#28. Quiet

167 18 1
                                        

"Times may have changed, but there are some things that are always with us. Loneliness is one of them." - Laurie Graham

≈ H . O . M . E ≈

.
.
Written and Collabed by: aesvelvet
.
.

Sudah cukup lama kesembilan gadis ini tinggal di satu atap yang sama. Rasanya terlalu nyaman sampai ada saat dimana mereka lupa bahwa disini mereka sama sekali tidak memiliki hubungan darah antara satu sama lain.

Ada satu faktor yang memperkuat ikatan pertemanan mereka. Datang dari berbagai generasi, tentu saja mereka berbeda dengan caranya, namun tetap saling melengkapi.

Yang dewasa selalu ada ketika yang muda mencari tempat untuk berkeluh kesah.

Yang sebaya juga selalu bisa dijadikan teman dalam situasi apapun. Lalu yang muda pun terus bisa mencairkan suasana muram yang berkeliaran disekitar mereka.

Kerusuhan selalu datang mewarnai hari hari mereka. Hanya sebatas candaan yang biasanya dianggap angin lalu namun tak jarang sepatah dua patah kata yang terlontar juga bisa memancing pertengkaran diantara mereka.

Layaknya saudari perempuan yang memiliki emosional halus namun serius, mereka akan berakhir dengan mengacuhkan salah satu orang yang ada. Meski itu pun tak pernah berlangsung lama.

Setelah obrolan pada malam hari ini usai, mereka meninggalkan ruang tengah yang kini hanya diterangi oleh cahaya dari lampu dapur yang memang sengaja tidak pernah dimatikan saat hari sedang gelap.

Jam menunjukan pukul 01.00 dini hari. Rumah yang tadinya penuh kebisingan tiba tiba sepi saat para manusia terlelap pergi ke alam mimpi.

Mungkin Wheein bukan satu-satunya orang yang masih terjaga tapi dia juga tidak yakin ada orang lain yang sama sepertinya.

Alasan mengapa dia selalu tidur saat menjelang pagi bukan karena pikiran-pikiran negatif yang berkeliaran di kepalanya.

Tidak ada hal yang serius, hanya saja dia lebih tenang dan menikmati setiap detik malamnya meski terkadang dia sendiri tiba-tiba takut dengan bayangan menyeramkan yang otomatis memenuhi imajinasi.

Namun pada kesempatan kali ini, percakapan mengenai Irene yang dibahas oleh hampir seluruh anggota rumah berhasil menjadikan suasana hatinya jadi sedikit lebih emosional.

Wheein selalu berharap yang dewasa ada disini.

Meski pun masih ada Jessica, Tiffany atau Yuri, tapi tetap saja ada yang hilang ketika Irene pergi. Mungkin sebab Ia melihat Irene sebagai gadis dewasa yang 'termuda' dalam golongan para tetua, maka itu terasa cukup menyenangkan ketika menjadi seorang teman tapi juga tak pernah ragu untuk menyadarkan atau membuka pikiran yang lain.

Meski gadis lain sudah berusaha membujuk Irene untuk pulang dan menanyakan apa yang salah, apa yang terjadi padanya, atau apapun itu, satu-satunya yang Wheein tau tanpa perlu bertanya pada siapapun ialah bahwa Irene pasti sedang kembali bergulat dengan dirinya sendiri atas rasa salahnya.

Mungkin benar? Atau tidak?

Irene terlalu rumit. Bahkan gadis itu menyadari dirinya sendiri seperti itu.

Sedangkan Wheein bisa memahami orang lain tapi tidak tau bagaimana cara memberi pengertian yang tepat. Karena itu, dia seringkali membiarkan orang lain mengeluarkan suara, barulah Ia ikut angkat bicara.

Dan itu menjadi alasan kenapa dia hanya terus menerus bertanya kapan Irene akan kembali. Sampai di titik Ia tidak peduli pada waktu; kapan pun itu, dia hanya meminta Irene kembali bersama mereka disini.

Jam hampir menunjukan pukul 3, rasa kantuk belum juga datang. Wheein hanya menatap layar ponsel yang sama sekali tidak menarik. Mungkin jika ada Irene disisinya, dia akan merampas ponselnya secara paksa tak peduli bagaimana mereka berdua akan bertengkar nantinya.

"Kak Irene pake minggat segala.", Tukas nya kala dia berjalan menuju dapur untuk mengambil minum.

Dia pikir dia merupakan satu-satunya yang masih berkeliaran ditengah rumah. Namun nyatanya ada seorang perempuan yang baru saja terkejut akan kedatangannya.

"Ngagetin aja!", Gerutu Tiffany.

"Apaan si kak!", Sahut Wheein sedikit ketus pasalnya dia juga sama-sama terkejut dengan kehadiran Tiffany.

Setelah meneguk air, Ia kembali melirik Tiffany dari ujung matanya.

"Kak Irene kapan pulang?" Dari pada bertanya, kali ini nada bicara Wheein lebih mengarah pada mengeluh.

Dan entah apakah karena gadis itu selalu menanyakan hal yang sama kepada semua orang yang juga sama-sama tidak tahu kapan kembalinya Irene, atau karena Tiffany yang sudah sangat mengantuk, jadi bukan nya menjawab, dia terus berjalan seperti zombie.

"Ck, Tidur!" Sahut Tiffany pada Wheein sebelum akhirnya dia menutup pintu kamar.

.
.
.

≈ H . O . M . E ≈

Bakal ada satu titik nantinya dimana aku bakal jelasin sesuatu buat kalian, readers, yang kayak "Ini sebenernya alurnya kemana sih?". Tapi nggak sekarang.

I just wanna warn you kalo ini SEMI ONE-SHOT. Tiap chapter bakal selesai di chapter itu. Mungkin akan mempengaruhi chapter selanjutnya, mungkin juga engga. Tapi bukan kayak misteri yang harus baca sebelumnya buat ngerti keseluruhan ceritanya. So if you're looking for a well-organized story, then I'll confidently say kalo ini bukan cerita yang kalian cari hahahaha

Thanks.

Regards
- C

Home ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang