Prolog

10.4K 526 11
                                    

Hidup di perantauan, jauh dari keluarga, jauh dari rumah, selalu merasa sendiri meskipun ada banyak orang di kota metropolitan yang hampir sama padatnya dengan ibu kota. Perjalanan hidup yang tak mudah, apalagi bagi wanita yang sudah berusia lebih dari seperempat abad sepertiku.

Kapan nikah?

Pertanyaan itu bahkan tak asing lagi di telingaku. Kadang hanya mampu merespon dengan senyum canggung, karena kehabisan kata-kata. Lain waktu hanya bisa mengeluarkan kata-kata tanda berserah diri terhadap takdir yang ditentukan oleh Yang Maha Kuasa. Atau mungkin pasrah?

Jujur, aku pun tak tau kapan aku akan menikah. Karena jika aku tau, maka dengan mudah jawaban pasti akan meluncur dari mulutku. Tapi satu hal yang aku yakini adalah Tuhan sudah menyiapkan yang terbaik untukku. Pengalaman buruk dengan beberapa pria yang pernah singgah di hidupku, membuat aku sadar kalau Tuhan berkata kalau mereka bukan untukku. Mereka pantas dapat yang lebih baik, begitupun aku.

Aku kira hatiku sudah mati rasa, tapi sepertinya itu hanya praduga. Tak ada awalan berupa perjodohan maupun ta'aruf, seperti yang pernah aku jalani dulu. Hanya pertemuan alami yang tak terlepas dari kehendak Tuhan. Nyatanya tanpa ku sadari, hatiku perlahan jatuh pada seorang pria berkacamata yang awalnya bahkan tak mendapat perhatian khusus dariku. Perlahan, hal yang biasa berubah menjadi sesuatu yang tidak biasa karena terlalu sering menghabiskan waktu bersama.

Satu hal yang terlambat aku sadari adalah kenyataan bahwa setiap manusia memiliki rahasia yang tak diketahui oleh manusia lainnya, begitupun dia. Sesuatu yang tersembunyi rapat di balik kacamata yang ia gunakan. Kacamata itu menjadi dinding pembatas yang menghalangi orang untuk mengetahui jati dirinya yang sesungguhnya.

Pada akhirnya, pilihan tetap berada di tanganku. Mau tetap bertahan atau malah memutuskan untuk pergi?

🍁🍁🍁

Di Balik Kacamata [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang