#16. New "You"

178 27 2
                                        

"You make my heart beat faster than adrenaline."

H . O . M . E ≈

.
.
.

Joy sungguh tak percaya dia akan sungguh-sungguh duduk bersandingan dengan Tiffany tanpa ada siapapun di siang terik bersama kecanggungan yang setia berputar mengelilingi serta mengejek mereka berdua.

Kalimat Irene beberapa menit lalu tepat setelah Joy berhasil menapakkan kaki di anak tangga terbawah usai menghabiskan waktu untuk berkutat pada kelas onlinenya-lah yang menggiring Joy dan Tiffany pada sikap kikuk mereka saat ini.

"Heh, Joy. Kalo ada yang pengen deketin kamu, kira-kira kamu mau nggak?"

Tentu pihak yang merasa namanya dipanggil seketika menolah hanya untuk disuguhi punggung Irene yang tengah sibuk memasak telur dadarnya.

Satu alis Joy yang sedikit terangkat, menandakan bahwa Joy memikirkan dua kemungkinan dari makna kalimat Irene barusan. Namun memilih untuk tidak terlalu besar kepala, Joy hanya menganggap bahwa yang dimaksud Irene adalah dekat sebagai teman. Barangkali hal itu pula yang menarik Joy untuk menjawab, "Ya mau dong, kenapa enggak?"

Ada sedikit jeda di tengah keheningan yang datang tiba-tiba; mendorong Joy untuk berasumsi bila pertanyaan Irene tak memiliki maksud apapun selain murni menginginkan jawaban.

Namun satu langkah berikutnya yang disapa oleh penuturan Irene selanjutnya bersama tatapan santai Irene, menyentak bahu Joy untuk berputar supaya dapat menghadap Irene sepenuhnya.

"I mean, romantically. Gimana kalo ada cewek yang pengen deket sama kamu romantically?"

"Hah?! Siapa emangnya, Kak?"

Joy bahkan mulai sedikit tidak sabaran ketika menyaksikan Irene secara begitu rileks justru mengunyah telur kecap dilengkapi nasi putih cukup banyak yang disuapkan ke mulutnya.

"Mau dulu nggak?"

"YA MAU DONG!! KENAPA ENGGA?!"

Bagi Irene yang tak terlalu percaya dengan penjodohan atau pendekatan atas dasar bantuan dari orang lain, Ia sempat berpikir Joy sangat putus asa untuk mendapatkan pasangan.

Meski kadang Irene sendiri menunjukkan indikasi bila Ia tersiksa kesendirian, namun Ia tak pernah sungguh-sungguh ingin di 'mak-comblang'kan.

Namun ideologinya yang mencantumkan bahwa setiap manusia memiliki pandangan berbeda, menjadikan Irene menghapus pemikiran dangkal tersebut lantas menunjukkan ringisan kaku seolah baru saja melakukan kesalahan.

"Tapi aku mau minta maaf dulu ya. Jadi aku udah nge-'ekspos' kamu ke dia. Maaf ya."

"Iya, Kak. Nggak papa kok. Lagian aku juga udah ngasih tau soal ini ke kak Wen. Kak Wen juga udh tau. Jadi? siapa?"

"Noh orangnya...", Sahut Irene cepat sembari menunjuk ke arah belakang Joy menggunakan dagunya.

Betapa terkejutnya Joy kala hanya ada satu orang yang melangkah masuk dari pintu kaca belakangnya usai menghabiskan waktu di taman belakang.

Tiffany.

Tentu saja tak pernah terpikirkan di kepala Joy bahwa Tiffany pun sama sepertinya sebab selama ini Tiffany tampak terlalu normal di matanya; tak ada indikasi eksplisit yang menampilkan ketertarikan khusus terhadap sesama jenis.

Mungkin keterkejutan itu pula yang membawa Joy untuk balik menoleh pada Irene, bertepatan dengan Tiffany yang juga berhenti di dekat pintu selagi menyorotkan mata pada kedua perempuan di hadapan.

"Seriously? Kak Tiff, Kak?? Jangan becanda."

"Yaudah, tanya aja sendiri sono kalo nggak percaya. Aku tinggal ya kalian berdua. Kak Tiff, tu... katanya mau deketin Joy. Udah aku bantu ya."

Dengan kalimat tersebut Irene mengangkat piring yang masih menyisakan 3/4 makanannya lantas mempersilahkan diri sendiri untuk pergi dari situasi canggung yang jelas terasa mencekik Irene.

Meninggalkan dua insan saling menatap dengan senyum kaku.

15 menit berlalu dengan obrolan yang sangat kentara menampilkan seberapa amatir mereka dalam melakukan pendekatan satu sama lain.

Joy hanya memulai dengan kalimat menggantung yang berbunyi, "Kak, soal yang diomongin kak Rene....", lantas nyatanya disahut secara yakin oleh Tiffany dengan, "Iya, soal itu... I know.", Kemudian mereka melanjutkan dengan keterkejutan satu sama lain yang ternyata memiliki orientasi seksual yang sama terlepas dari bagaimana mereka terlihat di impresi awal.

Meski begitu, barangkali Joy pun membutuhkan sesuatu yang tetap hanya supaya Ia dapat mendefinisikan apa yang sedang mereka lakukan. Apakah bermain-main atau sekedar mencoba atau-

"Yaudah kalo kamu-nya nggakpapa, kita coba mengenal dulu aja satu sama lain. Lagian di grup juga kita nggak terlalu deket juga kan."

"Iya, Kak. Gitu aja."

Jujur saja Joy merasa sedikit tenang kala mendeteksi aura dewasa Tiffany nan terpancar begitu jelas seolah tengah memberitahukan padanya bahwa Ia bisa bersandar di bahu mungil itu kapan saja.

Ada sensasi berdebar pula mengingat Ia tidak pernah mengalami perasaan mutual dimana hubungan terjalin dua arah, bukan hanya dari dirinya sendiri.

Meskipun begitu, kegelisahan tetaplah menjadi satu variabel yang akan terus mengekori kemanapun Ia pergi sebab banyak rahasia yang tersembunyi dan Joy pun sadar bila makna "saling mengenal" yang baru saja diucapkan Tiffany memiliki makna bahwa Ia harus membuka beberapa rahasianya pada yang lebih tua.

Ia senang, namun was-was.

Namun setidaknya untuk hari ini semuanya berjalan lancar. Diam-diam keduanya mengungkapkan terima kasih mereka pada Irene atas kesempatan yang telah perempuan itu bukakan bagi mereka.

.
.
.

≈ H . O . M . E ≈

Regards
- C

Home ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang