8: Mau Menikah Berapa Kali?

3K 406 7
                                    

Untuk kesekian kalinya sosial media kembali meracuniku. Hanya karena tak sengaja melihat iklan bersponsor yang muncul di beranda, aku jadi tertarik untuk berkunjung langsung. Strategi marketing makin lama makin berkembang, sehingga ada saja cara baru dalam menarik pelanggan. Salah satunya adalah dengan menggunakan kalimat persuasif yang mampu mempengaruhi orang lain. Tentu saja lewat media sosial yang membuat jarak tak lagi menjadi halangan untuk membagikan informasi.

Tak hanya tertarik dengan visual makanan, tapi juga cita rasa khas yang ditawarkan. Pemberian nama sudah barang tentu menjadi pelengkap yang tidak bisa diacuhkan begitu saja. Ku akui mereka berhasil membuatku tergiur hingga akhirnya memutuskan untuk pergi ke sana meskipun rumah makan itu baru beberapa hari diresmikan.

Aku termasuk manusia yang menyukai makanan pedas dan manis. Jika diminta untuk memilih, maka aku tak bisa melakukannya. Karena kedua makanan itu sangat aku sukai hingga tak bisa dijadikan pilihan. Keduanya memiliki tempat yang sama di lidahku.

Hanya butuh naik angkot di depan gang dan aku sampai di rumah makan yang masih terlihat ramai meskipun masa promo telah usai. Itu tandanya rumah makan ini mulai mendapat tempat di hati pelanggan. Bisa dibilang tempat ini sedang hangat-hangatnya. Terbukti, parkirannya saja hampir penuh. Apakah masih ada tempat yang kosong untukku?

Mi dengan rasa pedas yang tidak biasa mampu menggugah seleraku. Hanya melihat dari daftar menu yang tertera di luar mampu membuatku ngiler. Sayang sekali aku tak bisa menikmati harga promo karena aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku sehingga aku baru bisa datang saat libur kerja.

Saat memasuki rumah makan itu, langkahku terhenti karena melihat semua meja penuh. Apa aku harus menunda keinginan untuk makan pedas sekarang? Jangan sampai hal itu terjadi. Bisa-bisa aku tak mampu memejamkan mata nanti.

"Mohon maaf Kak, mejanya penuh. Apakah Kakak berkenan untuk menunggu?" Bahkan ada beberapa deret kursi yang disediakan di dekat pintu masuk layaknya di bank, yang digunakan sebagai tempat untuk menunggu. Segitu ramainya kah tempat ini? Salahku juga karena datang menjelang sore di akhir pekan. Malam minggu juga.

Kursi tunggu yang kosong menandakan kalau aku akan berada di deretan antrian pertama. Sepertinya tidak ada salahnya aku menunggu sebentar. Lagian tubuhku enggan pulang tanpa mendapatkan hasil. Akhirnya aku memilih untuk duduk di salah satu bangku. Baru saja mendaratkan pantat, mataku menangkap sosok yang tidak asing bagiku.

Abi, pria yang sering sekali bertemu denganku secara tak sengaja. Padahal akhir-akhir ini kami sudah sangat jarang bersua di bus trans karena sepertinya semakin hari ia semakin sibuk dengan pekerjaannya. Tampaknya ia juga menyadari kehadiranku. Tubuh itu lantas berdiri dan mendekat ke arahku.

"Mau gabung aja atau mau nunggu?" Aku melirik ke arah meja tempat ia duduk. Sepertinya ia datang sendiri. Karena tak ada siapapun yang duduk mengelilingi meja itu. Tapi kenapa dia memilih meja untuk empat orang jika ia datang sendiri?

"Memangnya boleh?" Pertanyaan yang sungguh tak sepatutnya aku tanyakan karena sejak awal ia sudah menawarkan. Aku hanya ragu karena bisa saja ia sedang menunggu seseorang. Semeja dengan orang asing membuatku merasa kurang nyaman. Kalau dengan Abi tak masalah. Dia bukan lagi orang asing buatku.

"Ayo!" ajaknya. Tanpa pikir panjang, aku mengikuti langkahnya dan duduk di meja itu, berhadapan dengannya. Aku patut bersyukur karena ditawari. Kalau tidak, mungkin aku harus menunggu entah sampai kapan.

Selembar kertas berisi menu ia serahkan padaku. Mataku seketika tertuju pada gambar paling besar yang menjadi menu andalan rumah makan ini, mi iblis. Inilah tujuan utamaku datang ke sini.

"Kamu sudah pesan makanan?" tanyaku sekedar berbasa-basi. Tak mungkin ia belum memesan. Lagian belum ada satu pun makanan atau minuman yang berada di meja ini. Sudah pasti ia tidak hanya numpang duduk. Abi merespon dengan menganggukkan kepalanya, diikuti oleh kepalaku yang juga membentuk anggukan entah untuk apa tujuannya.

Di Balik Kacamata [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang