"So we're back together. Or not."
⟩⟩ H . O . M . E ⟨⟨
.
.
.Hari ini merupakan hari bersih-bersih. Terlebih kamar-kamar yang sudah cukup lama tak ditempati, yang berarti jelas bukan milik Irene. Meski sedikit merasa bersalah sebab Irene hanya dapat membantu merapikan area ruang tengah dan dapur, namun setidaknya Ia bisa bersantai menyaksikan para 'pekerja' lama-nya melaksanakan tugas mereka.
Hujan masih terus mengguyur area kota, angin pun juga tidak bosan menyebarkan hawa menggigil di kulit para penghuni.
Diatas segalanya, perang dingin antara Irene dan Wheein sebab jus markisa yang belum tergantikan sampai detik ini, juga menambah kakunya suasana.
Meski tidak secara serius, percekcokan Irene dan Wheein terkadang sampai menularkan emosi ke perempuan-perempuan lainnya.
"Itu yang bersih tolol. Bisa ngepel engga?!" Lihat saja. Belum ada 10 menit penuh dan Irene sudah memamerkan suara nyaring terbaiknya selagi jari telunjuk diarahkan lurus ke arah lantai sudut-sudut depan Wheein.
Di beberapa waktu sebelumnya, Wheein menerima saja sebab Ia mengakui bila Irene memang cukup terperinci dalam kegiatan sejenis ini.
Bagaimana tidak? Pertama kali masuk ke bangunan dua minggu tiga hari lalu saja Wheein lumayan dikejutkan tentang seberapa bersih keramik lantai dasar padahal Irene tinggal sendirian, belum lagi dia sedang tidak dalam keadaan maksimalnya.
Tapi siapa juga yang memiliki kesabaran tidak terbatas. Semakin kemari, suara Irene semakin nyaring dan menyebar ke segala sudut rumah. Yang lebih tidak habis pikir ialah fakta bahwa Irene hanya mengkritiknya, dan tidak dengan yang lain.
Sebuah keberuntungan pula bagi kaum hawa sisanya sebab Irene sama sekali tidak peduli dengan kikikan-kikikan tertahan yang menyusul usai Ia mengomel. Jelas sekali mereka menertawakan Wheein secara diam-diam. Bahkan Wheein sempat melihat bahu Irene berguncang disaat yang bersamaan. Agaknya ikut menyembunyikan tawanya.
"Yaudah nih!! Bersihin sendiri aja kalo ngga puas!!" Uluran gagang pel di tangan kanan Wheein sudah memberikan isyarat serta perintah paling ekplisit bagi Irene supaya mengambil alih.
Dan Irene sendiri sudah berdiri dari sofa, bersiap untuk menyempurnakan hasil kerja Wheein.
Irene memang malas pada dasarnya. Itulah mengapa Ia mengambil jurusan bahasa di perkuliahan. Sebab Ia menyukainya serta tak ada yang harus banyak dipikirkan dibanding jurusan teknik atau teori mendalam seperti hukum dan lainnya.
Namun jika niat sudah terkumpul dalam diri, motivasi sudah menggebu di dasar sanubari, maka Irene tidak akan membiarkan satupun kecacatan menghalangi dirinya menuju kesempurnaan.
Ia sungguh lebih memilih untuk melanjutkan apa yang sudah Wheein lakukan daripada terus menerus merasa gemas sebab Wheein tak kunjung mengerti bagian mana yang dimaksud.
Hanya satu yang menghalangi. Tatapan tajam Yuri yang terarah pada dirinya serta Wheein secara bergantian.
"Kesepakatannya apa tadi?! Whee, kita nggak ada ya yang nyuruh Irene ngerjain kerjaan yang banyak jalan-jalan! Kamu juga Rene! Kalo tau belom bisa bantu mending duduk diem!! Nonton tv kek apa kek... Emang dikira kuping kita-kita ini nggak pedes apa dengerin kalian berdua?!"
Semuanya sudah mengakui dalam hati; tidak ada yang lebih mengerikan daripada sentakan emosi dari seorang Yuri yang lebih kerap ceria.
Meski ekspresi Yuri dua detik setelahnya berganti menjadi senyum lebar yang berniat meredakan suasana usai membakarnya, tapi tetap saja. Seringaian yang menjulur ke mata lebih terkesan creepy bagai pembunuh bayaran yang siap menghabisi targetnya.
"Siapa bilang aku belom bisa ban—"
"Suttt!! Udah diem!"
Yeah, well. Sahutan Yuri yang memotong ucapan Irene dan membungkam bibir Wheein sepenuhnya, berhasil menciptakan suasana damai. Semua orang kembali ke tugasnya masing-masing tanpa mempedulikan cebikan bibir Irene yang masih menatap Yuri tidak terima.
Kemudian keheningan kembali melingkupi mereka semua. Hanya terdapat musik dari speaker portabel milik Irene yang memutarkan lagu-lagu barat terbaru, yang menemani kegiatan mereka kali ini.
Sampai sebuah skema yang tidak pernah terperkirakan, terjadi begitu saja tanpa peringatan.
Brak!
Awalnya mereka hanya menoleh ketika pintu terbuka kasar, mempertontonkan Rosé dengan keadaan serampangan. Memang lengkap tak ada kekurangan atau kerusakan, hanya saja perempuan itu tampak seperti habis dikejar hantu.
Kelima perempuan lain yang berhenti dari kegiatan masing-masing sampai tak memiliki kuasa untuk sekedar terkejut akan kedatangan tiba-tiba dari si paling muda.
Fokus mereka lebih pada belalakan mata Rosé serta posisi berdiri dengan kaki terbuka lebar bagai siap diterjang. Mulutnya yang menganga pun ingin sekali Irene dorong agar balik tertutup.
Pekikan dari sosok nan masih setia berdiri di bagian teras, yang —mengejutkannya— bisa jauh lebih nyaring dari Irene, disusul tangisan kepanikan, akhirnya menjawab pertanyaan yang bergumul di kepala mereka.
"GAES!!! HP KU ILANGGG!!! HUAAA...."
.
.
.
⟩⟩ H . O . M . E ⟨⟨
Fase 10 part pertama done.
#𝟷𝚜𝚝 𝙲𝚕𝚞𝚎: 𝚌𝚘𝚖𝚖𝚎𝚗𝚝 𝚜𝚎𝚌𝚝𝚒𝚘𝚗. =D
Good luck!
Regards
- C
KAMU SEDANG MEMBACA
Home ✔
FanfictionKisah hidup sederhana maupun rumit dari 9 perempuan yang akhirnya memilih untuk tinggal di satu atap yang sama meski awalnya hanya mengenal lewat dunia virtual. Di masa pandemi yang masih terasa menegangkan, tanpa sadar mereka telah membangun keluar...