"I don't feel like I'm close to anyone.
I am all alone."≈ H . O . M . E ≈
.
.
.Kesempatan kali ini, Wheein menjadi target dari perasaannya sendiri. Ia pun menyadari terdapat keganjalan di dada kala menuruni tangga dan diberi pemandangan beragam seperti misalnya Irene dan Tiffany yang sibuk di area dapur, meributkan sesuatu nan Wheein pikir tidak terlalu penting.
"Kak Tiff, tunggu di ruang tamu aja sana! Ganggu aja dih..."
Wheein secara tak sadar menaikkan satu alis kala menyaksikan Tiffany yang berdiri menyandarkan pinggul di counter belakang Irene, seakan tak menggubris Irene dan malah lanjut memperhatikan Irene nan tengah mengaduk sesuatu di atas penggorengan.
"Dih apaan?! Orang aku diem aja. Napa? Aku mengalihkan duniamu banget kah?"
"Iyuh jijiquee..."
Sedikit menggeser irisnya ke arah ruang televisi, Wheein merasa ada sedikit tekanan di relungnya kala menemukan anggota lain sedang bercanda tawa sembari melempar keripik singkong satu sama lain.
Jessica di sofa solo sambil memeluk satu plastik besar berisi camilan kiloan yang Wheein ingat, dibeli oleh Irene kemarin pagi di pasar. Yuri tertawa terbahak-bahak di karpet lantai sambil memegangi perutnya hingga di satu titik Ia jatuh terbaring dengan tubuh berguncang akibat gelak nan tak berhenti.
Lantas ada juga Moonbyul yang menyamankan posisi di sudut sofa panjang dengan kaki ditekuk rapat untuk dijadikan sangga dagu, sesekali terkekeh namun lebih banyak ambil bagian dalam kegiatan mengejek Joy atau Rosé.
Wendy dengan kehebohannya mengumpat serta tertawa di saat bersamaan ketika mendengar candaan Moonbyul, serta Joy dan juga Rosé yang duduk bersebelahan di dekat Yuri sambil menodongkan jari telunjuk ke arah satu sama lain; mencoba menghindar dari ejekan orang-orang disekitarnya.
Setelah segala momen meresap ke dasar syaraf otak Wheein untuk diproses, respon selanjutnya dari dirinya sendiri ialah menunduk; menatap sepasang kaki yang masih terhenti di tengah-tengah anak tangga ke sepuluh.
Lantas sebuah pertanyaan tahu-tahu menginvasi kepalanya.
Terus aku dimana? Dimana tempatku?
Ada sengatan kecil seperti sebuah cubitan di sanubari kala menyadari Ia masih tidak sedekat itu dengan mereka.
Well, mungkin mereka pun tidak seluruhnya dekat dengan semua anggota di rumah ini. Hanya saja bedanya, mereka setidaknya mempunyai satu orang nan dapat diandalkan ketika tak ada yang menghampiri, seperti misalnya Moonbyul dengan Wendy atau Tiffany dengan Irene atau juga Jessica dengan Yuri.
Mereka memiliki ikatan khusus dengan orang tertentu yang jelas saja dapat begitu bermanfaat dikala batin sedang diagresi banyak asumsi negatif.
Tidak sepertinya.
Total sendirian dan merasa tersesat; diserang kebimbangan akan kemana harus melangkah jika Ia bahkan tak merasa memiliki tempat.
Berpegang pada optimisme, Wheein melanjutkan kakinya sampai sukses berhenti di sela luas antara dapur dan ruang tengah.
"Hai."
"Hai, Whee. Rapi banget mau kemana?"
Wajah yang seketika berangsur cerah setelah Tiffany memutar tubuh kemudian bersandar menumpu siku di counter dapur lalu menimpali sapaan bernada rendahnya, sudah menjadi isyarat paling gamblang bahwa Ia merasa menemukan cahaya di tengah kegelapannya.
Ia merasa... dilihat.
Ditemukan.
"Mau keluar, Kak. Nongkrong bentar sama temen."
"Nongki molo... Holangkaya~~"
Sahutan di sisi lain yang menelusup telinganya, mengundang leher untuk menoleh sebelum disuguhi pemandangan dimana Joy tengah menatapnya dengan sorot jenaka; hanya canda.
"Dihhh... Gausa sok merendah deh bokong wajan! Kamu juga holangkaya kann... Ngaku!"
"BHAHAHAHAHA BOKONG WAJAN!!"
Kalimat olokan tipikal Irene keluar dalam bentuk suara nan begitu nyaring, menggema hingga ke sudut-sudut ruangan. Belum lagi tawa Yuri dan Wendy yang tercipta secara bersamaan, bercampur membentuk sebuah gaung, nyatanya lebih dari cukup untuk menghangatkan hati Wheein nan tadi terasa amat dingin.
"Yahh... padahal kak Irene masak tuh...", Yang satu ini berasal dari Moonbyul nan kelihatan masih sibuk mencoba meraih toples diatas meja kaca.
"Beruntung kamu mau nongki, Whee. Jadi kamu nggak perlu sekarat cobain makanan Irene."
"OH? OKEEE!!!! Pokoknya kak Tiff gadapet sesendok pun!! FIXX!!!"
"Yaelah becanda doang njirr..."
Dan ditengah seluruh kerusuhan yang sudah biasa terbentuk atas tabrakan karakter satu persona dengan yang lain, sebuah suara menyela; memberikan ketenangan yang jauh lebih besar intensitasnya dibanding sebelumnya.
"Yaudah, Whee. Ati-ati dijalan. Itu hand sanitizer di meja dibawa aja. Terus jangan pulang malem-malem kalo nggak, aku kancingin kamu diluar."
Bersama suara Irene yang sedikit samar sebab Irene tak sempat menoleh mengingat masakannya sudah sedikit berasap menandakan bila jika ditinggal sebentar saja akan langsung gosong.
Kemudian dengan perasaan yang sedikit lebih tenang dari pemikiran negatifnya di awal tadi, Wheein dengan berani memberikan jawaban dihiasi senyuman gembira.
"Iya iya, Kak Rene."
.
.
.≈ H . O . M . E ≈
Regards
- E
KAMU SEDANG MEMBACA
Home ✔
FanficKisah hidup sederhana maupun rumit dari 9 perempuan yang akhirnya memilih untuk tinggal di satu atap yang sama meski awalnya hanya mengenal lewat dunia virtual. Di masa pandemi yang masih terasa menegangkan, tanpa sadar mereka telah membangun keluar...