46. Plot Twist

2.4K 382 26
                                    

"Kamu gak ada bawa jaket yang lebih tebal?" Ku perhatikan kardigan yang aku kenakan lalu kepalaku bergerak membentuk sebuah gelengan.

"Adanya di kosan. Lagian ini udah cukup kok. Kan gak dingin."

Malam ini aku dan Abi berencana makan di luar sepulang Abi shalat isya di masjid. Tak ada lauk di rumah. Maka dari itu kami memilih untuk makan di luar saja. Sebenarnya aku sudah mengajak Abi untuk pergi berbelanja, tapi ia menolak dengan alasan capek.

Abi kembali membuka lemari dan menggeluarkan sebuah jaket dari sana. Ia kemudian menyodorkan jaket itu padaku.

"Ini aja." tolakku. Abi sama seperti tempo hari, memberikan jaket yang tebal. Padahal cuaca di Pekanbaru berbeda jauh dengan Bukittinggi. Kalau di Bukittinggi masih bisa aku maklumi sebab malam hari di sana memang dingin.

"Kita naik motor, Kanaya. Malam hari juga." Karena tak mau berdebat panjang efek sudah terlanjur lapar, akhirnya aku melepas kardigan yang aku kenakan lalu menggantinya dengan jaket milik Abi.

Rencananya malam ini kami akan kulineran, memakan apapun yang aku mau. Lokasinya tak terlalu jauh dari sini. Karena itu aku memakai baju santai saja.

Seperti keinginanku sejak awal, jika sudah menikah, hal yang aku inginkan adalah keluar malam bersama suamiku. Karena seru berkeliling menyaksikan lampu-lampu yang bersinar di sepanjang jalan. Apalagi sejak dulu aku jarang sekali keluar malam karena selalu dilarang ibu.

"Kamu manusia, bukan kelelawar." Itu adalah pepatah andalan ibu untuk melarang anak-anaknya keluar malam.

Padahal tujuannya kadang hanya sekadar pergi buka puasa bersama. Tapi susah sekali meminta izin. Karena itu aku selalu keluar saat matahari masih bersinar dan kembali sebelum gelap. Jika tidak, aku akan diteror oleh ibu dan berakhir dimarahi.

Baru saja aku naik ke motor, suara klakson dari kejauhan membuat aku dan Abi serentak memperhatikan jalan. Ada dua mobil yang beriringan menuju ke arah kami.

Awalnya aku kira mobil itu hanya numpang lewat, tapi ternyata dia berhenti. Reza keluar dari mobil berwarna putih dan membuka gerbang rumah menjadi lebih besar lalu memasukkan mobil mininya.

Sudah bisa ditebak bahwa rencana aku dan Abi untuk makan malam di luar terpaksa dibatalkan karena kami kedatangan teman-teman Abi. Gea adalah orang yang paling antusias turun dan berlari untuk memelukku.

"Pengantin baru itu bukan keluar, tapi di rumah aja. Ini malah keluyuran." Sekarang gantian Tia yang memelukku. Lalu dilanjutkan oleh Jena. Mereka tak bisa datang ke Bukittinggi, tapi menyaksikan langsung prosesi akad nikah lewat hp Abi. Aku pun baru mengetahui hal itu saat Abi bercerita malamnya.

"Bi, jangan diem aja. Bantuin." teriak Leo yang sedang membongkar isi bagasi mobilnya yang terparkir di luar gerbang.

Ketiga teman wanita Abi itu lantas menggiringku kembali masuk ke dalam rumah. Yang mereka lakukan saat masuk ke rumah adalah mulai memperhatikan keadaan, seperti yang aku lakukan saat pertama kali masuk ke rumah ini tadi sore. Mereka mulai membubarkan diri, masing-masing menuju ke tempat yang mereka inginkan. Yang mereka lakukan adalah mengamati rumah. Memangnya sebelumnya mereka tak pernah ke sini?

"Abi pelit banget tau Nay. Kita-kita gak dibolehin masuk. Paling mentok di luar doang." Tia yang sedang mengintip keadaan di luar lewat pintu kaca di dekat ruang makan akhirnya bersuara, menyampaikan kekesalannya.

"Iya. Gue udah dari dulu penasaran kayak gimana isi rumahnya. Baru kali ini gue masuk." seru Gea dari dekat kolam mini. Ia tengah berjongkok, menatap ikan-ikan kecil milik Abi yang berenang bebas di kolam.

"Panas." Jena yang tadinya pergi memeriksa kamar mandi lalu meraih remot AC lalu menghidupkannya. Ia yang paling aneh menurut pendapatku, karena tempat yang membuatnya penasaran adalah kamar mandi yang berada di dekat tempat shalat. "Pizza nya belum nyampe ya? Gue laper." keluhnya seraya memegangi perutnya.

Di Balik Kacamata [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang