalan? Pernah, nggak? Nggak pernah, kan? Jangan kamu kira rasa khawatir kamu ke Ara lebih besar dan kamu ngerasa paling bener di sini.
Izin? Izin kamu buat ngambil keputusan soal Ara? Emangnya udah ngelakuin apa buat dia?"
Arsen menggeleng pelan. Dia menoleh ke Ara dan mendapati putrinya itu tengah menatapnya dan Ara.
"Sorry, Nye."
"Kita pulang sekarang. Nye, maaf udah bikin keributan. Ayo."
Dafi yang dengan cepat memahami situasi langsung menarik Rafa dan Arsen. Arsen pun tidak memberi penolakan, ikut keluar bersama Dafi dan putranya itu.
Anye menghela nafas panjang melihat ketiga orang itu pergi dari rumahnya. Tangan Anye menyeka air mata yang sempat menetes dari matanya. Ia lantas menoleh ke Ara.
"Lain kali kalau pergi, ke mana pun itu, kamu harus ngomong. Jangan bikin orang khawatir, Kak. Ngerti?"
Ara mengangguk pelan. Dia hanya diam di tempat melihat ibunya berjalan ke arah kamar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fam-ily
General FictionAlasan Arsen menikahi Anyelir adalah kehadiran bayi mungil yang masih merah itu. Jika tidak ada dia, mungkin Arsen telah melupakan Anye dan mencari perempuan lain. Namun Arsen lupa bahwa kehadirannya bukan hanya dibutuhkan di mata hukum. Arsen lupa...