"I am happy when I'm with you."
≈ H . O . M . E ≈
.
.
.Suasana sore ini sebenarnya tidak lebih baik dari kemarin.
Joy masih mengurung diri di kamar, Rosé masih terlalu takut untuk berada dekat dengan Joy atau bahkan sekedar meliriknya, para tetua seperti Jessica, Yuri, Tiffany, dan Irene masih sibuk dengan pekerjaannya.
Namun mungkin keseimbangan dari total sifat 9 perempuan ini dapat dikatakan rata karena di tengah keadaan mencekam tanpa ada obrolan, tampaklah Wendy dengan gagang pel di tangan serta headphone menjepit telinga.
Tanpa tekanan, tanpa beban, Ia bernyanyi sekeras mungkin sambil tak henti menarik dan mendorong batang di tangannya sehingga kain dibawah dapat membersihkan keramik lantai.
"You got me feeling like a psycho~ psycho~"
Segalanya tampak begitu damai bagi Wendy sampai sebuah bantal tidur bersarungkan kain hitam putih melayang dari lantai atas sebelum secara mulus membentur sisi kepala Wendy.
"Berisik!!"
Dengan penampilan bagian atas yang bisa dikatakan cukup kacau dengan headphone terlepas sebagian dari area telinga serta rambut berdiri di sana-sini, Wendy sontak menyentak leher untuk menoleh dan langsung disuguhi pemandangan dimana Wheein menatapnya kesal sambil menumpu tangan di pembatas balkon dalam.
"OANJENG!!"
Well, tidak jauh berbeda dengan kelakuan mereka di obrolan chat, mereka hanya sama urakannya di kehidupan nyata.
Lagipula Irene tau bahwa manusia-manusia yang Ia bawa untuk tinggal bersama ini memang figur unik berkarakter tak terduga, jadi mungkin tidak akan ada yang heran ketika Wheein dengan santai melangkah menuruni tangga alih-alih menjauh dari Wendy yang secara literal baru saja mengarahkan umpatan padanya.
Yang lebih tidak tahu malu dari Wheein ialah dia dengan santainya menginjak lantai nan beberapa menit lalu baru saja Wendy bersihkan, dengan menggunakan sandal putih curian dari hotel ketika Ia study tour.
"Wheein bangsat!! Itu barusan aku pel!!"
Meraih bantal yang tergeletak miris di lantai usai dijadikan bahan pelampiasan, Wheein hanya menoleh ke belakang, ke titik dimana Ia berpijak lantas balik menatap Wendy yang masih mengawasinya seolah tengah mengancam Wheein jika dia berani-berani melangkah lebih jauh.
Tapi Wheein adalah Wheein, jadi...
"Ya tinggal digosok ulang aja atuh..." ujarnya lantas balik mengarahkan setiap langkah ke ruang televisi dengan ketiak menjepit bantal; meninggalkan Wendy yang masih menganga tak menyangka sebelum beberapa detik kemudian menghembuskan nafas panjang sambil masih menggerutu.
"Oalah manusia kok nggak ada akhlaknya."
Lantas dengan sabarnya Wendy balik ke spot yang sebelumnya untuk menghapus jejak debu bekas pijakan Wheein.
Namun bukankah memang begitu sulit membersihkan satu tempat dengan 9 perempuan berbeda karakter yang terkadang masuk dan keluar seenaknya.
Bersamaan dengan televisi menyala atas suruhan Wheein lewat remotenya, teriakan Wendy menggema kala pintu utama terbuka sehingga menampilkan dua sosok tinggi nan hendak menginjakkan kaki ke bagian dalam.
"KAK, STOP!!"
Barangkali titel 'kakak' pun telah menjelaskan bahwa sikapnya akan sedikit lebih dewasa dan pengertian, jadi Wheein maupun Wendy tak terkejut ketika Irene dan Tiffany mulai melepas dan menjinjing sepatunya sebelum berjalan melewati pinggir.
Apalagi Irene yang merasa lebih dari sekedar berterima kasih secara diam-diam pada Wendy sebab rela membersihkan rumah yang pada dasarnya Irene akomodasikan.
Setidaknya Wendy mengurangi bebannya.
"Oh iya, gimana Joy sama Rosé? Udah keluar?"
Untuk sepersekian detik, Irene maupun Tiffany sendiri yang barusan melontarkan pertanyaan tersebut, merasakan adanya perubahan atmosfer di detik kalimatnya tersampaikan sepenuhnya.
Meskipun tak mengatakannya, Tiffany juga sesungguhnya menyaksikan ketika Irene dan Wendy melirik satu sama lain seolah tengah bertukar jawaban yang paling tepat.
Tapi siapa juga yang tak tahu Tiffany. Seorang wanita dewasa dalam hal usia apalagi jika sudah tentang pikiran dan mental. Maka tak heran lagi bila Tiffany akan menjadi satu pihak yang mengembalikan keadaan menjadi kondusif; normal layaknya semula.
"Yaudah biarin aja dulu. Nanti aku coba ngomong sama Joy."
Kemudian ketika Tiffany mengambil langkahnya ke kamarnya di lantai dua, Irene serta Wendy seolah balik mendapatkan nafas yang beberapa menit silam direnggut dari area mereka.
Tidak seperti Wheein yang malah tertawa menggelegar karena memang Wheein tidak ada disana ketika kejadian itu terjadi, Irene dan Wendy merupakan dua saksi yang di satu sisi masih ragu untuk menghampiri Joy namun di sisi lain juga merasa bersalah sebab tak mengerti seberapa tertekan Joy hari itu.
Lalu sebagai seseorang yang lebih suka mencari pengalihan dari keresahan hati, Irene kembali membelokkan topik nan membekukan suasana di sekitar dirinya dan Wendy.
"Soulmatemu dimana?" Tanya Irene selagi menyamankan diri di kursi tinggi counter sambil mengunyah apel merah segar di keranjang.
"Soulmate?"
"Si Moonbyul."
"Idihh..."
"Lah, kan kalian klop banget tuh..."
"Dia dikamar dari kemaren. Keluar cari makan doang."
Lantas disitulah pikiran Irene seolah disentak; diingatkan akan sikap Moonbyul nan telah membentuk pola yang sama selama beberapa hari terakhir.
"Owh..."
Menyadarkannya pula bahwa jumlah penghuni yang bisa dikatakan tidak sedikit, membuat semua orang terfokus pada masalah yang paling kelihatan; Joy dan Rosé. Lantas tak ada ruang untuk memperhatikan orang-orang yang mengucilkan dirinya sendiri seperti Moonbyul.
Jadilah Irene memunculkan inisiatif untuk mencoba mengobrol dengan Moonbyul nantinya.
Tentu dengan kejahilan pada Wendy terlebih dahulu lewat kelupaannya mengenai lantai yang baru saja Wendy bersihkan. Menoleh untuk melihat jejak kakinya terbentuk rapi diatas keramik basah, Irene menatap Wendy.
"Oops.."
"KAK IRENE BANGSAT!!"
.
.
.≈ H . O . M . E ≈
Yang ini boring sih aku rasa. But who cares though sksskksskk bhay max
Regards
- E

KAMU SEDANG MEMBACA
Home ✔
FanfictionKisah hidup sederhana maupun rumit dari 9 perempuan yang akhirnya memilih untuk tinggal di satu atap yang sama meski awalnya hanya mengenal lewat dunia virtual. Di masa pandemi yang masih terasa menegangkan, tanpa sadar mereka telah membangun keluar...