49. Terlalu Mandiri

2.3K 375 63
                                    

Mau tau bagaimana rasanya punya suami? Meski aku belum merasakan banyak hal, namun beberapa hari yang aku lewati bersama Abi rasanya sangat berbeda dibandingkan saat aku masih sendiri. Tentu saja, kan sekarang sudah berdua.

Satu hal yang patut aku syukuri adalah aku memiliki seseorang yang senantiasa memperhatikan hal-hal remeh berkaitan dengan diriku. Bahkan detail kecil yang sebelumnya kurang aku perhatikan. Sekaligus ada yang bisa dimintai pendapat ketika aku tidak bisa mengambil keputusan sendiri.

"Bi, saya lebih cocok pakai celana atau rok?" Beberapa baju yang sudah aku rapikan ke dalam lemari sontak menjadi perhatianku.

Dilema seorang wanita itu hampir sama di seluruh penjuru bumi, kebingungan memilih baju yang hendak digunakan karena saking banyaknya pilihan. Setiap baju tak luput dari pertimbangan. Ujung-ujungnya bisa menghabiskan waktu setengah hari hanya untuk memilih baju yang akan dipakai.

"Gamis." sahut Abi seraya berlalu menuju kamar mandi.

"Oke, saya pakai celana." putusku kemudian.

"Iya gak papa. Kalau ke pasar emang ribet pakai gamis." jawab Abi sebelum memasuki kamar mandi.

Tujuan aku dan Abi yang mulanya hanya ke kosan untuk menjemput barang-barang, tiba-tiba berubah dalam waktu singkat. Tak ada angin tak ada hujan, Abi tiba-tiba mengajakku ke pasar. Padahal awalnya kami hanya akan berbelanja di swalayan sesuai keinginannya. Tapi mendadak pikirannya berubah karena berhasil aku racuni.

Aku ingin ke pasar hanya untuk membeli beberapa lauk. Karena harga di pasar jauh lebih miring dibandingkan dengan swalayan. Memang bagusnya ke pasar itu saat pagi, namun ketika sore aku juga menemukan tempat yang menjual lauk yang masih segar.

Tak terlalu lama kami di pasar, karena tak banyak yang dibeli. Sebab yang makan hanya dua orang. Ayam, ikan, udang, cumi, dan iga akan menjadi lauk di masakanku selama seminggu ini.

Abi mengikuti langkahku menyusuri pasar tanpa protes sedikit pun. Ia selalu membiarkan aku pergi kemana pun untuk mencari bahan makanan yang aku butuhkan. Kadang langkahnya sering tertinggal hanya karena ia disalip oleh emak-emak yang gesit. Di lain waktu ia tak bisa bergerak karena jalannya tertutup namun ia enggan untuk membuka mulutnya untuk mengatakan 'permisi'. Alhasil aku sering kehilangan suamiku di pasar, meskipun pada akhirnya kami tetap bertemu.

Stok lauk untuk seminggu ke depan sudah memenuhi kulkas. Ditambah dengan beberapa sayur dan rempah yang sangat sulit ditemui pasar modern. Mengenai beberapa kebutuhan lain, tinggal cari nanti di swalayan.

Sehabis magrib, Abi mengajakku makan di luar untuk menebus makan malam yang tak jadi kemarin. Rumah makan sunda dengan konsep lesehan menjadi pilihan Abi. Banyak sekali makanan yang ternyata sudah lebih dulu ia pesan. Mulai dari nasi timbel yang disajikan dengan ayam goreng, tahu dan tempe goreng, serta lalapan dan sambel terasi. Ada gurame bakar pedas, dan sop iga juga. Tak lupa terdapat ati ampela goreng yang menjadi kesukaanku. Karena aku kurang suka lalapan, Abi juga memesan cah kangkung.

Dalam waku singkat volume perutku bertambah dengan signifikan karena makan dengan lauk yang banyak sekaligus nambah nasi juga. Baru pertama kali aku makan di rumah makan sunda, aku langsung jatuh cinta. Meskipun awalnya sempat protes karena Abi memesan terlalu banyak lauk, tapi semuanya tetap ludes masuk ke perut.

Sekarang aku sedang di mobil sembari mengistirahatkan perutku. Aku tengah menunggu Abi shalat isya di salah satu mesjid dekat rumah makan. Tujuan kami selanjutnya adalah swalayan untuk berbelanja.

Awalnya Abi sempat menyuruh aku untuk menunggunya di rumah makan saja. Tapi aku malas membuat rezeki orang hilang karena kelamaan menunggu Abi. Karena itu aku memilih untuk menunggu di mobil. Lagian tak lama juga.

Di Balik Kacamata [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang