57. menjaga

377 98 45
                                    

Seharian sudah Farhan hanya tertidur di ranjang nya. Berteman dengan selimut yang setia membalut nya.

Mata yang sudah membengkak dengan jejak air mata yang sudah memenuhi pipi nya.

Pria itu kini terpejam dengan tenang di sana, merehatkan sejenak raga nya yang terasa begitu lelah. Menyisihkan rasa pusing yang kepala nya tanggung sejak pagi tadi.

"Bang … " panggil Mami nya dari luar kamar.

Ia teramat menyesal atas kekecewaan Farhan saat ini. Apa yang ia tutupi kini telah terbongkar dengan sendirinya oleh Farhan.

Memberikan kesempatan ke dua bagi Ayah dari anak-anak nya itu mungkin memanglah sesuatu yang teramat berat untuk ia ambil.

Tapi ia juga tak ingin menjadi ibu yang egois yang selalu membuat Farhan bertanya siapa ayah nya.

Jujur ia sendiri masih bingung, dari mana Farhan mengetahui tentang sang Ayah bahkan tentang masalah nya dengan sang Ayah?

Padahal, hampir 17 tahun ini ia tak pernha melihat rupa sang Ayah, dan juga ia selalu menutupi segala kesalahan ayah dari Farhan itu.

Tapi yang ia heran, Farhan mengetahui semua nya.

Bahkan Farhan sampai memperhatikan dirinya yang selalu menangis di setiap malam di setiap kali Farhan menanyakan tentang ayah nya saat Farhan masih kecil.

Seharusnya ia tau dan sadar akan perubahan Farhan yang mulai terbiasa tanpa menanyakan sosok sang Ayah lagi. Yang secara tiba-tiba minta di panggil abang, dan selalu bersikap bak seorang yang akan selalu menjaga keluarga nya.

Kenapa ia tak pernah menyadari itu semua.

"Bang … " panggil nya lagi, tapi kali ini dengan isakan.

Sinta yang melihat jelas Mamah nya menangis di sana ikut mengiba.

"Mah, biar Sinta yang bujuk Farhan." Sinta berujar tanpa mau menatap mata sang Mamah.

Mamah mengerti jika Sinta sama kecewa nya seperti Farhan.

Mamah mengangguk lalu berujar, "Mamah minta maaf yah sayang."

Sinta tak menjawab ucapan sang mamah, ia hanya mengangguk.

Jujur Mamah pun merasa serba salah di sini, ia hanya ingin menjadi ibu terbaik untuk kedua anak nya. Tapi nyatanya, saat ini ia gagal. Ia melihat kedua anak nya ini merasa kecewa terhadap nya.

"Mamah tunggu di bawah ajah. Biar Sinta yang bujuk Farhan buat makan."

Mamah nya kini menghela nafas. Ia mengangguk sejenak, lalu berlalu mengikuti ucapan Sinta untuk menunggu di bawah.

Setelah sang Mamah beranjak, kini Sinta mulai mengetuk pelan pintu sang adik.

"Bang … " panggil nya.

Tak ada jawaban dari dalam.

Sinta mencoba mengayunkan gagang pintu itu.

Ceklek.

Ternyata pintu itu tak terkunci sama sekali.

Kini Sinta beranjak masuk, mendapati adik bungsu nya yang kini terlelap dengan tenang di sana.

Sinta terduduk di pinggiran kasur. Air mata nya meleleh saat melihat keadaan adik bungsu nya itu yang kini seakan sangat lemah.

Sinta mengelus lembut rambut Farhan. Mencoba membangunkan sang adik.

"Bang … abang belum makan, makan dulu yuk." Sinta berujar begitu lembut.

Tak biasanya Sinta bersikap seperti ini, biasanya saat berbicara dengan Farhan ia selalu menggunakan bentakan juga ocehan kesal.

Suatu Hari Nanti || UN1TY [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang