#31. Maddening

129 17 4
                                    

Tiga satu.
Hahahah... Secepet itu dan sesemangat itu aku nulis. Special thanks buat yang collab-in home di chapter sebelumnya. Makasih udh bantuin ngebanyakin chapter home hahahaha... :v

.

"The magic thing about home is that it feels good to leave, and it feels even better to come back."

≈ H . O . M . E ≈

.
.
.

Sedikit menakutkan menemukan seorang perempuan berdiri di depan sebuah pintu megah tanpa melakukan apapun; hanya diam berdiri menatap satu titik tak pasti dengan pandangan kosong seperti sedang dirasuki.

Meski begitu, setidaknya koper ukuran medium di sisi kiri tubuhnya nan terbalut pakaian bergaya kasual layaknya dirinya biasanya, cukup sukses mengubah situasi mencurigakan menjadi sedikit mudah dipahami.

Jam sederhana yang melingkar di pergelangan tangan terang kecoklatan kanannya bahkan tidak malu-malu menamparkan kenyataan bahwa waktu masih belum dapat dikatakan sebagai malam meski juga telah melewati batas siang.

18.58

Irene sendiri masih tetap mencoba mengumpulkan seluruh kesadarannya demi menemukan jawaban akan mengapa Ia sungguh rela meninggalkan tanah kelahiran di teriknya siang, hanya supaya bisa mencapai tempat Ia berdiri saat ini sebelum matahari sepenuhnya bersembunyi.

Tentu Ia tak membawa kunci hunian itu mengingat Ia memang berniat untuk pergi dan tak kembali, sebelumnya.

Tolol banget, batinnya.

Bukan tentang besi bergerigi yang digunakan untuk membuka slot pintu, diam-diam relung Irene sudah membelokkan topiknya ke arah yang barangkali siapapun telah ketahui; selalu dan akan terus mengenai kebenciannya terhadap dirinya sendiri.

Untuk sepersekian detik, tangan kanan Irene terangkat; telah begitu dekat pada keberhasilan mengetuk pintu. Namun bertepatan dengan keraguan yang menyerbu sanubari tanpa peringatan, Irene balik mundur secara perlahan.

Cengkeraman tangan lain pada pegangan kopernya mengerat bersamaan dengan bongkahan yang mengusik kepercayaan dirinya. Hingga ketika Irene merasakan dirinya dihimpit sampai menjadi semakin kecil, oleh pikiran-pikiran yang sudah sering ditergurkan para penghuni rumah itu pada dirinya, Irene berpikir untuk berbalik.

Lantas sesuatu yang tak ada dalam kalkulasi kejadian nan Ia pertimbangan baik-baik dalam otak, tiba-tiba muncul; satu eksistensi paling akrab yang menyerobot aksinya. Irene bahkan belum total berputar, namun bahunya sudah lebih dulu disenggol pelah oleh seseorang yang sedikit lebih tinggi darinya.

"Kenapa nggak ngetok? Ayo masuk."

Dilihat dari bagaimana Yuri berpakaian, dengan celana training selutut, kaus hitam sedikit kebesarannya, serta sepatu Adidas putih favoritnya, Irene menebak bila perempuan itu baru saja menyelesaikan olah raga rutinnya.

Antara sial dan beruntung jika Irene bilang.

Yuri jelas menjadi satu-satunya figur yang menggagalkan rencana gelapnya untuk kembali melarikan diri yang mana merupakan kesialan bagi Irene namun juga merupakan keberuntungan di saat yang sama.

Yuri tak menatapnya sama sekali usai memutar kunci di dalam slotnya. Tidak pula ketika Ia mendorong papan besar hingga Irene tak dapat menahan diri untuk tidak memandangi keramik lantai berbeda warna di depannya.

Cengkeraman di pegangan koper kian mengerat, Irene diam-diam menghitung dalam hati; memastikan mana yang menjadi keputusan paling tepat. Sampai di satu titik, Yuri menghentikan langkah santainya usai menyadari eksistensi di belakang, tidak mengikutinya.

Barangkali Irene sendiri masih selalu lupa akan lingkungan sekitar jika sudah tenggelam dalam pikirannya, jadilah Ia tak menyadari bila Yuri telah berbalik dan melangkah ke arahnya.

Ctak!

"Ouch! Kak Yul!!"

Sentilan keras di dahi yang menciptakan bekas merah secara bertahap, yang menarik Irene seluruhnya ke waktu sekarang, tentu mengundang kekesalan Irene untuk terbentuk begitu saja.

Namun nyatanya emosi Irene masih kalah dibanding ekspresi murka bersama sepasang alis tertaut di wajah Yuri. Belum ditambang dua netra coklat terang yang menatap Irene dengan begitu berapi-api.

"Stop jadi egois dan  M A S U K !!!"

Raut Irene yang awalnya tak jauh berbeda dengan Yuri, seolah menantang yang lebih tua, sedikit demi sedikit berangsur melunak digantikan indikasi keterkejutan; seakan tak mengira Yuri bisa menjadi semarah ini padanya.

"Kak,"

"Shutttt... Just shut up and come in! Kamu tu egois tau nggak?! Bikin semuanya khawatir gitu. Kalo ada apa-apa tu diomongin bareng-bareng, jangan ngambil kesimpulan sendiri!! Sekarang, M A S U K!!!"

Bersama tarikan keras tangan Yuri di sikunya, Irene akhirnya memutuskan untuk mengangkat kakinya melewati batas meski harus ditemani cebikan bibir.

Bersama tarikan keras tangan Yuri di sikunya, Irene akhirnya memutuskan untuk mengangkat kakinya melewati batas meski harus ditemani cebikan bibir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Iya iya, maaf."

.
.
.

≈ H . O . M . E ≈

Nyatanya se-ngeselin2nya Irene, bakal tetep imut kok dia wkwkwkwk :v

Home ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang