8. Minggu(2)

733 149 9
                                    

Matahari begitu terik hari ini, panas. Yah teramat panas di sini. Dalam kondisi macet dan membawa dua adik gembil yang baru saja meminta untuk di belikan ice cream di supermarket depan berakhir menjadi bencana bagi Fiki.

"Astaga, perasaan tadi biasa ajah kenapa pas balik macet sih?"

"Bang ... panas," rengek Ghina adik terkecil Fiki.

"Aduhhh iyah bentar yah, ini abang jga kepanasan nih."

"Ice cream nya cair nih bang," Ami yang duduk di belakang berujar.

Fiki menggaruk kepalanya. Pusing memang, "iyah iyah ... sabar dulu yah. Bentar lagi nyampe ko."

"Yah abang ... paanas ... " Ghina lagi lagi merengek.

"Kan abang udah bilang tadi Ghina di rumah ajah, biar abang yang beliin."

"Abangg ... ."

Entah dosa apa Fiki sehingga hari ini ia harus di beri ujian seperti ini.

"Ini ada apa sih di depan, ko sampe macet banget gini," gumam nya kesal sendiri.

Yah cukup lama Fiki terjebak macet di sini, hampir 15 menit di atas motor dengan kedua adik nya yang terus merengek.

Ia sudah duga dari awal, bukan hal yang bagus ketika dia harus di tinggal dengan kedua adik nya ini. Mamah nya menitipkan kedua adik nya itu karena ia harus pergi ke suatu tempat dan harus juga di antar oleh papah.

Jadilah Fiki pengasuh dadakan.

Usia adik-adik nya yang terbilang sangat jauh membuat ia harus ekstra sabar menjaga dan memperhatikan mereka.

Rewel setiap saat, bandel, gak mau di atur. Haaaa itu membuat Fiki frustasi sendiri.

"Ghina, gapapa yah. Ice cream nya tetep enak ko walaupun udah cair," ujar Fiki sambil menyendok ice cream itu dan memakanya, mencoba membuat adik nya percaya.

Kini mereka sudah sampai di rumah, mengakhiri penderitaan Fiki yang sebenarnya belum seutuh nya berakhir.

"Gak mau, aku mau nya yang dingin!!! hueeeee," tangis Ghina semakin kencang.

"Eh liatin deh, abang Ami ajah mau. Iyah kan bang? Enak yah bang?" Tanya Fiki pada adik nya yang lain.

Ami mengangguk. Memang lebih mudah mengurus Ami karena memang ia lebih penurut dari Ghina.

"Huaaaa gak mau!"

"Mau yang dingin!"

Fiki sudah putus asa, entah apalagi yang bisa membujuk adik bungsu nya ini.

Di kala pikiran nya yang buntu dengan adiknya yang masih menangis kencang, sesosok Zweitson tiba-tiba muncul dalam pikiranya.

"Kenapa gak dari tadi," gumam nya pada diri sendiri.

Kini Fiki sudah menghubungi Zweitson dengan memintanya membelikan ice cream yang baru untuk Ghina.

Tak butuh waktu lama, kini Zweitson sudah hadir membawa apa yang Ghina mau, bahkan lebih dari yang Ghina mau. Dengan di antar oleh supir pribadi keluarga nya kini Zweitson berujar dengan riang.

"Siapa yang mau ice cream?"

Sontak Ghina yang dari tadi sudah mendambakanya pun berlari dan mengambil besek yang Soni bawa.

"Yeayyy ka Soni bawa jajan," Ami juga ikut bergembira.

Yah bukan kali pertama nya Zweitson bertemu dengan adik adik dari sahabat nya itu, jadi tak heran jika mereka sudah akrab dengan nya.

Suatu Hari Nanti || UN1TY [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang