Mas, aku di depan kantor kamu, pengen makan siang bareng kamu. Kamu belum makan kan?
Aku pergi ke kantor Abi setelah mengira-ngira selesainya waktu zuhur. Kedatanganku bertepatan dengan usainya ibadah di masjid terdekat. Pas sekali waktunya. Karena aku tau di jam segini biasanya Abi akan pergi makan.
Pagi tadi Abi tetap menyantap sarapan yang aku buatkan seperti biasa. Namun kalau dulunya kami sering terlibat obrolan di pagi hari, sekarang ada hawa dingin yang menyelimuti. Penyebabnya tentu saja masih karena masalah yang belum terselesaikan kemarin.
Berjarak lima menit dari saat pesan yang aku kirimkan ke Abi, ia akhirnya membacanya. Tak lama, aku melihat kedatangan Abi dari arah dalam kantornya, membuat senyum seketika terbit di bibirku.
"Mau makan siang di mana?" tanyanya dengan mata yang justru tertuju ke arah lain.
"Di warteg."
Abi langsung menyetujui permintaanku, ditandai dengan langkahnya yang mulai bergerak menuju tempat yang aku inginkan. Kami hanya saling diam meskipun berjalan berdampingan. Namun setidaknya aku merasa senang karena bisa makan siang bersama Abi.
Bukan karena makanan warteg di sini berubah menjadi tidak enak, tapi karena aku dan Abi sama-sama tak berselera sehingga kami hanya mampu mengisi perut dalam porsi sedikit. Seusai makan pun kami hanya sibuk dengan pikiran masing-masing tanpa memulai percakapan demi menghangatkan suasana. Ujung-ujungnya kami segera keluar dari warteg meskipun lambung masih bekerja dengan keras.
"Masih ada seragam loreng latihan gak di sekitar sini?" celutukku sambil memperhatikan sekeliling. Sudut mata Abi melirikku dengan tatapan tidak suka, membuat senyum bertahan di bibirku selang beberapa saat.
"Mas, kamu masih lama kan masuknya? Aku pengen es krim." Kugenggam tangan Abi demi membuat langkah kami sejajar. Ia tak membalasnya, namun tidak menolak juga. Meski tak mengatakan apapun saat aku membahas tentang es krim, lewat arah yang ia tuju aku yakin kalau kami sedang dalam perjalanan ke minimarket.
Seharusnya momen ini aku abadikan, sebab jarang sekali aku ke kantor Abi. Waktu yang sebentar ini membuat aku menjadi mengenang saat-saat awal mengenal Abi dulu. Minimarket adalah tempat yang sering mempertemukan kami dalam berbagai kesempatan. Kali ini kami kembali ke tempat yang sama dengan status yang berbeda. Sayangnya tak ada kesempatan untuk bercerita sembari bernostalgia barang sejenak.
Selama beberapa menit aku hanya sibuk menghabiskan es krim yang entah kenapa hari ini terasa kurang manis. Sedangkan Abi fokus dengan minumannya sambil beberapa kali melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Balik yuk, Mas. Bentar lagi waktu istirahat kamu selesai." Abi langsung menyanggupi ajakanku dengan bangkit dari posisinya.
Ketika Abi hendak kembali ke kantornya, masih tak ada percakapan yang terjadi diantara kami. Semua ini terjadi bukan karena aku tak ingin membahas perihal yang kemarin, tapi karena waktu dan tempatnya tidak tepat. Maka dari itu aku memilih untuk menunggu Abi usai dengan pekerjaannya. Aku berjanji tak akan membuat keadaan semakin berlarut-larut dengan menyelesaikannya segera setelah Abi pulang nanti.
"Mas, aku pamit dulu ya?" ucapku saat kami sampai di tempat motorku terparkir. Abi hanya mengangguk singkat sebagai respon. Aku lantas meraih tangannya untuk ditempelkan pada keningku.
Usai aku berpamitan, Abi langsung kembali ke kantornya tanpa menunggu aku pergi terlebih dahulu. Tujuanku ke sini memang untuk makan siang bersama Abi dan hal itu sudah terwujud. Tapi aku masih merasa tidak puas.
Sekali lagi mataku mengarah pada pintu kantor bertingkat yang sengaja dibuka lebar demi memudahkan orang keluar masuk. Abi sudah menghilang dari pandanganku, membuat aku merasa berkecil hati. Seharusnya aku lebih aktif bercerita agar dapat mencairkan suasana diantara kami, bukannya diam saja. Terlebih lagi aku yang membuat kami menjadi seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Balik Kacamata [END]
Chick-LitHidup di perantauan, jauh dari keluarga, jauh dari rumah, selalu merasa sendiri meskipun ada banyak orang di kota metropolitan yang hampir sama padatnya dengan ibu kota. Perjalanan hidup yang tak mudah, apalagi bagi wanita yang sudah berusia lebih d...