Abizar menyapu seluruh benda diatas meja dengan tangannya hingga berjatuhan diatas lantai dan beberapa benda yang terbuat dari kaca peca, dan pecahan tersebut berserakan dilantai.
Tidak hanya sampai disitu, kaca rias dikamarnya juga menjadi korban pelampiasan kemarahan Abizar. Lelaki itu menonjok kaca itu dengan tangan kosong hingga retak dan tangannya berdarah. Namun rasa sakit atau hanya sekedar perih tidak lelaki itu rasakan meskipun darah segar terus bercucuran dari tangannya.
Abizar marah, tentu. Pada sebuah surat undangan yang kini menjadi robekan kertas kecil, yang Geri berikan padanya dirumah sakit pagi tadi.
Seharusnya dari dulu Abizar mengatakan pada Geri jika ia mencintai kekasih lelaki itu dan dengan terang-terangan mengajaknya bersaing secara jantan. Bukan berdiam seperti pengecut dan menerima semuanya dengan lapang dada. Abizar tidak sebaik itu.
Abizar bisa saja mendapatkan Gea jika ia tidak menikahi Nadine. Seharusnya Abizar sudah berusaha merebut Gea sejak dulu, sebelum Abizar menikahi Nadine.
"AAAAAAAAAAA!" Teriak lelaki itu kuat. Tak peduli jika tetangganya merasa terganggu atau papanya yang khawatir.
Pintu kamar Abizar terbuka tepat setelah lelaki itu berteriak dengan keras. Nadine menatap seberapa kacaunya kamar suaminya itu dan hanya hembusan kasar yang gadis itu keluarkan.
Tidak ambil pusing apa yang Abizar sebabkan, Nadine berjalan kebelakang pintu dan mengambil beberapa baju kotor lelaki itu untuk ia cuci
Melihat Nadine membuat kepala Abizar mendidih. Lelaki itu merasa masalahnya bertambah hanya melihat Nadine yang bahkan diam saja.
Akhirnya dengan langkah lebar Abizar mendekati sang istri dan menjudutkannya dengan tangan yang ia tempatkan pada leher sang istri.
Nadine tersentak saat tubuhnya dengan tiba-tiba Abizar hempaskan pada dinding cukup kuat dan mencekik gadis itu.
Nadine terbatuk-batuk dan menepuk lengan Abizar, berusaha menghempaskan tangan kekar itu dilehernya karena ia mulai kesusahan bernapas.
"Siapa yang lo temuin kemaren?" Tanya Abizar marah, matanya memerah memandang Nadine dengan sangat dingin
Wajah Nadine memerah karena pasokan oksigen semakin menipis diparu-parunya. Kerongkongannya terasa sakit dan akhirnya matanya mengeluarkan air mata yang mengalir langsung pada lengan Abizar yang masih mencekiknya. Melihat sesuatu yang mengalir ditangannya membuat Abizar melepaskan tangannya dan membiarkan istrinya itu bernapas.
Nadine terbatuk-batuk dengan menepuk dadanya sendiri berulang-ulang, berusaha menormalkan kembali deru napasnya agar kembali normal.
"Siapa yang lo temuin kemaren?" Tanya Abizar masih mengintimidasi
Nadine menatapnya tajam "Cuma karena cewek yang lo suka itu tunangan, bukan berarti lo bisa lampiasin semua ini ke istri lo. Kalo mau jadi duda cerein aja gue."
"Siapa yang lo temuin kemaren?"
"Bukan siapa-siapa"
"Pacar lo?"
Nadine manatap Abizar lama, hingga lelaki itu berdecih hina "Lo gak berubah ternyata. Masih murahan."
"Kenapa? Cuma karena lo kepala keluarga lo boleh memuja cewek lain sedangkan gue gak boleh jalan sama cowok lain?"
"Berani banget lo ngomong kek gitu!" Geram Abizar
"Emang kapan gue keliatan pemalu didepan lo?"
Abizar semakin menggeram marah "Jadi dia pacar lo?"
"Iya. Kenapa? Lo gak suka?" Tanya Nadine tenang "Lo bisa tinggalin gue kalo gak bisa terima gue yang suka sama cowok lain." Ujar Nadine membalik ucapan Abizar yang pernah lelaki itu utarakan padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[BUKAN] Couple Goals 2
Teen FictionSequel [Bukan] Couple Goals "Lo kenapa sih marah-marah mulu?" "Hormon" "Hello, lo tiap hari marah-marah, itu haid apa pendarahan?" Seru Geri pelan Gea nyengir "Lo kan tau, gue sambil berak aja bisa kerja" "Bukan berak, tapi pup" koreksi Geri "Apa be...