52. Sang Pemenang

2.6K 353 27
                                    

Sehabis ashar adalah acara resepsi yang direncanakan oleh keluarga Abi. Aku sudah bersiap-siap bahkan sebelum shalat zuhur. Hari ini untuk pertama kalinya aku menghadapi tantangan besar untuk merias wajahku sendiri. Padahal sebenarnya sudah ada perias yang disarankan oleh Manda Misya. Tapi aku memilih untuk tidak memakai jasa profesional dan memutuskan untuk mengaplikasikan ilmu serta yang aku dapat selama ini.

Anehnya tanganku tak gemetar saat mulai mendandani wajahku. Padahal aku kira aku tak akan sanggup melakukannya. Tapi syukurlah aku ternyata sanggup menyelesaikan riasanku hingga akhir.

"Mas, aku gak jelek-jelek amat kan ya?" Meskipun mendapat pujian dari penata busana karena riasanku terlihat bagus, tapi mendadak rasa kepercayaan diriku hilang hingga terpikirkan olehku untuk bertanya tentang pendapat Abi.

"Agak cantik dikit." Cukup lah untuk menghiburku. Walaupun aku sedikit manyun karena pujiannya yang sangat nanggung.

Efek sudah bebas dari datang bulan, aku harus lebih dulu berwudhu sebelum merias wajah. Sebelum mengganti pakaian, aku shalat ashar terlebih dahulu.

Jujur, memang terasa berat menyelenggarakan resepsi pernikahan dalam keadaan sedang suci seperti sekarang. Tapi untungnya acara yang diselenggarakan keluarga Abi tidak terlalu ribet.

Acara akan dimulai dengan kedatangan aku dan Abi beserta beberapa anggota keluargaku. Selanjutnya kami disambut oleh keluarga Abi. Acara yang bersifat privasi ini akan selesai sebelum datangnya magrib, yang hanya akan dihadiri oleh keluarga dan sahabat terdekat.

Ballroom hotel sudah disulap menjadi tempat diselenggarakannya resepsi pernikahan. Hari ini perbedaan tinggi badanku dengan Abi tak terlalu kentara. Berkat bantuan high heels, puncak kepalaku berhasil menyamai telinganya. Biasanya tinggi badanku bahkan tak bisa menyamai dagunya.

Tari pasambahan menyambut kedatangan aku dan Abi beserta rombongan. Meskipun saat ini kami tengah menggunakan pakaian adat Jawa, tapi penyambutan awal tetap dilakukan dengan adat Minang.

Ketika para penari selesai, musik dan nyanyian khas Jawa mulai menyapu telingaku. Secepat itu semuanya berganti karena kali ini konsep acara memang akan dilaksanakan sesuai dengan adat Jawa.

Berbagai prosesi aku jalani bersama Abi. Kemarin ia sudah menjelaskan gambaran besarnya padaku. Tapi apalah daya kepintaranku tak sebanding dengannya. Aku bahkan tak ingat lagi istilah yang diterangkan oleh Abi karena ucapannya tak menyangkut di kepalaku. Semuanya seperti angin lalu saja, masuk ke telinga kanan lalu keluar melalui telinga kiri tanpa ada yang berniat untuk lebih lama.

Yang pasti, aku masih mengingat dua prosesi yaitu ketika aku membasuh kaki Abi dan saat kami saling menyuapi satu sama lain. Sepertinya mulai hari ini aku harus belajar adat Jawa karena pengetahuanku terbilang cukup minim.

Aku kira tak banyak orang yang datang karena setauku keluarga Abi tak banyak. Tapi ternyata jumlah keluarga besar Abi tidaklah sama dengan yang ada di pikiranku. Masih banyak keluarganya yang belum aku kenali, sehingga aku menjumpai wajah asing yang baru pertama kali aku temui.

Teman-teman Abi tentu saja turut hadir bersama pasangan dan keluarga mereka masing-masing. Keenam orang itu memakai pakaian serasi, sesuai dengan warna yang dipilihkan oleh Abi. Cukup kaget awalnya karena aku tak menyangka kalau Abi cukup memperhatikan hal itu juga.

Sebelum acara ini berlangsung, jauh-jauh hari Abi sudah menyuruhku untuk mengajak ibu dan ayah menginap di rumah karena akan kesusahan jika berangkat pagi dari Bukittinggi. Abi bahkan bersedia menyewa tempat untuk orang-orang yang hadir dari pihak keluargaku.

Namun karena kesibukan yang berbeda, keluargaku sepakat untuk pulang balik Bukittinggi-Pekanbaru di hari yang sama. Lelah, sudah pasti. Tapi begitulah pengorbanan mereka untuk menjaga silaturahmi antara kedua keluarga.

Di Balik Kacamata [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang