#42. Unrealistic

68 10 0
                                    

"Dreams sometimes come true."

⟩⟩ H . O . M . E ⟨⟨

.
.
.

Duar!!

Bunyi petir pagi ini menarik sepasang kelopak untuk terangkat, mempertontonkan tatapan mata sayu bagai tak memiliki niat untuk terbangun sama sekali.

Perempuan itu bertahan pada posisi menyampingnya sebelum berakhir menggerakkan leher demi bisa mengarahkan pandangan ke jam dinding diatas bingkai pintu kamarnya.

05.05

Bau tanah basah seketika menyerbu indra penciuman seiring bunyi rintikan deras di sisi jendelanya semakin menyeretnya ke kesadaran penuh; membuatnya total paham bahwa kejadian beberapa menit lalu hanya ada dalam kepalanya.

Apa-apaan mimpi barusan?!

Gestur umum.

Memijat pelipis mengenakan tangan kanan selagi lengan lain digunakan untuk membantunya membangkitkan tubuh dari posisi berbaring, mengisyaratkan bila pikiran-pikiran negatif telah berbaris memunculkan diri mereka.

Bersiap untuk memasuki otak perempuan mungil dalam satu ruang remang yang hanya dicahayai oleh beberapa lampu tumbler kecil berjejeran.

Layaknya pagi pagi sebelumnya, Irene langsung beralih ke ponsel yang tergeletak di nakas sisi ranjang.

Keraguan merupakan subjek pertama yang menyerang relungnya kala mendapati sebuah notifikasi yang menampakkan nama familiar, muncul begitu saja usai Ia menyalakan internetnya.

Kak Tiff
Besok day-off mu kan? Siang aku kesana no debat.

Pesan yang ternyata telah dikirimkan Tiffany beberapa jam lalu tepat beberapa menit sebelum hari berganti, nyatanya memancing kecemasan untuk mengambang di permukaan dada Irene; takut jika adegan dalam mimpi terjadi di kehidupan nyata.

Namun mengusir segala emosi personal yang menginvasi paginya, Irene mengetikkan jawaban singkat lantas melempar benda persegi panjang ke sisi lain kasur sebelum Ia berjalan meninggalkan kamar.

Irene
Oke

🍂

"Tangkep!!"

"Woy, ngawur!! Kalo tumpah gimana anjirr!!"

Teriakan nyaring dari sosok mungil yang mendudukkan diri di sofa bukanlah tanpa alasan melainkan sebab sebuah cup eskrim berukuran besar dilemparkan secara brutal oleh Tiffany begitu wanita tersebut telah mencapai beberapa langkah dari pintu utama.

"Kenapa? Kok tumben dateng? Gabut banget, kak?"

"Tumben tumben... Ku jitak juga ko!"

Dentingan samar bersumber dari benturan dua sendok yang Tiffany ambil di dapur tanpa permisi seakan-akan Ia tengah tinggal di rumahnya sendiri.

Menyusul untuk duduk di sofa yang sama dengan Irene, Tiffany membuka ice cream miliknya sendiri.

Tiffany tak pernah begitu peduli dengan rasa, berbeda jauh dengan Irene. Sehingga ketika Irene tahu-tahu secara kasar menukar ice cream mereka berdua, Ia hanya memandang yang lebih muda dengan tatapan pura-pura kesal.

"Aku nggak suka coklat vanila hehehe...", Hanya begitu respon Irene sebelum menyantap hasil perebutannya.

Untuk beberapa saat hanya ada bunyi kecapan dua mulut nan menikmati makanan pembelian Tiffany tersebut.

Home ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang