Abiyyu Pramudya Nagendra
Di mana?Pesan yang dikirimkan Abi sepuluh menit lalu baru sempat aku baca tatkala aku selesai memarkirkan motor di tempat parkir tak jauh dari ikon kota Bukittinggi, yaitu Jam Gadang. Kenapa dia tiba-tiba mengirimiku pesan?
Gara-gara aku mengganti nama Abi di hpku, makanya Winda jadi tau kalau aku memiliki nomor Abi. Seharusnya tak perlu aku ganti. Jadi tak perlu ada perang saudara seperti sekarang. Aku baru menyadarinya hari ini.
Sehari setelah acara pesta di rumah, aku memilih untuk refreshing karena malas ikut beres-beres. Tak ada yang mencegahku untuk pergi. Lagipula aku memang harus jalan-jalan sebentar, sebab esok hari aku akan kembali ke kota Pekanbaru.
Sebenarnya waktu rehat bagiku masih ada. Awalnya aku berniat akan berangkat lusa saja, di hari terakhir libur sebelum mulai bekerja lagi. Tapi biasanya di saat masa liburan akan berakhir, jalanan akan padat.
Maka dari itu aku memutuskan untuk balik ke Pekanbaru esok hari. Supaya aku juga punya waktu bermalas-malasan sehari sebelum kembali menjalani rutinitas yang hanya akan aku lakukan selama kurang lebih sebulan lagi.
Jauh hari sebelum berangkat ke Bukittinggi, ibu sempat memintaku untuk mengangsur membawa barang agar nanti tak kesusahan jika langsung mengangkutnya sekaligus. Tapi aku tak menuruti saran ibu sebab aku merasa kalau hatiku masih sedikit berat untuk meninggalkan kota Pekanbaru. Seperti ada yang menahanku, tapi aku tak tau apa itu.
Emangnya kenapa?
Abi Pramudya Nagendra
Di mana?Keras kepalanya sama seperti diriku. Kalau kami bertemu tiap hari, mungkin akan terjadi perang dunia.
Jam Gadang
Setelah membalas pesan Abi, aku kembali memasukkan hp ke dalam tas yang aku gantungkan di pundakku. Kemudian kakiku bergerak menaiki tangga hingga akhirnya aku sampai di Jam Gadang.
Jam Gadang yang sekarang memang tampak indah karena banyak sekali tumbuhan dengan berbagai bentuk dan warna yang ditanam di sekitarnya. Namun jika disuruh memilih, aku suka dengan desain area Jam Gadang era dulu, yang sejuk karena banyaknya pohon rindang.
Di masa lampau, kita akan kesusahan mencari orang karena banyaknya pohon besar yang membatasi pandangan. Berbeda dengan sekarang, menemukan keberadaan seseorang bukanlah hal yang susah. Sebab kemana mata memandang, pasti bisa melihat banyak orang.
Untungnya aku datang masih belum terlalu siang sehingga matahari belum terlalu panas. Meskipun begitu, aku tetap memilih untuk duduk di area yang masih memiliki pohon lebat sebagai pelindung dari sinar matahari.
Belum lama aku duduk, mataku seketika menemukan Abi yang berjalan mendekat. Ia mengenakan kemeja flanel yang lengannya sedikit dilipat ke atas. Kancing kemeja sengaja tidak ia pasang hingga memperlihatkan kaos hitam polos yang ia gunakan di dalam. Jangan lupakan sneakers yang selalu jadi andalannya ketika tidak bekerja.
Aku bukan wanita yang cantik, tapi aku pintar mengatur gaya berpakaian. Itulah pendapatku tentang diriku sendiri. Memang aku bukan tipe orang yang suka mengikuti tren dengan membeli baju kekinian yang akibatnya aku akan menemukan kembaran di tempat tak terduga. Tapi aku adalah golongan orang yang suka membeli baju ketika trennya sudah habis. Karena aku akan jadi satu-satunya orang yang menggunakannya.
Abi adalah orang yang hampir sama denganku. Mengenai ketampanannya, aku tak ingin berkomentar. Hal yang membuat kami mirip adalah karena Abi juga pintar mengatur cara berpakaiannya.
Ketika ke kantor, ia memakai celana formal dengan kemeja polos bahkan batik, sekaligus sepatu yang selalu disemir kinclong. Beda pula halnya jika ia keluar untuk bertemu teman-temannya atau sekadar melakukan hobinya yaitu hunting makanan pedas, gaya berpakaiannya seperti sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Balik Kacamata [END]
ChickLitHidup di perantauan, jauh dari keluarga, jauh dari rumah, selalu merasa sendiri meskipun ada banyak orang di kota metropolitan yang hampir sama padatnya dengan ibu kota. Perjalanan hidup yang tak mudah, apalagi bagi wanita yang sudah berusia lebih d...