63.prioritas utama.

459 121 48
                                    

Kabar mengenai meninggal nya Ghina sudah tersebar di grup chat mereka yang bernama, "💓Bujang-bujang penuh cinta💓"

Dan secepat kilat tanpa ada alasan apapun kini semua orang sudah berkumpul di rumah Fiki.

Tak terkecuali dengan Aji, Fenly juga Shandy. Terlepas dari hubungan mereka yang merenggang saat ini, tak menjadi alasan untuk memprioritaskan persahabatan mereka.

"Fik … Son … kalian yang sabar yah," ujar Ricky menenangkan keduanya.

Fiki mengangguk, air mata nya kian mengering. Seakan mata nya kini tak lagi kuat mengeluarkan air mata itu.

Rasa pusing pun kian menjalar akibat menangis yang berlebihan.

"Gue gak nyangka Ghina bisa pergi secepet itu." Zweitson masih dengan isakan nya.

"Son … Ghina pasti udah bahagia di sana." Ricky masih mencoba menenangkan.

Zweitson terpejam, masih teringat wajah polos Ghina yang selalu memberikan kehangatan pada nya.

Ia tahu, dia bukanlah siapa-siapa untuk Ghina. Tapi sungguh, Ghina masihlah segala nya dalam hati Zweitson.

Sejak tadi, pandangan Shandy hanya berfokus pada Fiki yang hanya terdiam tanpa mau bicara bahkan dengan tatapan yang terlihat begitu kosong, ia yakin jika Fiki saat ini tengah menyimpan sesuatu yang berat dalam hati nya.

Shandy mendekat ke arah Fiki lalu mengelus lembut bahu nya, "Sabar yah Fik."

Fiki mendongak lalu tersenyum tipis ke arah Shandy, "Allah emang lebih sayang sama Ghina bang … makanya Dia sekarang ambil Ghina dari gue yang gak pernah sayang sama Ghina."

Semua tatapan kini terarah pada Fiki yang mulai mau berbicara.

Bahkan Zweitson sudah merangkul erat bahu Fiki. Ia tau Fiki lebih hancur dari nya saat ini.

"Fik … lo gak boleh ngomong kaya gitu, gue tau lo sayang banget sama Ghina." Zweitson menguatkan.

"Gak ada satu kaka pun yang gak sayang sama adik nya. Gue yakin itu, lo cuma masih belum sadar kalo lo itu sayang banget sama dia," jelas Shandy.

Fiki menggeleng, air mata nya lagi-lagi meleh, "Gue gak pernah sayang sama dia! Selama dia hidup gue selalu berharap gue bisa terbebas dari dia! Dan sekarang Allah malah kabulin dengan cara kaya gini, padahal yang gue mau bukan yang kaya gini bang … bukan!!"

Shandy menarik Fiki dalam pelukan nya, mencoba menenangkan pria itu dengan mengelus bahu nya dengan lembut.

Zweitson pun mengelus punggung Fiki, mencoba menyalurkan kekuatan agar Fiki merasa tenang.

"Gue ngerti ko Fik, lo pasti gak pernah mau hal ini terjadi." Shandy berujar.

Yang lain hanya bisa terdiam. Melihat seorang Fiki yang ceria, hari ini harus bersedih. Nampak raut hancur nya saat ini.

Mata yang sedikit membengkak dengan senyum yang tak lagi semurah biasanya.

"Apa Ghina pergi gara-gara dia tau kalo gue gak pernah suka sama dia? Jadi dia milih pergi ninggalin gue yah bang? Ghina pasti benci banget yah bang punya abang kaya gue!!"

Shandy mengeratkan pelukan nya, ia jelas tau bagaimana rasa nya di tinggal orang yang ia sayang, terlebih keluarga terdekat. Dua kali Shandy merasakan ini, jelas ia tahu bagaimana rasanya.

"Lo gak bisa nyalahin diri lo sendiri Fik, ini udah takdir. Kita gak bisa ngelawan takdir."

Fiki semakin terisak di pelukan Shandy.

Rasanya pelukan Shandy saat ini terasa begitu nyaman untuk ia mengeluarkan segala emosi juga apa yang ia rasakan saat ini.

"Penyesalan emang dateng belakangan Fik. Karena itu kita harus hargai apa yang ada dalam hidup kita, sebelum kita nyesel pada akhir nya."

Suatu Hari Nanti || UN1TY [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang