#22. Noisy

126 19 9
                                    

"Because when you feel comfort around particular person, you would know that that person is YOUR person." - C

≈ H . O . M . E ≈

.
.
.

Kerusuhan di rumah hunian cukup luas di salah satu komplek perumahan ibukota, sudah merupakan hal yang perempuan-perempuan nan saling kenal untuk beberapa bulan itu lakukan setiap harinya.

Apalagi dengan tidak adanya Irene selama beberapa saat untuk mengomeli mereka, jelas kericuhan akan terjadi setiap detiknya.

Tenangnya hari hanyalah sebuah pembuka karena jika siapapun tahu seluk beluk Joy, maka mereka juga akan tahu bahwa pemandangan dimana gadis jangkung dalam topik bersama sebuah gagang pel di tangan bukanlah merupakan hal lazim.

Gubrak!

"AWW!!!"

Tak perlu dijelaskan lebih lanjut. Peristiwa tragis dimana pantat Wheein membentur lantai basah —atau bisa dibilang hampir mendekati becek— sudah menjabarkan secara gamblang bahwa keanehan nan telah disebutkan sebelumnya hanyalah pengantar menuju kekacauan.

"Itu pelnya kamu peres nggak sih, Joy? Kenapa lantainya becek banget gini sih... Kamu ngepel apa guyur lantai?!"

Bersamaan dengan Wheein yang merentangkan tangan untuk menyeimbangkan badan sambil memberikan upaya terbaik supaya bisa berdiri kembali tanpa harus terpeleset lagi, Joy justru dengan wajah tak bersalahnya, menatap Wheein kala Ia menegakkan punggung dan memegang pel tepat di depan perutnya.

"Loh? Emang diperes dulu?"

"YAIYALAH DONGO!!! GINI LHO...."

Sentakan Wheein bukan hanya melalui nada bicara serta volume yang ditinggikan melainkan juga aksi merebut batang panjang pel secara kasar, mencelupkan sumbu-sumbu penyerap air bagian bawahnya ke satu ember pink kecil yang telah Joy seret kemana-mana sejak tadi, mengangkatnya dengan semangat menggebu-gebu, lantas mengakhirinya dengan merelakan kedua tangan untuk memerasnya dengan penuh emosi.

Secara harfiah, Wheein tengah mencontohkan pada Joy bagaimana cara menggunakan pel yang tepat sebelum benar-benar diaplikasikan ke lantai.

Namun siapa juga yang tidak tahu bahwa baik Wheein maupun Joy, adalah dua sosok yang bisa dikatakan menduduki peringkat atas dalam list 'manusia tak berakhlak' yang dibuat Yuri semenjak tinggal di rumah ini. Jadilah kejadian dimana Joy tersenyum licik sambil mengambil langkah mundur sebelum berlari menjauh, bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan.

"Berhubung kak Whee yang lebih tau, jadi mending kak Whee aja yang ngepel!!!", pekik Joy disusul gerakan melompat ke atas sofa panjang ruang tengah.

"OALAH BANGSAT!!! Begitu tuh kalo tulang belakang diganti sama pipa air sanyo. Tololnya mengalir sampe jauh!"

"Rucika bego!!"

Nyatanya meskipun Ia telah dengan lancang menyerahkan pekerjaannya pada Wheein yang kini mengambil alih secara kurang ikhlas, Joy masih tetap mempertahankan sikap kurang ajarnya dengan menyahuti gumaman kekesalan Wheein.

"Heh, lu gada hak komen ya! Lagian rucika mahal."

"Out of topic banget dih kak Whee mah!"

"Ya bodo! Daripada elu... out of brain banget."

Lantas suasana kembali kondusif sebab Wheein memilih untuk mengalah dan melanjutkan sekaligus memperbaiki hasil kerja Joy beberapa menit silam, sementara Joy sendiri malah membaringkan tubuh begitu rileks diatas sofa panjang sembari sesekali menekan tombol remote TV untuk mengganti salurannya.

Lantas dititik ini, datangnya Tiffany yang tanpa dosa menginjak hasil karya Wheein, tidak Wheein pandang sebagai hal yang mengesalkan namun justru sebuah kesempatan.

Kesempatan untuk menggunakan trik yang sempat digunakan Joy dalam menjebaknya tadi.

"Kak Tiff, pegangin bentar dong. Aku mau minum."

Tiffany bahkan tak ingin repot-repot menoleh dan Ia juga tak membutuhkan waktu banyak sebab tepat ketika Wheein menyelesaikan kalimatnya, Tiffany langsung tahu niat licik yang lebih muda.

"Dih, ogah."

"Yaelah, Kak. Bentar doang. 1 menit doang deh..."

Senyum Wheein tahu-tahu terbit begitu saja kala menyaksikan Tiffany meletakkan gelas tinggi dan ramping berisi jus jeruknya di counter dapur lantas mengambil langkah semakin dekat hingga berhenti beberapa inci di depan Wheein.

Tapi barangkali Tiffany pun tidak setiap waktu menjadi dewasa sebab alih-alih menerima sodoran gagang pel Wheein, Tiffany justru menatap pel tersebut sebelum balik mengalihkan pandangan ke wajah Wheein disusul menjulurkan lidah.

"Ogah... Lagian kan kamu bisa bawa pelnya kesana sambil ngambil minum. Dikira aku bego apa? Wleee..."

Di waktu yang sama ketika Tiffany melesat ke arah ruang tengah, bergabung dengan Joy menonton sebuah film kartun yang sering ditayangkan di global TV, detik yang sama juga Wheein menutup mata diikuti mengambil nafas panjang sambil mengelus dada.

"Bangsat, anjing, tai, monyet. Astagfirullah yang sabar Wheein..."

.
.
.

≈ H . O . M . E ≈

Sebelum ada yang komplain kedepannya aku warning dari sini aja ya kalo selanjutnya bakal terus ada kata-kata kasar dan kotor yang mungkin levelnya bakal jauh diatas yang ini tadi. So, kalo ada yang nggak nyaman mending skip aja work ini hahaha... good luck!

Regards
- C

Home ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang