#19. Damage

179 24 3
                                        

"When the time comes, I will surely let you go."

≈ H . O . M . E ≈

.
.
.

Sensitivitas merupakan sebuah bagian dari diri seseorang yang terkadang dapat membawanya pada satu jawaban pasti, namun juga sebuah kelancangan tak tertandingi.

Dalam konteks ini, Tiffany menjadi salah satu figur paling tepat untuk memegang substansi tersebut dalam personanya.

Baik, bertalenta, pekerja keras, serba bisa, berpola pikir positif, dan segala hal lainnya nan cukup jauh dari kenegatifan walau terdapat sececah kegelapan dibalik sikap tenang dan cerahnya pada delapan perempuan lain. Dia memang bukan yang paling tua, namun terkadang pandangannya dapat dikategorikan sebagai yang paling dewasa sehingga cukup banyak pihak yang bersandar padanya.

Lantas disitulah Irene berada. Jauh dibelakangnya dengan segala variabel negatif yang menutupi hampir seluruh cahaya nan sesungguhnya dapat muncul dari dalam dirinya. Pemikiran, opini, cara mengambil keputusan, langkah-langkah yang dilancarkan, kata-kata yang dituturkan; semua tampak ceroboh, tanpa pertimbangan matang seperti Tiffany.

Barangkali alasan itu pula yang menjadikan Irene merasa sedikit lebih bergantung pada Tiffany daripada yang lain; sebab Ia membutuhkan Tiffany untuk membawanya kembali ke jalur yang sesuai ketika Ia mulai kehilangan akal lantas berjalan menyimpang.

Tiffany merupakan orang terfavorit Irene. Setidaknya begitulah Irene meletakkan titel pada Tiffany diatas hubungan pertemanan mereka yang telah berjalan beberapa bulan, terhitung sejak percakapan mereka sebelum berpindah di satu atap yang sama.

Irene terlalu terbiasa mempunyai Tiffany untuk dirinya sendiri, dan menghadapi kenyataan bahwa Tiffany telah memiliki hubungan dengan status pasti dengan gadis semampai bernama asli Park Sooyoung, ditambah lagi fakta bahwa Tiffany juga mulai memperhatikan yang lainnya, Irene menemukan dirinya sendiri mulai bertarung batin; merasakan amarah sebab merasa Tiffany direbut darinya, namun juga emosi terhadap dirinya sendiri karena begitu kekanakan dalam menyikapi hasil nan Ia bentuk sendiri.

Dan di satu titik Irene menemukan jawaban dari segala kebimbangan dan panas di dalam dirinya, bertepatan dengan Tiffany yang merebut sela kosong disisinya di sofa panjang ruang tengah.

"Hai."

Irene bahkan tak menyadari bahwa Ia mulai meremas bantal kecil di pangkuan kala nada khas Tiffany menginvasi gendang telinga kanannya.

Irene juga tak menduga Ia dapat kembali memeluk sensasi lega yang seintens saat ini ketika mendapati hanya ada dirinya dan Tiffany dalam radius beberapa meter di sekitar mereka.

Beberapa hari terakhir semenjak Tiffany memberitahunya bahwa dia dan Joy telah sungguh menjadi sepasang kekasih, Irene tanpa sadar selalu berhati-hati dalam bersikap dan Ia tanpa sadar sudah mencekik batinnya serta tidak menjadi dirinya sendiri. Lantas entah bagaimana caranya, detik ini Ia merasa seakan tali yang Ia ikatkan sendiri di lehernya seketika dilepaskan.

Dan merasakan aura hangat, juga perhatian layaknya dahulu, Irene merasa seperti beban di pundaknya serta-merta menghilang sehingga Ia bisa berdiri tegap tanpa harus diberatkan oleh ideologi yang menuntutnya untuk menjaga sikap.

Meskipun terdapat kewaspadaan dalam cara bicara Tiffany karena tahu Irene sungguh sangat mudah menjadi sensitif selama beberapa saat terakhir, nyatanya yang Irene temukan hanyalah kelegaan.

Seolah apa yang menjadi hak miliknya telah dikembalikan.

"Hai, Kak."

"Ngapain disini sendirian? Pada dikamar Yuri tuh. Yuri nyanyi loh... Katanya kamu suka 'kan sama suaranya dia?"

Home ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang