#8. Adults

288 31 2
                                    

"I am exhausted lately. From feeling totally empty to feeling everything at once."

H . O . M . E ≈

.
.
.

Malam ini sedikit berbeda dari beberapa hari sebelumnya dengan empat orang yang berada di garis dewasa, duduk di ruang tengah usai seluruh kaum muda memilih untuk beristirahat di kamar masing-masing.

Tampak Tiffany berada di tengah antara Irene dan Yuri sedangkan Jessica duduk di sofa solo dekat mereka; sama-sama memegang segelas minuman hangat.

"Aaa, tiff, udah lama banget pengen ketemu kamu deh..."

Sekilas Jessica tersenyum. Persis seperti Irene yang menyeringai kecil sebelum balik menatap dinding kaca di sebelahnya yang menampakkan kegelapan halaman belakang serta pantulan cahaya bintang di air kolam renang.

Sedikit berbeda dengan ketika kaum dewasa lain yang tertawa bersama kala Tiffany serta Jessica menggoda Yuri tentang seseorang yang sedang dekat dengannya, Irene justru menumpu dagu sambil tak bosan menyorotkan mata ke arah luar; tengah berpikir dalam mengenai aksinya beberapa saat lalu nan ternyata dapat mengganggu perasaan sampai sejauh ini.

Ada sesuatu yang mengusik relung Irene semenjak Tiffany menghentikannya untuk berkomentar tentang masalah Moonbyul; membawanya ke pikiran negatif seperti dirinya biasanya.

Lantas ketika semua terasa telah begitu banyak memenuhi dadanya, Irene tahu-tahu bangkit dari duduknya, meninggalkan ketiga perempuan yang lahir di tahun yang sama tersebut usai berucap, "Aku ke kamar duluan ya, Kak.".

Tiffany diam-diam menyadarinya; bahwa ada yang salah dengan aura Irene. Ada yang berubah. Namun memikirkan bila satu-satunya yang Irene butuhkan adalah kesendirian untuk berpikir, Tiffany lebih memberatkan keputusan untuk tetap di posisi, merelakan Yuri bergelayut di lengannya.

"Anak-anak asik banget ya ternyata. Coba aja aku pindah dari kemarin-kemarin.", Ujar Yuri secara mendadak setelah menyamankan kepala di pundak Tiffany.

"Iya ih, asik banget. Sayangnya aku nggak punya banyak waktu buat sering-sering sama mereka. Lembur teruss...", Kali ini giliran Jessica yang menceletuk sembari mengulurkan tangan ke toples keripik singkong diatas meja depannya.

Lain dari keduanya, Tiffany justru terdiam. Ia hanya tidak terbiasa mengambil kesimpulan terlalu cepat. Banyak hal yang harus diamati terlebih dulu sebelum melompat pada sebuah resultan.

Ia suka menjadi pengamat di lingkungan baru dan itu berarti Ia masih tidak berani mengatakan apapun tentang mereka. Tidak sebelum Ia dapat menggali isi pikiran masing-masing dari mereka atau setidaknya mengenali bagaimana diri mereka yang sebenarnya.

Terbukti dari bagaimana Tiffany mengakuhkan topik mereka, jelas Ia ingin terlepas sejenak dari masalah teman-teman satu atapnya.

"Gimana kerjaan, Yul, Jes?"

Dan senyuman sendu yang terkesan mengerti serta tulus dari bibir Tiffany menunjukkan bahwa Ia puas usai menyadari bahwa pengalihannya total berhasil.

"Lumayan sih,"

"Ah capekk... Berangkat pagi pulang malem."

• × •

Melarikan diri dari tiga orang yang pikirannya Irene asumsikan lebih dewasa darinya, sesungguhnya justru membuat dia terfokus pada isi kepalanya sendiri yang telah penuh oleh substansi tak berarti.

Itu pun sebenarnya tak terlalu baik untuk dilakukan mengingat Ia hanya akan memberi tekanan pada diri sendiri.

Lantas entah harus mengeluh atau bersyukur kala Ia melirik ke lantas atas dan matanya menangkap Wheein tengah berdiri di depan kamar Moonbyul nan terdapat sedikit celah terbuka, yang pasti kakinya secara reflek berbelok menuju tangga; tak dapat menahan diri untuk memeriksa keadaan anak satu itu mengingat dia merupakan satu-satunya yang terlihat sering diam selain Moonbyul akhir-akhir ini.

"Hey, you okay?"

Irene dapat mendeteksi dengan jelas bahwa mata Wheein menunjukkan kepanikan yang terpampang begitu jelas seolah tak mengharapkan keberadaan sosok lain disekitarnya; seolah Ia tengah tertangkap basah melakukan suatu hal yang salah.

Lalu ketika suara tawa sahut menyahut tiba-tiba menyusup keluar dari celah hingga sukses tersampaikan ke indra pendengaran, Irene mulai mengerti apa yang sedang Wheein lakukan.

"Kenapa nggak masuk?"

Alih-alih mendapatkan jawaban, Irene justru menerima gestur memainkan jari serta tundukan gugup dari figur muda di hadapan.

Memikirkan bahwa Irene adalah salah satu yang bisa menjadi jembatan atas kedekatan seluruh anggota di rumah ini mengingat dirinyalah yang mengumpulkan mereka, Irene secara tak ragu langsung mendorong keras pintu Moonbyul hingga empat gadis nan terlihat sedang duduk diatas karpet sebelah kasur, menoleh secara bersamaan, menghentikan tawa mereka.

"Hey, gabung dong..."

"Iya, Kak, Whee... Sini siniii... Kita lagi ngomongin seberapa gak tau malunya ni anak satu nih..."

Sahutan cepat Moonbyul disusul gerakan menunjuk Wendy nan membalasnya dengan melempar bantal kecil ke muka Moonbyul, Irene anggap sebagai kalimat sambutan serta ijin yang memperbolehkan dirinya maupun Wheein untuk bergabung.

Ada sedikit keragu-raguan di tatapan Wheein. Barangkali itu juga menjadi alasan mengapa tangan Irene tergerak untuk mengusap punggung Wheein sambil mendorongnya perlahan untuk secara tak langsung memerintahkan dia agar segera berbaur.

Setelah memastikan Wheein duduk tenang di sisi Wendy tanpa ada rasa tak nyaman, Irene sempat meluangkan beberapa detiknya untuk mengintip ke bawah dimana ketika orang lain masih berada dibawah aura pembicaraan yang sedikit berbeda.

Mungkin untuk sekarang yang Irene butuhkan bukan kesendirian melainkan hiburan. Maka Ia secara perlahan ikut melangkah masuk sebelum menutup pintu kamar Moonbyul yang beberapa saat setelahnya hanya berisi tawa dan canda.

"OANJENG.."

.
.
.

≈ H . O . M . E ≈

Regards
- E

Home ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang