"Kamu mungkin sudah tau kalau mama dan papa saya bercerai di usia saya yang masih sangat kecil. Sejak orang tua saya bercerai, saya tinggal bersama papa. Saya tumbuh tanpa sosok seorang ibu."
Abi melepas kacamata yang ia gunakan lalu menaruhnya di atas meja. Ini pertama kalinya aku menatap mata Abi tanpa dihalangi oleh kacamata. Ia terlihat sedikit berbeda dibandingkan biasanya.
Sudah lima belas menit aku menunggu Abi siap untuk buka suara. Lama sekali ia tertunduk menatap tangannya yang saling meremas untuk bersiap membuka cerita hidupnya.
"Papa selalu mengajarkan saya pentingnya kerja keras. Dulu sewaktu saya kecil, papa mengatakan pada saya untuk selalu bekerja dengan giat agar saya bisa memberikan kehidupan yang layak bagi seorang wanita yang merelakan kebebasannya untuk mengabdi pada saya."
Tatapan Abi tertuju pada satu arah. Ia tak berani memandangku, malah memperhatikan vas bunga yang berada di atas meja. Saat ini mungkin saja ia sedang teringat masa-masa yang telah ia lewati dulu.
"Karena itulah sedari kecil saya sudah belajar mencari uang sendiri. Hidup saya hanyalah tentang sekolah dan bekerja. Saya tak ingin apa yang papa alami juga terjadi pada saya, ditinggalkan oleh istrinya hanya gara-gara usahanya mulai menurun." Jadi hal itu yang membuat orang tuanya berpisah? Karena masalah ekonomi?
"Papa meninggal waktu saya baru masuk kuliah. Meskipun papa sudah tidak ada, tapi saya tetap memegang teguh apa yang papa katakan. Hingga suatu hari, mama yang tak pernah lagi saya temui sejak saya kecil, tiba-tiba datang membawa serta anak perempuannya untuk berlutut di bawah kaki saya memohon maaf."
Sekali lagi Abi meremas tangannya. Jam tangan yang mulanya terlihat nyaman ia kenakan mulai ia longgarkan. Pasti sangat berat bagi Abi untuk mengutarakan apa yang telah ia alami. Hal sungguh menyita emosinya sehingga ia butuh waktu untuk mengendalikannya.
Abi menghela napas dengan kasar. Beberapa kali mulutnya terbuka hendak mengatakan lanjutan ceritanya, tapi ia selalu mengurungkan niatnya. Abi masih menyiapkan kata-kata yang tepat untuk mengutarakan semuanya.
"Kenyataannya adalah mama pergi bukan karena papa saya tidak bisa mencukupi kebutuhannya, tapi karena mama saya berselingkuh." Abi tersenyum pahit. "Mama minta maaf atas kesalahannya. Anaknya juga ikut meminta maaf atas kesalahan ayahnya yang baru saja meninggal."
Abi mengusap wajahnya lalu berlanjut ke lehernya. Tatapan mata yang biasanya selalu tampak percaya diri seketika kehilangan sorot tangguhnya. Abi baru saja membuka salah satu rahasia tentang keluarganya. Bukan hal yang mudah baginya untuk mengatakan hal ini pada orang lain.
"Saya hancur, Kanaya. Saya tak tau harus percaya pada kata-kata siapa. Yang jelas, saya tak akan lagi percaya pada papa maupun mama saya. Karena mulai saat itu saya akan melakukan apapun yang saya mau."
"Alih-alih untuk memberikan kehidupan layak bagi istri saya nanti, saya lebih memilih untuk berjuang demi diri saya sendiri. Saya tidak ingin menikah. Karena saya paham apa yang akan terjadi ketika sebuah pernikahan hancur. Bukan hanya hidup dua orang yang berubah, tapi banyak."
"Saya melihat sendiri nenek saya yang diam-diam menangis karena menatap kedua cucunya yang tumbuh tanpa bimbingan seorang ibu. Saya bisa menilai tatapan kasihan yang ditunjukkan orang karena menyaksikan anak-anak yang hanya bisa menghadirkan nenek mereka di saat merayakan hari ibu. Dan saya tidak ingin kalau seandainya anak saya akan mengalami apa yang saya alami dulu." Mata Abi mulai memerah.
"Karena itulah saya harus menyiapkan tabungan yang cukup untuk hari tua saya dengan bekerja melakukan apapun yang saya bisa. Saya yakin bisa hidup seorang diri. Segitu sombongnya saya dahulu."
Abi trauma. Ia takut jika pernikahannya akan berakhir sama seperti orang tuanya. Ia sadar betapa menderitanya ia dulu, karena itu ia tak ingin menghadapi hal yang sama di kemudian hari. Begitulah caranya untuk melindungi dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Balik Kacamata [END]
ChickLitHidup di perantauan, jauh dari keluarga, jauh dari rumah, selalu merasa sendiri meskipun ada banyak orang di kota metropolitan yang hampir sama padatnya dengan ibu kota. Perjalanan hidup yang tak mudah, apalagi bagi wanita yang sudah berusia lebih d...