20. Kebetulan (f)

43.3K 4K 91
                                    

Sudah sebulan lebih Arsen berada di Jepang untuk urusan pekerjaan. Awalnya Arsen menolak tugas itu. Tapi bagaimana lagi, ayahnya sendiri yang memberi perintah.

Baru setengah jam yang lalu Arsen mendarat. Arsen memutuskan untuk sarapan sekalian dia gerai restoran di bandara. Dia sengaja tidak memanggil supir, jadi paling tidak perutnya harus terisi agar bisa sampai rumah dengan selamat.

Awalnya Arsen berencana untuk lekas pulang agar bisa beristirahat. Akan tetapi, pikiran dan tindakannya malah berbeda. Arsen membelokkan mobil di sebuah tikungan sebelum masuk tol. Arsen jelas tahu ke mana mobilnya melaju. Tapi logikanya mencoba menyangkal. Dia hanya akan lewat, tidak lebih.

"Ck! Bego!"

Arsen berdecak dan memukul kepalnya sendiri saat mobilnya menepi. Bagaimana lagi? Arsen sudah di sini. Tidak akan ada masalah jika dia mampir sebentar ke tempat yang memenuhi kepalanya sebulan terakhir.

Kini Arsen telah berada di lantai tempat kediaman Anye berada. Arsen berdiam diri, tak segera mengetuk pintu. Dia berdehem untuk menghilangkan suara serak di pagi hari.

Beberapa kali mengetuk, Arsen tak kunjung mendapat respons. Anye tidak membukakan pintu. Sekadar suara pun tidak Arsen dengar. Apa jangan-jangan Anye tidak ada di rumah?

Arsen melirik ke pengunci digital di pintu Anye. Anye sempat memberitahu Arsen nomor sandinya. Tapi Arsen tidak yakin jika nomornya masih sama.

Setelah beberapa saat ragu, Arsen akhirnya menekan beberapa angka di sana. Berhasil. Nomor sandi apartemen Anye masih sama seperti terakhir Arsen ke sini. Arsen berdecan pelan. Bagaimana mungkin Anye tidak mengganti kata sandinya setelah memberitahu pada orang lain?

Arsen masuk ke apartemen Anye. Tidak banyak yang berubah. Posisi barang-barang masih sama seperti tempo hari. Hanya saja terasa lebih sempit karena ada sebuah boks bayi di dekat jendela besar. Arsen mendekati boks bayi itu. Kenapa Anye menaruhnya di sini? Apa bayinya tidak akan kepanasan saat siang hari?

Arsen hendak berjalan ke kamar mandi, namun dia malah nyaris terpeleset. Dahinya berkerut saat melihat sedikit air di lantai. Anye benar-benar ceroboh. Harusnya Anye tahu jika air ini bisa membuatnya terpeleset kapan saja. Jangankan terpeleset, melihat Anye naik tangga dengan perut besarnya saja membuat Arsen cukup merasa ngeri.

Arsen kemudian yakin jika apartemen ini kosong setelah mengecek kamar mandi. Apa Anye telah berangkat bekerja? Arsen melirik ke jendela. Harusnya kantor Anye ada di sekitar sini. Arsen tinggal mencari event organizer di sana.

Pria itu berdecak untuk sekian kalinya. Dia bisa saja langsung pulang sekarang. Haruskah dia mencari Anye? Tapi untuk apa juga? Toh dia dan Anye tidak ada hubungan apapun sekarang.

"Sialan!"

Arsen mengacak rambutnya frustasi. Ia lalu melangkah keluar dari apartemen. Arsen akan mengecek ke kantor Anye. Cukup memastikan jika perempuan itu ada, lalu setelah itu Arsen akan pulang. Cukup begitu, tidak lebih.

Saat Arsen menyusuri jalan dekat apartemen, hanya ada satu papan nama event organizer. Kemungkinan besar Anye bekerja di situ. Arsen mendekat ke bangunan dua lantai itu.

Tampaknya kantor ini masih tutup. Pintu depan hanya terbuka setengah dan keadaan di dalam sepi. Arsen berusaha melongok untuk melihat apakah ada Anye di dalam. Saat Arsen sedang melakukan itu, seorang perempuan keluar dari kantor.

"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya perempuan itu.

Arsen mengelus lehernya. Dia menimbang apakah dia harus bertanya soal Anye.

"Pak? Mau bikin acara? Mau masuk dulu?"

"Nggak, saya mau cari orang."

"Cari siapa, ya?"

Fam-ilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang