"Why do you bother give your time thinking about others if they don't give you theirs?"
≈ H . O . M . E ≈
.
.
.Nyatanya tinggal bersama tidak semenyenangkan yang telah Irene bayangkan. Sebagian manusia yang dia anggap sudah cukup dewasa dan mengerti batasan, Irene temukan tengah berbaring diatas kasurnya; posisi tengkurap dengan laptop menyala di depan wajah bersama sebungkus camilan di sisi kanan.
"Kalian ngapain?"
Tolehan di saat bersamaan dari tiga perempuan dihadapan menunjukkan ekspresi polos dan linglung seolah baru ditarik keluar dari dunia fantasi mereka.
"Well, obviously... nonton?"
Daripada kepada beberapa makhluk lebih muda yang hanya terdiam sambil lanjut mengunyah makanan yang masih tersisa di rongga mulut, Irene sama sekali tak menyangka bahwa yang akan menyerahkan jawaban adalah tetua dari antara mereka.
"No, I know. Maksudku, kenapa di kamarku?"
Irene sesungguhnya telah mendeteksi sebuah amarah yang perlahan mendidih di kepalanya. Namun Ia tahan usai menemukan wajah Wendy dan Wheein yang terlihat menunduk seketika; seakan-akan mereka sudah menduga bahwa menyusup ke ruang pribadi Irene hanya karena kasurnya merupakan yang paling empuk dari yang lain bukanlah ide bagus.
Toh Irene adalah satu-satunya pihak yang mencarikan dan mengakomodasikan tempat ini demi dibagi bersama mereka.
Awalnya Irene sungguh hanya tinggal sendiri di hunian sewa ini supaya bisa mengajak teman pemadamnya kemari setelah menjalani shift panjang.
Tentu ada rasa bersalah di wajah-wajah mereka, Irene bisa merasakannya. Hanya Jessica yang terlihat biasa saja lantas balik mencari posisi nyaman setelah menekan tombol pause sehingga film lanjut berjalan.
Barangkali Irene benci area privatnya diinvasi, diserobot, juga diganggu. Atau mungkin Ia hanya terlalu lelah karena beberapa jam silam Ia harus berada dalam sebuah seragam tebal dan masuk ke gedung terbakar, menyelamatkan satu penghuni bodoh yang memilih tinggal di kamar nan terlahap api demi melindungi pakaian-pakaian yang katanya mahal.
Irene mungkin tak sadar bahwa tindakannya akan menggiringnya pada penghukuman diri seperti biasa dengan menyalahkan diri sendiri atas aksi impulsif.
Tapi terserah.
Untuk sekarang Ia hanya sungguh... impulsif.
Jadilah Irene mengangkat laptop di depan wajah mereka dan memindahkannya ke meja kaca ruang tengah sebelum kembali masuk ke kamarnya.
"Just... jangan masuk ke kamarku sembarangan, please?"
Dada Irene bergejolak atas sensasi terancam; seolah seluruh rahasianya tentang perasaan yang Ia simpan baik-baik dari orang lain akan terbongkar seluruhnya dengan kecerobohan mereka memasuki kamarnya tanpa ijin.
Dan lagi. Sudah bisa ditebak. Rasa bersalah menusuk relungnya di detik Ia mempersilahkan ketiga orang tersebut meninggalkan ruangannya.
Well, itu sebelum Jessica menepuk pundaknya sambil terkikik pelan; mengundang panas kembali menggerogoti tulang punggungnya seperti beberapa menit lalu, menggeser perasaan bersalah untuk berkembang lebih besar nantinya.
"Relax. Kita nggak pegang barang-barangmu kok."
Dan dengan itu Irene menutup pintu secara kasar sambil berbisik, "whatever."
.
.
.≈ H . O . M . E ≈

KAMU SEDANG MEMBACA
Home ✔
FanfictionKisah hidup sederhana maupun rumit dari 9 perempuan yang akhirnya memilih untuk tinggal di satu atap yang sama meski awalnya hanya mengenal lewat dunia virtual. Di masa pandemi yang masih terasa menegangkan, tanpa sadar mereka telah membangun keluar...