20: Pilihan Abi

2.6K 398 23
                                    

Ketika baru mendaratkan kakiku di teras rumah Abi, aku menemukan dirinya tengah duduk menatap pemandangan yang seakan tak ada ujungnya. Pagi-pagi dia sudah bermenung panjang, padahal masih bisa nanti malam. Dia kira akan kenyang jika sarapan hanya dengan lamunan?

Abi tersentak saat aku menampakkan wajahku, memotong pandangannya ke arah yang tak aku ketahui. Ia sudah terlihat rapi dengan baju kebesaran yang dikenakan oleh seorang wisudawan, ditambah lagi dengan rambut yang ditata rapi serta sepatu yang berkilau karena disemir.

Sebenarnya dandanan Abi masih sama seperti sehari-hari ketika ia pergi bekerja. Yang membedakan hanya pakaiannya. Auranya juga sedikit berubah sih sebenarnya. Jika biasanya ia terlihat seperti seorang pekerja, sekarang ia terlihat seperti mahasiswa.

"Kamu kapan kuliahnya sih Bi? Kok tau-tau udah wisuda aja?" Tak pernah aku mendengar desas-desus yang mengatakan kalau Abi lanjut kuliah lagi. Tiba-tiba sudah wisuda saja. Kan aneh.

"Ambil kelas karyawan. Kadang jadwalnya malam atau weekend." Kami juga sering bertemu saat weekend. Dia benar-benar kuliah kan ya? Atau beberapa bulan ke belakang ia tengah menunggu jadwal wisudanya karena ia sudah selesai dengan perkuliahan? Bisa jadi sih.

"Sidangnya kapan?"

"Akhir Agustus." Sudah lama berarti. Jadwal wisudanya saja yang terlalu terlambat. Pantas aku tak sadar kalau ia ternyata kuliah sambil bekerja.

"Akhir Agustus? Kok saya gak tau ya?"

"Emang kamu harus tau gitu?" Sudut bibir yang tertarik ke atas itu sungguh membuatku gregetan setengah mati.

Aku berdecak kesal dan memilih untuk pergi ke dalam menemui Bu Yumna yang sepertinya masih bersiap-siap karena ia belum nampak sedari tadi. Entah apa yang membuat Bu Yumna begitu lama. Abi bahkan sudah menampakkan wajah bosannya karena diharuskan menunggu. Inilah resiko sebagai laki-laki, menunggu perempuan yang dandan.

Namun otakku menghentikan langkahku yang tadinya hendak pergi. Hampir saja aku lupa memberikan apa yang aku bawa untuk Abi.

"Mau hadiah bunga juga, Bi?" Wisuda tak jauh-jauh dari bunga. Seperti kamarku di rumah yang masih dipenuhi banyak buket bunga sebagai hadiah kelulusanku dulu. Mau dibuang tapi sayang. Maka dari itu aku tetap menyimpannya hingga sekarang.

"Iya, warna pink ya." Pink? Seleranya ternyata begini?

"Campur ungu boleh?" usulku.

"Boleh."

"Beneran?" tanyaku memastikan. Lagian aku tak ada membeli bunga. Apa keburu jika memesannya sekarang?

"Gak lah." Kekehan geli itu menandakan kalau ia berhasil mengerjaiku.

Aku menaruh paper bag yang aku bawa di atas meja yang berada di samping Abi. Ia melihatnya sebentar lalu beralih menatapku. Tanpa aku persilahkan, ia langsung saja mengeluarkan isi dalamnya.

Lunch box cake, hadiah yang aku siapkan untuk Abi. Ada dua kue tart kecil yang di bagian atasnya masing-masing terdapat tulisan happy graduation dan happy birthday. Tampak sedikit lucu sebenarnya, tapi mau diapakan lagi. Aku tak terfikirkan hadiah lain.

Aku saja patut bersyukur karena mendapatkan inspirasi dari Mami Gina yang baru membeli cetakan kue di mana aku yang menjadi pengguna pertamanya. Resep internet yang aku pelajari hanya dalam semalam membantu memperlancar rencanaku. Hingga jadilah kue ini.

"Dibeli?" Dibeli atau bukan, memang apa pentingnya?

"Memangnya kenapa?"

"Dibeli?" ulangnya.

Di Balik Kacamata [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang